Sesal Pilih Kampus Negeri (PTN) dan Remehkan Kampus Swasta, Karena Sarjana PTS Bisa Direkrut Kerja Sebelum Lulus Kuliah

PTN, PTS.MOJOK.CO

Ilustrasi - Kuliah di PTN dan PTS sama Saja (Ega Fansuri/Mojok.co)

Dulu kerap memandang sebelah mata kampus swasta (PTS), memposisikan kuliah di kampus negeri (PTN) lebih prestisius. Namun, setelah lulus—menjadi sarjana—dan tahu kerasnya dunia, merasa menyesal telah memiliki cara pandang seperti itu.

***

Lemas. Begitu yang Dianisri (26) rasakan saat pada 2017 silam tidak keterima di kampus negeri impiannya. Baik melalui jalur SNMPTN (SNBT) maupun SBMPTN (SNBP).

Sebenarnya orangtua Dianisri menyarankan agar dia kuliah saja di kampus swasta. Tapi Dianisri enggan. Dalam benaknya saat itu, kampus swasta identik dengan biaya mahal, fasilitas kurang memadai, hingga tak sebergengsi label sebagai mahasiswa kampus negeri. Kendati pada saat itu tidak sedikit temannya yang sejak awal memang sudah menetapkan niat kuliah di kampus swasta.

Dianisri lebih memilih gap year. Lalu pada 2018 dia keterima kuliah di salah satu PTN di Jawa Timur.

Setelah lulus kampus negeri (PTN), baru sadar kalau ada kampus swasta (PTS) berkualitas

Di tengah masa kuliahnya di kampus negeri (PTN), Dianisri baru sadar kalau ternyata ada beberapa kampus swasta (PTS) yang berkualitas. Itu dia dapati dari beberapa temannya yang kuliah di kampus negeri.

“Waktu sharing, kami coba bandingin program atau kurikulum di kampus kami (PTN vs PTS). Ternyata PTN sebenarnya punya program-program yang konkret bagi pengembangan capicty building dan soft skill,” ungkap Dianisri, Kamis (2/10/2025).

Dianisri mengakui kenaifannya. Menganggap bahwa setiap kampus swasta itu mesti sebelah mata. Sementara kampus negeri mesti unggul. Apalagi setelah lulus kuliah—menjadi sarjana—dan melihat prospek kerja teman-temannya yang sarjana kampus swasta.

Padahal, kenyataannya, semua rata saja. Ada kampus swasta yang unggul. Begitu juga ada kampus negeri yang sekadarnya. Sialnya, Dianisri berada di kampus negeri yang sekadarnya itu.

“Jadi sebenarnya lebih ke pinter-pinter milih aja, sih. Kuliah di PTS asal di PTS yang terjamin kualitasnya, kayaknya jauh lebih oke,” sambungnya.

Belum lulus kampus swasta (PTS) tapi sudah “direkrut” kerja

Menjelang lulus kuliah, Dianisri sebenarnya berada di ambang antara senang dan ketar-ketir. Senang karena akhirnya bisa memakai toga kelulusan. Ketar-ketir lantaran belum kebayang harus kerja di mana.

Sementara di sisi lain, teman-teman Dianisri bahkan sudah bisa bekerja sebelum lulus kuliah. Rata-rata bisa bekerja di tempat magang yang memang telah menjalin kerja sama dengan si kampus swasta.

“Mereka bilang, waktu magang itu memang dilihat dari pihak kantor (tempat magang). Dan tempat megangnya itu memang sudah jadi mitral ah dengan kampus. Karena dirasa kinerjanya bagus, mereka langsung direkrut jadi karyawan. Padahal belum lulus loh,” ucap Dianisri.

Kasus serupa sebenarnya tidak hanya terjadi di kalangan teman-teman Dianisri. Mojok pernah membuat serie pengakuan mahasiswa-mahasiswa yang kuliah di Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) (Baca selengkapnya di sini).

UBSI menjadi PTS yang menjanjikan mengelola mahasiswanya agar menjadi sarjana-sarjana berkualitas. Baik dari segi intelektual maupun keterampilan. Hasilnya, rata-rata bisa terserap di dunia kerja, bahkan sebelum lulus kuliah sekalipun.

Baca halaman selanjutnya…

Ijazah kampus negeri nggak ada bagus-bagusnya di mata HRD perusahaan

Biaya mahal asal hasilnya sebanding tak masalah

Biaya mahal masuk kampus swasta memang kerap menjadi momok tersendiri bagi calon mahasiswa. Situasi itu membuat minat calon mahasiswa ke kampus swasta menurun. Kendati faktor ini tidak menjadi faktor tunggal.

Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) mengungkap, penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) pada 2025 anjlok hingga 40%.

Bagi Dianisri, biaya mahal sepertinya tak menjadi soal jika hasil pendidikan di kampus swasta cenderung positif dan sebanding. Baik dari segi sistem pendidikan hingga fasilitasnya. Sekali lagi, asal sejak awal memang sudah meriset mana kampus swasta dengan kualitas terbaik dan terbukti menciptakan sarjana-sarjana berkualitas.

“Apalagi kalau urusannya sekadar gengsi ya. Kuliah di PTN cuma biar keren aja punya kampus dengan nama besar nasional. Dunia bekerja tidak berdasarkan gengsi, tapi kompetensi,” tegas Dianisri.

Lanjut Dianisri, rasa-rasanya pun biaya mahal di kampus swasta tak seharusnya jadi momok. Sebab, ada kok kampus swasta yang memberi dukungan kepada para mahasiswanya melalui beasiswa.

Ijazah sarjana PTN tak bagus-bagus amat di mata perusahaan

Meski Dianisri tak mendapat tuntutan dari orangtua agar lulus kuliah kerja mentereng, tapi dia merasa tertekan sendiri ketika “tertinggal” dari teman-temannya.

Beberapa temannya yang sarjana PTS rata-rata bekerja di sektor-sektor profit besar. Sementara Dianisri awalnya harus susah payah lebih dulu, sebelum akhirnya bekerja di kantor periklanan kecil.

“Setelah baca-baca, tren terbaru saat in ikan HRD cenderung tak melihat nama besar kampus, negeri atau swasta. Tapi potensi kompetensi pelamar kerja, yang dibuktikan dengan berbagai portofolio terkait capacity seseorang,” ungkapnya.

Dulu Diansiri memang tidak terang-terangan meremehkan teman-temannya yang memilih kuliah di kampus swasta. Hanya dia batin sendiri. Namun, entah kenapa, setiap melihat progres teman-temannya di dunia kerja, Dianisri merasa rikuh sendiri. Menyesal telah memandang remeh PTS.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Kuliah di Universitas Terbaik Malah Merasa Gagal: Kampus Sibuk Naikkan Ranking Dunia, tapi Melupakan Nasib Alumninya atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

Exit mobile version