Ikut Program MBKM Bisa Bikin Mahasiswa Beli MacBook Baru sekaligus Nilai Anjlok dan Ditegur Dosen

Ilustrasi mahasiswa (Mojok.co)

Belakangan, program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) jadi primadona di kalangan mahasiswa. Ada banyak benefit, tapi ternyata bisa juga berakhir keapesan bagi para pesertanya.

Sebagai informasi,  program MBKM punya beberapa sub program unggulan seperti Magang MerdekaKampus Mengajar, Wirausaha Merdeka, IISMA, sampai Pertukaran Mahasiswa Merdeka.

Salah satu yang banyak diminati mahasiswa adalah Magang Merdeka. Ada dua program yang bisa calon pemagang pilih.  Pertama Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) yang mendapat pengawasan langsung dari Kemendikbud. Benefitnya, mahasiswa bisa mendapatkan Biaya Bantuan Hidup (BBH) hingga uang transport.

Sementara program kedua, merupakan magang mandiri yang dikoordinasikan oleh kampus. Kampus mengeksekusi program ini dari pendanaan dan penyelenggaraan namun masih tergolong program MBKM.

Bisa beli MacBook impian karena magang berbayar

Dafa (23) adalah salah satu yang merasa mujur ikut Magang Merdeka. Pasalnya, hanya bermodal kerja remote dari kos untuk sebuah media nasional, ia bisa dapat uang saku Rp3 juta per bulan. Kerjaannya juga tidak terlalu memberatkan.

“Nominalnya Rp3 juta per bulan. Itu dari Kemendikbud dananya,” kata lelaki yang saat ini sudah wisuda.

Ia mengikuti program tersebut saat masih pandemi Covid-19, tepatnya pada September 2021 hingga Februari 2022. Dafa lolos seleksi setelah melakukan proses pendaftaran langsung lewat laman Kemendikbud.

Baginya yang dulu masih jadi mahasiswa yang masih dapat uang saku dari orang tua, pendapatan dari magang bisa ia gunakan untuk menabung.

“Jadi bisa beli Macbook. Satu hal yang dulu cuma kebayang doang ternyata bisa kesampaian,” tuturnya.

Sebagai seorang desainer grafis, MacBook yang ia beli berkat magang tentu jadi modal penting. Hingga kini saat ia sudah kerja profesional, barang terus terasa manfaatnya.

Namun, program Magang Merdeka MSIB seperti Dafa memang punya batasan kuota. Sehingga, seleksinya terbilang ketat.

Magang MBKM yang agak apes

Ada yang mujur tapi ada juga yang sedikit kurang beruntung. Salah satunya Tejo* (22), mahasiswa sebuah PTN di Jawa Tengah yang mengikuti Magang Merdeka mandiri kampus.

Tejo memang dapat uang sebesar Rp10 juta untuk magang berdurasi satu semester. Namun, itu untuk biaya proyek bersama timnya. Jumlah yang menurutnya tidak terlalu banyak mengingat dibagi ke 10 mahasiswa dan proses kerjanya selama enam bulan.

“Dan uangnya itu juga untuk mendukung produk dari program kami. Jadi luaran magang ada tiga, produk, HKI, sama buku,” ungkapnya.

Agak apesnya lagi, ia mengaku salah memahami prosedur rekognisi SKS dari kampus. Awalnya, ia mengetahui bahwa magang bisa terkonversi ke 20 SKS di semester tersebut.  Sehingga ia tetap melakukan input KRS secara penuh yakni 24 SKS.

Namun, setelah beberapa pekan melaksanakan magang ia baru menyadari kalau ternyata harus tetap ikut kuliah. Praktis ia harus pandai-pandai membagi waktu meski mengaku begitu keteteran.

Hal itu juga berdampak pada nilai mahasiswa yang anjlok pada semester tersebut. Tejo sebagai mahasiswa yang cukup ambisius dalam hal akademik, merasa berat melihat nilai mata kuliahnya C.

Baca halaman selanjutnya…

Kena marah dosen gara-gara ikut pertukaran mahasiswa, kok bisa?

Kena marah dosen gara-gara pertukaran mahasiswa

Selain magang, Pertukaran Mahasiswa Merdeka juga jadi salah satu program MBKM idaman mahasiswa. Salah satunya Brian* (20) yang sejak awal kuliah sudah ingin mengikuti program itu.

Alasannya sederhana, ia ingin bisa merasakan pengalaman belajar di berbagai tempat. Lelaki yang lahir dan besar di Jawa ini juga ingin menginjakkan kaki di Sumatera, tanah kelahiran bapaknya.

Pertukaran Mahasiswa MBKM.MOJOK.CO
Ilustrasi. Pertukaran mahasiswa menuntut kerja sama dengan banyak orang baru (Jason Goodman/Unsplash)

Ia pun akhirnya ikut seleksi saat ada pembukaan pendaftaran Pertukaran Mahasiswa Merdeka. Ada rangkaian tes ketat agar bisa lolos. Mulai dari tes kebhinekaan, tes kecerdasan emosional, hingga pembelajaran terkait pencegahan tindakan seksual yang tidak diinginkan.

Tujuan utamanya Sumatera tapi saat mendaftar beberapa kampus terbaik di sana kuotanya sudah penuh. Akhirnya, ia memilih kampus seadanya.

Beberapa hari menjelang akomodasi tiket keberangkatan dari Kemendikbud keluar, ia menyampaikan ke dosennya tentang kelanjutan kabar Pertukaran Mahasiswa Merdeka. “Beliau tiba-tiba bilang, ‘Kamu yakin jadi mau ikut ini? Nanti belajarnya nggak maksimal di sana nggak dapat apa-apa’,” kata Brian menirukan dosennya.

“Beliau bahkan bilang kalau ini kampus ecek-ecek,” imbuhnya saat Mojok wawancarai Sabtu (30/12/2023) silam.

Brian bimbang, meski ditentang dosennya, tiket akomodasi akhirnya keluar. Jika batal ia harus mengganti tiket pesawat yang harganya cukup memberatkannya. Akhirnya ia pun berangkat.

Selama menjalani program MBKM, Brian penuh rasa dilema. Pasalnya, ia belum bisa memastikan, apakah konversi SKS dari pertukaran mahasiswa dapat benar-benar maksimal sejumlah 20 SKS dan nilainya setara.

“Terakhir bicara soal rekognisi nilai saat di hendak berangkat. Sampai sekarang belum ada kepastian mengingat dosen saya kurang antusias. Proses keberangkatan ini memang terbilang nekat,” pungkasnya.

Program MBKM yang punya tujuan mempersiapkan karier komprehensif bagi mahasiswa memang menyimpang banyak cerita. Ada yang mujur bisa nabung beli MacBook baru tapi ada juga yang menjalaninya dengan penuh dilema.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Ditentang Dosen karena Ikut Pertukaran Mahasiswa Kampus Merdeka, Bahkan Ada yang Jadi Telat Lulus

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version