Pengakuan Sarjana Modal Joki Skripsi, Wisuda Bareng Orang Tua Tetap Bangga Tanpa Penyesalan Sama Sekali

Ilustrasi sarjana modal joki skripsi.MOJOK.CO

Menjadi sarjana karena bantuan joki skripsi ternyata tidak membuat sebagian orang menyesal atau merasa bersalah. Cara keliru ini bahkan tidak mengurangi rasa bangganya saat wisuda mengundang orang tua.

***

Selembar ijazah S1 dari sebuah PTN di Jogja ia sodorkan di hadapan saya. Tanpa rasa sungkan, ia menyampaikan bahwa lembaran penanda sarjana itu didapat berkat bantuan penuh joki skripsi sepanjang mengerjakan tugas akhir.

Saya berjumpa dengan Wahib* (24) di sebuah kedai kopi dekat Pasar Kranggan. Ia baru saja datang kembali ke Jogja khusus untuk mengambil ijazah, setelah setengah tahun pulang kampung pascakelulusan.

Lelaki ini mengaku terpikir untuk mengerjakan skripsi dengan bantuan joki sejak semester 3. Terhitung terencana secara matang dan bukan keputusan yang datang dalam semalam.

“Aku sudah kepikiran buat pakai joki skripsi walaupun saat itu lingkungan sekitarku nggak ada yang kepikiran begitu,” ujarnya.

Sejak semester tiga, ia memang mengaku mulai sering melimpahkan tugas-tugas terutama yang berkaitan dengan pengerjaan makalah dan penulisan ilmiah ke orang lain. Kadang temannya yang berkenan dibayar atau kadang ke joki tugas.

“Saat itu rasanya otakku sudah malas dan kesulitan untuk mengerjakan tugas-tugas akademis yang kaitannya sama penulisan,” katanya saat saya temui.

Ditambah lagi, Wahib memang tidak banyak berkegiatan di kampus dan merasakan suasana akademis. Sejak awal kuliah ia sudah nyambi menjadi pekerja lepas di beberapa tempat sebagai desainer grafis.

sarjana modal joki skripsi.MOJOK.CO
Ilustrasi. Wisuda jadi momen yang dinanti mahasiswa (Charles deLoye/Unsplash)

Hal itu membuatnya teralihkan dari geliat dunia akademis di kampus. Bahkan, ia mengaku merasa tidak membutuhkan gelar sarjana untuk bisa bekerja kelak. Praktis, semangatnya untuk menjalani kuliah dengan benar sudah pudar.

“Apalagi aku survei harga joki skripsi nggak mahal-mahal amat. Gajiku sebulan dua bulan sudah aman,” tukasnya.

Pakai joki skripsi kuliah tetap molor menyandang sarjana

Wahib baru gencar mencari informasi joki terpercaya menjelang semester 7. Akhirnya ia dapat rekomendasi dari seorang senior yang jadi sarjana dengan cara semacam itu saat sedang nongkrong bersama.

Tanpa pikir panjang, ia langsung mengontak joki skripsi itu. Sehari berselang mereka langsung bertemu dan Wahib membayar uang muka sebesar Rp2 juta dari total Rp3juta.

Wahib hanya menyetor gagasan awal skripsi dan objek penelitiannya. Selanjutnya, joki akan mengeksekusi secara penuh sampai ia bisa jadi sarjana.

“Awalnya aku punya ide menarik, ya tentang strategi branding suatu perusahaan,” kata Wahib.

Setelah joki mengerjakan sampai proposal, Wahib menyetorkan ke pembimbing skripsinya. Ekspektasi dan harapan tinggi yang sempat ada di kepalanya, seketika terbantahkan oleh dosennya. Proposal itu ternyata mendapat penolakan karena idenya dianggap kurang kuat.

Momen itu jadi titik awal perjalanan menjadi sarjana tetap molor meski dapat bantuan joki. Wahib berusaha mencari topik lain yang mudah pengerjaannya. Namun, malah membuatnya kewalahan.

“Akhirnya aku milih topik lain, temanya tentang yayasan punya saudaraku,” cetusnya.

Ide itu ternyata dapat persetujuan dari dosen. Namun, saat proses penelitian berjalan lebih lanjut, Wahib kelabakan karena yayasan itu tergolong baru dan belum punya data yang lengkap. Alhasil, ia memilih jalan pintas dengan memanipulasi banyak data tentang yayasan itu.

“Jadi aku sekalian membantu membuatkan berbagai urusan administratif yayasan itu, bahkan aku ngarang sendiri sebagian,” kelakarnya.

Hal itu memakan waktu cukup panjang. Wahib seperti kejatuhan sial lain, pihak joki skripsinya tiba-tiba agak mengendurkan kecepatan pengerjaan. Saat progresnya berjalan pun ia dapat banyak revisi dari dosennya.

Ternyata, saat itu, manajemen joki skripsi sering melemparkan proyek dari Wahib dari satu pekerja ke pekerja lain. Sehingga, pengerjaannya terkadang tidak sinkron. Hal itu membuatnya tetap terlambat merengkuh sarjana, sidang dan wisuda di semester 10, meski sudah menggunakan jalan pintas.

Baca selanjutnya…

Tidak menyesal dan tidak malu mengajak orang tua ke wisuda

Tidak merasakan penyesalan sama sekali saat sidang hingga wisuda

Wahib ingat, menjelang sidang ia sempat kepanikan. Selain tidak menguasai materi skripsi karena pakai joki, ia juga takut kedoknya terbongkar oleh dosen penguji.

“Pas baca skripsinya tu aslinya kerasa nggak puas, banyak banget penjelasan yang nggak logis. Tapi aku harus mempresentasikan sesuai naskah biar nggak ketahuan curang,” keluhnya.

Meski sempat keringan dingin, Wahib lulus ujian skripsi. Ia merayakan dengan teman-temannya seolah itu murni hasil jerih payahnya sendiri.

Saat wisuda, orang tuanya pun hadir. Wahib mengaku tidak sedikit pun merasakan penyesalan dan sungkan mengajak orang tuanya.

“Wisuda ya aku tetap bangga. Sebab, aku melihatnya ya kuliah itu tanggung jawab ke orang tua, intinya harus selesai. Mungkin aku bisa aja tanpa joki, tapi pasti molor banget sampai 14 semester,” paparnya.

Ia juga beranggapan bahwa sejak awal tidak mengandalkan ijazah untuk pekerjaan. Bahkan, ada satu momen dia meminta tambahan uang ke kakaknya untuk membayar joki skripsi.

“Aku pernah minta uang ke kakakku, bilangnya buat bayar orang bantuin olah data skripsi. Sebab, bapakku dulu S2 juga olah data pakai bantuan orang lain. Walaupun kalau aku kan beda, full pakai joki,” ujarnya tanpa segan.

Terkadang, ia agak tergerak hatinya ketika melihat teman yang terlihat lebih malas selama kuliah namun niat mengerjakan skripsi tanpa bantuan joki. “Tapi ya sudah itu pikiran selintas. Aku menghindari membandingkan dengan orang lain biar nggak ada rasa penyesalan dan bersalah sama sekali,” paparnya.

Geliat jasa joki skripsi di Jogja

Saat ini jasa joki skripsi bertebaran di Jogja. Baik yang bergerak perseorangan maupun yang punya manajemen layaknya profesional.

Mojok pernah mewawancarai pelaku joki yang fokus kepada mahasiswa Jurusan Sistem Informasi. Joki bernama Dias (29) itu mengaku punya beragam klien. Ada klien yang hanya kesulitan ngurusin dokumen, ada yang hanya kesulitan ngurusin software, dan ada pula yang kesulitan ngurusin dua-duanya.

Pekerjaan mengurus dokumen adalah yang paling murah, berkisar satu juta rupiah, sementara job bikin software yang jauh lebih susah bisa sampai tiga juta rupiah. Bisa mencapai lima juta jika software yang dikerjakan memiliki level kesulitan yang tinggi.

Sementara paket komplit yaitu dokumen dan software dibandrol seharga empat juta rupiah untuk software ringan, dan bisa lebih dari enam juta apabila kompleksitas software sangat tinggi.

“Skripsinya anak Sistem Informasi itu kan nggak kayak jurusan lain. Jurusan lain tinggal penelitian, baru dilanjutkan ke penulisan dokumennya. Nah kalo di Sistem Informasi itu setelah acc dokumen, kemudian dilanjutkan membuat software-nya. Nah, kami menerima jasa pembuatan dokumen maupun software-nya. Makin susah, makin mahal,” jelasnya

Semakin masifnya kehadiran joki skripsi bahkan tugas membuat banyak mahasiswa memilih jalan pintas. Atau sebaliknya, banyaknya mahasiswa yang ingin mendapat gelar sarjana tanpa bersusah payah membuat jasa semacam ini makin menjamur. Satu hal yang jelas, hal ini mencederai dunia akademis.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Anak Pengusaha Mapan Manipulasi UKT hingga Ditawari Beasiswa Bidikmisi, Cuma Bayar Rp4 Juta Sampai Lulus

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version