Panduan Bikin Proker KKN yang Diharapkan Warga Desa, Nggak Perlu Muluk-Muluk Entaskan Kemiskinan

Panduan Bikin Proker KKN yang Diharapkan Warga Desa, Nggak Perlu Muluk-Muluk Entaskan Kemiskinan.MOJOK.CO

Ilustrasi Panduan Bikin Proker KKN yang Diharapkan Warga Desa, Nggak Perlu Muluk-Muluk Entaskan Kemiskinan (Mojok.co/Ega Fansuri)

Masyarakat sebenarnya sangat senang dengan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang rutin diadakan kampus. Tak sedikit dari mereka mengaku cukup terbantu dengan kehadiran para mahasiswa KKN ke desa.

Makanya, ketika membaca liputan Mojok berjudul “Warga Desa Sebenarnya Muak dengan Mahasiswa KKN: Nggak Bantu Atasi Masalah Desa, Cuma Bisa bikin Les dan Acara 17 Agustusan”, Heru (45) tak sepenuhnya sepakat.

Ketua RT salah satu lingkungan di Jogja ini mengaku, kehadiran mahasiswa KKN malah menyumbang impak positif bagi warganya. Misalnya, dari hal yang paling kecil saja adalah menyangkut edukasi dan motivasi warga.

“Dulu kami nggak punya pengetahuan kalau air hujan itu bisa diolah, Mas. Cukup direbus sampai didih, itu aman diminum. Daripada pakai air sungai banyak pencemarannya, malah berbahaya itu,” ujarnya, menjelaskan maksud “edukasi” tadi kepada Mojok, Rabu (24/7/2024).

“Nah, kalau soal motivasi, nggak tahu kenapa saya merasa keberadaan mahasiswa KKN bikin pemuda sini minat untuk kuliah. Itu kan artinya bagus banget,” imbuhnya.

Nggak perlu muluk-muluk mengentaskan kemiskinan

Saat Mojok jumpai di salah satu kedai kopi keliling, Heru tergelitik ketika saya menyinggung soal “mahasiswa KKN yang mengentaskan kemiskinan”. Ia, yang mengaku pernah kuliah–meski tak selesai, juga sempat mencicipi rasanya KKN.

Dulu, saat masih jadi mahasiswa, ia punya semangat menggebu-gebu untuk menaikan taraf hidup masyarakat. Mengubah sistem, menyejahterakan kehidupan warga desa, sampai mengentaskan kemiskinan, adalah tujuannya melakukan KKN.

“Tapi sekarang pas udah menjadi sipil [warga biasa], saya paham, Mas, warga itu nggak muluk-muluk ingin dibantu segitunya,” kata dia.

“Ya kalau ada warga miskin, itu tanggung jawab pemerintah. Bukan mahasiswa yang pada dasarnya masih belajar,” tegasnya.

Bikin proker KKN yang tidak menggurui masyarakat adalah yang paling penting

Meskipun masyarakat tak berharap muluk pada proker KKN, tak sedikit mahasiswa yang malah punya “visi besar” terhadap program ini. Program-program yang mereka canangkan pun terbilang sangat “wah”. Dengan harapan, output-nya juga sangat luar biasa.

Menurut Ahmad (37), sosiolog di salah satu PTS Jogja yang beberapa kali menjadi dosen pembimbing KKN, itu akibat dari kecenderungan “messiah complex” yang dialami mahasiswa.

Pendeknya, banyak mahasiswa KKN menganggap diri mereka adalah “penyelamat”. Sehingga, saat tiba di lokasi KKN, mereka pun berusaha sekuat mungkin untuk “menyelamatkan warga desa” melalui proker KKN yang dibuat.

“Hasilnya, ya proker-proker yang sangat menggurui. Seolah mahasiswa tahu segalanya, sementara orang desa itu nggak tahu apa-apa. Padahal KKN itu prinsipnya saling belajar,” ungkap Ahmad.

Pernyataan ini juga diafirmasi Heru. Menurutnya, banyak mahasiswa KKN memiliki kecenderungan tadi. Misalnya, dalam kasus yang beberapa tahun terakhir ramai di Jogja, sekelompok mahasiswa gembar-gembor berhasil mengajari warga cara bikin kompos. Padahal, warga di desa tersebut sudah 20 tahun lebih menggunakan kompos untuk pemupukan skala kecil dan menengah.

“Kalau kasus kompos itu kan kebalik, Mas. Harusnya mahasiswa yang belajar cara bikin kompos, karena nyatanya masyarakat malah jauh lebih punya pengetahuan soal ini,” jelasnya.

“Idealnya mahasiswa bikin program aja yang memastikan produk kompos bikinan warga bisa terkenal dan direplikasi di tempat lain.”

Libatkan warga! Jangan cuma jadikan mereka “objek”

Pada Rabu (17/7/2024), Mojok juga sempat mewawancarai Ridho (28), warga Wonogiri yang desanya rutin jadi lokasi mahasiswa KKN. Dalam setahun, paling tidak ada 1-2 kampus di Solo yang menjalankan program tersebut di tempat tinggalnya.

Sayangnya, sejak Ridho kecil sampai sekarang sudah memiliki anak, ia belum merasakan dampak positif dari kehadiran KKN. Menurut Ridho, itu terjadi karena mahasiswa kerap bikin proker KKN nirfaedah dan tanpa melibatkan warga.

“Paling sering, tiap tahun ada aja mahasiswa KKN yang bikin program pengadaan plang penanda jalan, penanda masjid. Tanpa ada plang-plang itu, warga di sini sudah familiar dengan lokasi-lokasi itu,” ujar Ridho, menjelaskan salah satu proker KKN yang nirfaedah tadi.

“Sementara kalau program kayak karnaval atau jalan sehat aja deh yang paling sederhana, warga nggak dilibatkan sama sekali. Paling mentok kami kebagian kerja-kerja kasar. Padahal, kami juga perlu ilmu buat mengadakan acara.”

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Mahasiswa KKN cuma Sibuk Ngarang Cerita Horor, Ngerusuhi Desa karena Aslinya Nggak Angker

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version