Mahasiswa Surabaya Sudah Mantap DO tapi Langsung Ngebut Skripsian Gara-gara Surat Wasiat Ibu Sebelum Meninggal

Mahasiswa Surabaya Ngebut Skripsi karena Teror Arwah Ibu MOJOK.CO

Ilustrasi mahasiswa batal DO dan ngebut skripsi. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Awalnya mantap untuk drop out (DO), seorang mahasiswa Surabaya akhirnya bertekad ngebut skripsi di semester 12. Pasalnya, ia mengaku arwah sang ibu terus menerornya, mendesaknya agar segera lulus kuliah.

***

Jumat, (1/3/2024) dini hari, sekitar pukul 02.00 WIB, Pandu (26) mengirim WhatsApp (WA) ke saya yang pada intinya adalah membicarakan soal skripsi.

Pesan itu baru saya baca pagi harinya, saat saya bangun tak lama setelah azan Subuh. Pesan yang membuat saya sontak membatin, “Hah?”. Tak percaya.

Bagaimana tidak. Dalam pertemuan kami terakhir kali pada November 2023 lalu di sebuah warung kopi di Wonocolo, Surabaya, Pandu dengan santai menyebut bahwa besar kemungkinan ia akan memilih DO.

“Sudah sejak lama aku merasa kuliah begitu-begitu saja, nggak ada urgensinya. Punya ijazah pun cari kerja tetap sulit kan?,” ujarnya waktu itu.

Pandu sendiri sejak semester 4 sudah bekerja di sebuah konter HP yang cukup besar di Surabaya. Gajinya lumayan. Ia daftar kerja itu pun dengan ijazah SMA.

Mungkin itu yang membuatnya sudah malas untuk kuliah. Atau bisa jadi juga karena urusan idealisme. Saya waktu itu tak bisa menangkap alasan persis Pandu rela-rela saja jika DO.

Namun, yang jelas, pesan WA yang ia kirim dini hari itu membuat saya jelas agak kaget. Mengingat, sekarang sudah semester 12. Dua semester lagi kalau tak kunjung mengerjakan skripsi, maka ia sudah otomatis DO.

Dan memang itulah yang awalnya ia niatkan, DO secara otomatis di semester 14. Tapi kok tiba-tiba malah tampak gopoh-gapah ingin mengerjakan skripsi?

Teror arwah ibu pada mahasiswa Surabaya

“Ada desakan dari dosen wali, ta, kok tiba-tiba mau ngerjain skripsi?,” tanya saya menggojlok. “Atau kesurupan apa?”

Pandu lantas terkekeh. Ia mengaku sudah berulang kali mendapat desakan dari dosen walinya. Namun, ia tak menggubris.

Dari yang semula sering mengirim pesan tiap dua kali dalam sebulan, si dosen wali akhirnya lepas tangan. Tak mencoba mendesak Pandu lagi.

Teman-teman tongkrongan, seperti saya pun sudah berulang kali mengingatkan agar Pandu lekas merampungkan skripsinya.

Bahkan, sepanjang masih di Surabaya, saya sendiri sudah dengan senang hati meminjaminya laptop karena ia tak punya.

Toh beberapa kawan yang tak punya laptop selama ini kalau skripsian juga saya pinjami. Akan tetapi, Pandu tak ada pergerakan. Ia malah sibuk mengisi waktu luang dengan aktif di forum-forum diskusi di Surabaya.

“Belakangan ibuku sering datang ke mimpi cok!” kata mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) tersebut.

“Semalam kayak agak marah, ‘Ayo lhang dikerjakan skrispnya.’ Ibu bilang gitu,” sambungnya.

Pandu lantas mengaku, sebenarnya itu bukan kali pertama ia seperti didatangi oleh arwah sang ibu untuk menanyakan progres skripsi dari anak sulungnya tersebut.

Namun, biasanya sang ibu datang dengan nada lembut. Beda dengan yang baru-baru ini terjadi, sang ibu seperti marah dengan Pandu.

Surat wasiat saat Surabaya jadi zona merah

Untuk diketahui, ibu Pandu meninggal menjelang penghujung 2021 silam, saat Surabaya menjadi zona merah persebaran Covid-19.

Ibu pandu termasuk pasien yang terjangkit virus tersebut hingga harus menjalani masa isolasi dan perawatan di sebuah rumah sakit di Surabaya.

“Di detik-detik terakhir sebelum ibu nggak sadarkan diri (kritis), ibu sempat minta aku ambilin pulpen dan kertas,” tutur Pandu.

Ibu Pandu lalu tampak menuliskan sebuah kelimat di secarik kertas tersebut, yang kemudian ia serahkan pada Pandu. Belum juga kertas itu Pandu baca, ibunya telah mengembuskan napas terakhir.

“Ibu nggak minta apa-apa, ibu cuma minta aku ngerjain skripsi, nyelesaiin kuliah,” ujar Pandu menjelaskan apa isi dari secarik kertas itu, yang ternyata adalah surat wasiat agar Pandu menuntaskan kuliahnya.

Hidup tak karuan tanpa ibu

Membaca surat wasiat dari ibunya itu, Pandu sebenarnya memiliki tekad untuk segera menuntaskan kuliah.

Berkali-kali ia mencoba mencari topik dan sumber untuk skripsi yang akan ia tulis.

Namun, setiap kali hendak mengeksekusinya, ia merasa pikirannya mampet. Selain itu, ia juga merasa moodnya untuk mengerjakan skripsi sering kali hilang tiba-tiba tiap kali ia sadar kalau sang ibu sudah tiada.

“Nggak cuma buat skripsian, buat kerja dan aktivitas sehari-hari aja aku sudah males. Hampa. Rasanya pengin segera nyusul ibu saja,” ujarnya.

“Anak laki-laki kalau sudah nggak punya ibu, dunianya hancur. Ya kayak anak perempuan kalau ayahnya meninggal,” sambungnya.

Alhasil, karena berlarut-larut dalam luka dan kesedihan (karena ibu meninggal), Pandu kemudian lepas tangan pada skripsinya. Pasrah saja kalau nanti DO.

“Aku setiap semester bayar UKT. Buat jaga-jaga kalau aku sudah punya energi buat skripsian. Tapi nyatanya ya aku merasa selalu nggak punya energi. Hampa,” imbuhnya.

Terlebih, selain kehilangan sosok ibu, saat itu Pandu juga tengah hancur-hancurnya soal asmara. Maka, semakin komplet lah alasan-alasan yang membuatnya kehilangan gairah untuk mengerjakan skripsi.

Semester 14 harus lulus

Usai mendapat mimpi ‘teror’ dari arwah ibu, Pandu pun menziarahi makam ibunya di sebuah komplek pemakaman di Pacar Keling, Surabaya. Tak sekadar berdoa, tapi ia juga mencurahkan alasannya tak kunjung mengerjakan skirpsi.

Ilustrasi mahasiswa ngebut skripsi. (Unsplash)

Bukan karena malas dan menyepelekan wasiat sang ibu, tapi justru karena Pandu merasa tak kuasa menjalani hari-hari tanpa kehadiran sosok ibu. Terlampau berat.

“Seandainya ibu masih hidup, pasti nggak seberat ini. Pasti skripsi jadi perkara remeh bagiku,” ucap Pandu di hadapan pusara sang ibunda.

Pandu pun tak luput meminta doa pada ibunya agar tekadnya untuk menuntaskan skripsinya berjalan mudah.

“Sekarang ibu ada di sisi Tuhan. Jadi kalau dulu ia melindungi anak-anknya lewat doa, sekarang ibu langsung bisa ngomong ke Tuhan,” tuturnya.

Kepada saya, ia bertekad semester 14 bisa tuntas. Itu target yang realistis baginya. Ia membatalkan niat untuk DO yang sebelumnya sudah bulat.

Sementara saya memastikan bisa membantunya kalau ada kesulitan-kesuitan yang kiranya bisa diselesaikan lewat WA.

Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Sudah Nggak Zamannya Aktivis Lulus Molor, Harus Membuktikan Diri Lulus Cepat IPK Tinggi Meski Sibuk-sibuknya di Organisasi

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version