Menerima besiswa KIP Kuliah (KIPK) membuat seorang mahasiswa miskin di Surabaya sengaja bergaya hedon. Tak cuma itu, ia bahkan berani blak-blakan mengakui menelantarkan orangtuanya yang miskin. Tapi mahsiswa Surabaya tersebut punya alasan kenapa berbuat demikian. Tidak lain adalah urusan balas dendam
***
Obrolan antara saya dan Fia* (25), bukan nama asli, sempat agak alot saat saya bermaksud menulis ceritnya. Pasalnya, ia tidak siap mendapat cap sebagai mahasiswa KIP Kuliah tak tahu diri sekaligus anak durhaka. Terlebih baru-baru ini tengah viral mahasiswa KIP Kuliah dengan gaya hidup hedon yang berujung dirujak netizen.
Namun, karena saya menjamin identitasnya tak saya tulis secara blak-blakan, mahasiswa salah satu kampus negeri di Surabaya itu pun bersedia ceritanya saya tulis di Mojok.
Bapak tak sanggup biayai kuliah di Surabaya
“Aku nggak urusan ya kalau misalnya ada yang pemalsuan data. Tapi kalau ada penerima KIP Kuliah yang memang bener-bener dari keluarga miskin, apa salahnya kalau hidup hedon?,” ujar Fia saat saya mintai pendapat mengenai banyaknya mahasiswa KIP Kuliah yang gaya hidupnya sangat hedon, seperti tak mencerminkan kalau ia berasal dari kalangan orang susah.
Fia sendiri merupakan mahasiswa asal Tulungagung, Jawa Timur. Ia kuliah dengan KIP Kuliah di salah satu kampus negeri di Surabaya sejak 2021. Bapaknya petani, sementara ibunya hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Ia memiliki satu kakak perempuan yang sudah berumah tangga sendiri dan bekerja di Tulungagung.
Hidup dalam kemiskinan membuat Fia memendam banyak keinginan sejak kecil. Alasannya jelas, bapaknya pasti tak akan menuruti karena pada dasarnya tak punya uang lebih.
Termasuk saat Fia berniat untuk kuliah di Surabaya. Bapaknya dengan terus terang menyatakan tak sanggup kalau misalnya Fia harus minta biaya dan kiriman bulanan.
“Apalagi di Surabaya. Dalam benak bapak, kehidupan di Surabaya pasti serba mahal. Jadi bapak langsung bilang nggak sanggup,” kata Fia.
“Tapi karena aku menegaskan aku nggak bakal minta uang sepeserpun ke rumah, bapak pun bilang terserah aku saja,” tutur mahasiswa KIP Kuliah di kampus Surabaya tersebut.
Mahasiswa KIP Kuliah berhak hidup hedon
Sebenarnya saat awal-awal kuliah di Surabaya pada 2021 itu, Fia masih mencoba menekan banyak keinginan. Ia betul-betul mencoba menekan pengeluarannya hanya untuk kebutuhan primer saja: untuk makan sehari-hari atau untuk hal-hal yang berurusan langsung dengan kepentingan kuliah.
“Makan ya cari yang semurah mungkin. Nggak pernah ikut nongkrong-nongkrong. Nggak pernah beli make up. Tirakat betul,” kata mahasiswa KIP Kuliah itu.
“Sejak semester awal aku juga udah mulai kuliah sambil kerja di Surabaya. Ngajar privat. Karena emang orangtua bener-bener nggak akan kasih kiriman,” ucap mahasiswa semester 6 tersebut.
Akan tetapi, seiring waktu, Fia mulai berpikir bahwa ia berhak untuk membahagiakan diri sendiri. Ia merasa sudah terlalu lama menekan banyak keinginan. Oleh karena itu, sejak semester 2 ia mulai berani membelanjakan uangnya untuk keperluan-keperluan sekunder.
Misalnya, karena kebetulan ia mulai suka hiking, mahasiswa KIP Kuliah itu pun akhirnya membeli satu per satu barang dari salah satu brand hiking ternama, yang harganya tentu terbilang mahal untuk kalangan mendang-mending. Dari jaket, sandal, sepatu, tas dan lain-lain ia beli dari brand tersebut. Bahkan kaos kaki pun ia belinya dari brand tersebut.
“Mulai coba-coba pakai make up. Terus baru-baru ini juga baru ganti HP (iPhone. Untuk tipenya Fia tak mau membuka). Makan juga sekarang nggak mikir yang murah. Pengin Richeese ya tinggal berangkat,” tutur Fia.
Fia sendiri menyadari, banyak teman-temannya yang menilai bahwa gaya hidup Fia cenderung berubah. Termasuk teman kosnya sendiri yang sampai menegur Fia agar jangan menghambur-hamburkan uang. Akan lebih baik jika uangnya untuk menabung. Begitu pesan teman sekos Fia.
“Tapi maksudku, aku itu sudah sejak lahir ngerasain mau beli apa nggak pernah keturutan. Dan sekarang aku punya kesempatan itu. Kenapa dianggap hidup foya-foya. Orang-orang kan nggak tahu dulu seberapa ngempetnya aku kalau mau beli sesuatu,” ujar mahasiswa Surabaya penerima KIP Kuliah itu dengan nada agak meninggi.
Baca halaman selanjutnya…
Telantarkan orangtua karena kesal bapak ibu miskin
Mahasiswa KIP Kuliah Surabaya telantarkan orangtua
Sebenarnya Fia agak keberatan jika disebut menelantarkan orangtuanya. Tapi cerita yang kemudian berkembang di lingkarannya di kampus Surabaya menyebutnya demikian. Fia tak punya waktu untuk klarifikasi.
“Kejadiannya semester 4 lalu. Gara-gara kejadian itu teman kosku sampai pindah. Aku menduga, cerita kejadian itu bisa menyebar ya mungkin karena mantan teman kosku itu yang cerita,” ujar Fia.
Ceritanya, sudah sejak semester 2 orangtua Fia berniat ingin nyambangi Fia di Surabaya. Orangtua Fia hanya ingin tahu bagaimana kondisi sang anak di Surabaya. Namun, Fia melarang.
“Karena ujung-ujungnya pasti ngerepotin,” kata Fia.
Hingga akhirnya, di semester 4, tanpa bilang Fia terlebih dulu, orangtuanya berangkat naik bus dari Tulungagung menuju Surabaya untuk nyambangi anak keduanya tersebut. Bapak Fia baru mengabari ketika sudah tiba di Terminal Bungurasih pada siang hari.
Karena kedatangan keduanya adalah kedatangan yang tak Fia inginkan, Fia sontak kesal bukan main dengan kedatangan orangtuanya itu. Fia sempat menemui orangtuanya itu di masjid Terminal Bungurasih. Tapi setelah itu Fia langsung pamit balik kos. Meninggalkan kedua orangtuanya di masjid Terminal Bungurasih.
“Nggak samean ajak makan dulu?” tanya saya refleks.
“Aku sudah kesel. Jadi nggak ada pikiran. Teman kosku juga nawarin biar orangtuaku nginep di kos aja, biar temenku itu yang sementara ngungsi di kos lain. Tapi aku menolak,” jawab Fia, dengan agak terbata-bata saat menceritakan bagian ini.
Kesal atas kemiskinan orangtua
Malam harinya, bapak Fia mengabari kalau bakal balik ke Tulungagung malam itu juga. Fia mengiayakan, tak berpikir mencegah. Kejadian itulah yang kemudian membuat teman kosnya sampai merasa tak habis pikir hingga kemudian memilih pindah.
Fia juga mengaku sampai ditelpon kakak perempuannya. Kakak perempuannya sampai nangis kenapa Fia bisa bersikap demikian pada kedua orangtuanya.
“Setelah kurenungkan, sikapku memang keterlaluan. Aku ngaku salah. Tapi aku cuma merasa, bapak dan ibu itu udah nggak ngasih apa-apa di hidupku. Biayin kuliah aja nggak bisa. Jadi sekarang biarkan aku menikmati hidupku. Jangan malah datang-datang merepotkan,” ujar mahasiswa KIP Kuliah tersebut.
Fia memang belum pernah meminta maaf pada bapak dan ibunya atas kejadian tak menyenangkan di Terminal Bungurasih, Surabaya itu. Hanya saja, sejauh ini Fia merasa orangtuanya tak pernah mengungkit-ungkit. Orangtuanya masih memperlakukan Fia dengan sangat baik tiap ia pulang ke Tulungagung.
“Kekasalanku pada bapak dan ibu ya cuma itu, karena nggak bisa memenuhi apa yang aku inginkan,” tutup mahasiswa KIP Kuliah di kampus Surabaya itu.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti berita an artikel Mojok lainnya Google News