Lulus menjelang telat menjelang batas waktu drop out membuat mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya tak punya teman seangkatan saat sidang skripsi. Uniknya, ia malah berjumpa dengan temannya yang sudah jadi dosen.
***
Umumnya, mahasiswa zaman sekarang merayakan sidang tugas akhir atau sidang skripsi penanda sarjana dengan mengunggah kebahagiaan di media sosial. Namun, mahasiswa ITS bernama Mabrur (25) sudah kehilangan gairah untuk merayakannya.
Selepas sidang skripsi, ia hanya mengunggah fotonya mengenakan kemeja putih berdasi dan memegang segepok kertas tugas akhir. Hal itu pun ia lakukan dengan membatasi orang yang melihatnya atau membuat unggahan close friend di Instagram.
“Aku cuma unggah story di Instagram karena malas mengabari teman-temanku yang seminggu sebelum aku sidang skripsi udah pada menanyakan kabar dan persiapan. Ketimbang harus ngabari satu per satu,” katanya saat Mojok hubungi Selasa (6/2/2024).
Saat akhirnya bisa sidang skripsi pada akhir Januari 2024 lalu, ia merupakan satu dari empat mahasiswa ITS di angkatannya yang belum wisuda. Teman seangkatan lainnya sudah lulus dan bekerja atau studi lanjut S2.
Tanpa teman seangkatan yang mengingatkan, ia sempat lupa membawa lembar hasil tugas akhirnya untuk diserahkan ke dosen penguji saat sidang skripsi. Namun, beruntungnya dosen yang awalnya meminta hal tersebut mau menoleransi.
“Sidang berjalan lancar. Walaupun dosennya sempat mencecarku dengan pertanyaan sampai menepuk jidat,” curhatnya.
Perjalanan panjang Mabrur sampai harus menempuh studi nyaris sampai semester 14 berawal dari kisahnya salah jurusan kuliah. Kondisi yang membuatnya pernah malas-malasan kuliah dan mencari pelarian lain di ITS dengan aktif berorganisasi.
Beruntungnya, sejak awal semester 13 ia tergerak untuk cepat-cepat menuntaskan studinya di ITS. Namun, dirinya baru benar-benar terpacu Desember 2023.
“Jadi ibaratnya skripsiku ini 40% kelar dalam sebulan,” kelakarnya.
Sepinya hari menjalani kuliah jelang masa drop out
Proses mahasiswa ITS ini sampai bisa sidang skripsi penuh kesepian. Meski masih punya tiga teman seangkatan di ITS yang sama-sama berjuang menghindari drop out, mereka tidak saling kontak intens di semester 13 lalu.
Ada temannya yang mengurung diri karena tertekan. Setiap Mabrur mengajak untuk mengerjakan tugas akhir bersama, pasti menolak dengan berbagai alasan.
Beberapa semester terakhir, ia mengaku sudah terbiasa dengan sepi dan tekanan yang datang dari keluarga dan teman yang sudah lulus. Dulu, hal itu sempat jadi isu. Bapaknya sering membandingkan dengan anak saudara yang sudah lulus
“Ada fase saat orang tua menekan terus. Tapi mungkin sekarang sudah kasihan. Kalau telfon pasti tanya sedang apa? Aku jawab lagi di depan laptop. Bapak lalu menjawab, ‘ealah durung kelar to nak’,” tuturnya.
Anak muda asal Temanggung ini pun memilih untuk fokus dengan progresnya sendiri. Meski kesepian sering mendera.
Saking jarangnya berinteraksi dengan orang, selain bertegus sapa ala kadarnya dengan penjual makan dan tetangga kos, Mabrur mengaku sampai bicara sendiri.
Mungkin masih wajar, dalam sebuah lamunan, seseorang membayangkan suatu skenario kejadian. Namun, Mabrur sampai memperagakan dialog khalayan itu.
Suatu ketika, ia hendak mandi, sudah di kamar mandi duduk di kloset, tiba-tiba ia membayangkan kalau menikah dengan wanita asal Prancis. Ia lama tinggal di sana sampai akhirnya tiba momen pulang kampung ke Temanggung.
Baca halaman selanjutnya…
Sidang skripsi tanpa pendamping, tiba-tiba ketemu teman seangkatan yang sudah jadi dosen
Sidang skripsi tanpa pendamping malah ketemu teman yang sudah jadi dosen ITS
Fase berat itu akhirnya terlewat. Teman-temannya di ITS yang kebanyakan sudah cabut dari Surabaya membuatnya datang sidang skripsi seorang diri. Di sana, ia mengantre bersama beberapa adik tingkat yang kebanyakan tak ia kenal.
Uniknya, ia justru tak sengaja bertemu teman seangkatan yang sudah menjadi dosen di ITS. “Ya berarti hitungannya dia bukan menemani. Lha dia juga awalnya nggak tahu kalau aku baru sidang,” kelakarnya.
Saat Mabrur sedang menunggu giliran sidang, ia terhenyak karena tiba-tiba temannya yang baru keluar ruang dosen mendekatinya. Ia lalu menegur, mencoba berbasa-basi bertanya apakah temannya itu masih mengingatnya.
“Ya kita jarang ketemu. Dia lulus cepat lalu ambil S2 jalur fast track, akhir 2023 lalu sudah jadi dosen di ITS,” katanya.
Mabrur tertawa saat mengenang kejadian itu. Namun, menurutnya ada kakak tingkatnya yang lebih parah lagi.
“Ada kakak tingkatku angkatan 2016. Dia sebenarnya sudah mau drop out, tapi mengupayakan ekstensi agar bisa merampungkan skripsi. Dia dapat pembimbing ya teman seangkatannya juga yang sudah jadi dosen,” kelakarnya.
Hal-hal unik ini menemani perjalanannya hingga akhirnya bisa lulus sidang skripsi. Setelahnya, ia buru-buru melakukan revisi dan menyiapkan berkas pendukung agar bisa segera yudisium. Sehingga, bisa cepat-cepat wisuda.
Memboyong orang tuanya ke Surabaya yang sudah lama menanti anak pertamanya menjadi sarjana. Apalagi, Mabrur sebenarnya dulu menjalani delapan semeseter pertama kuliah dengan beasiswa penuh. Telat lulus membuat orang tuanya akhirnya kembali mengeluarkan biaya.
Selain itu, ia sudah mulai berkemas-kemas untuk meninggalkan Surabaya. Kota yang sudah menemaninya lebih dari enam tahun. Masa yang penuh cerita, saksi salah jurusan kuliah, kesepian di masa akhir kuliah, sampai drama kecil menjelang jadi sarjana.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News