Cerita Korban Pinjol UKT ITB yang Terancam Putus Kuliah, Memilih Cuti dan Bekerja Demi Bayar Tagihan Puluhan Juta

Cerita Korban Pinjol UKT ITB yang Terancam Putus Kuliah, Memilih Cuti dan Bekerja Demi Bayar Tagihan Puluhan Juta.mojok.co

Ilustrasi Cerita Korban Pinjol UKT ITB yang Terancam Putus Kuliah, Memilih Cuti dan Bekerja Demi Bayar Tagihan Puluhan Juta (Mojok.co)

Satu per satu korban “pinjol” UKT di Institut Teknologi Bandung (ITB) buka suara. Brian (22), mahasiswa semester akhir ITB yang meminta namanya disamarkan, mengaku terancam putus kuliah karena tak mampu membayar UKT. Bahkan, orang tuanya sampai nyaris “pinjol untuk membayar pinjol UKT”.

Persoalan pinjol UKT yang berlaku di ITB, sebenarnya sudah mencuat sejak bulan Januari 2024 lalu. Keramaian ini bermula ketika akun ITBFess memposting sebuah foto di X, terkait kerjasama ITB dengan Danacita–penyedia pinjaman bagi mahasiswa yang ingin mencicil biaya kuliah mereka.

“Anjaaaay, disuruh pinjol sama itb! Kami segenap civitas akademik ITB mengucapkan ‘SELAMAT MEMBAYAR CICILAN BESERTA BUNGANYA’,” tulis akun tersebut, yang per hari ini sudah dilihat sebanyak 1,4 juta kali.

Dari postingan tersebut, beberapa mahasiswa akhirnya “menguliti” kebijakan uang kuliah ITB yang mereka anggap problematik. Seperti UKT yang terpukul rata belasan sampai puluhan juta, hingga skema cicilan dengan bunga yang enggak ngotak.

Dulu mudah menurunkan UKT ITB, sekarang bikin mengkis-mengkis

Dini (24), alumnus jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) ITB angkatan 2017 mengaku, skema uang kuliah di ITB memang dipukul rata untuk semua jurusan kecuali Sekolah Manajemen dan Bisnis (SMB).

Kata dia, semua jurusan mendapatkan UKT dengan nominal Rp12,5 juta. Sementara bagi SMB, jumlahnya dua kali lipat, yang berarti Rp25 juta.

Namun, kata perempuan yang kini bekerja sebagai ilustrator media online ini, dulu sangat mudah menurunkan UKT. “Aku yang dapat Rp12,5 juta turun jadi Rp10 juta,” kata Dini saat saya temui di kantornya, Rabu (28/2/2024). “Bahkan, teman-temanku ada yang turun jauh dari nominal sebelumnya,” lanjut dia.

Bahkan, kata Dini, bagi mahasiswa yang belum bisa membayar UKT sekalipun, dulu masih boleh mengambil mata kuliah. Artinya, mahasiswa tetap bisa kuliah sekalipun masih ada tunggakan di semester sebelumnya.

Sayangnya, kebijakan tersebut seketika berubah. Menurut Brian, salah satu mahasiswa ITB yang mengeluhkan kebijakan baru ini, kampusnya menerapkan aturan baru yang memaksa para mahasiswa untuk membayar minimal 40 persen UKT agar bisa mengikuti kelas.

“Bahkan yang masih punya tanggungan di semester sebelumnya, kampus juga memaksa mereka buat cuti,” kata Brian saat Mojok hubungi, Rabu (28/2/2024).

Selalu gagal menurunkan UKT, tanggungan pun menumpuk sampai puluhan juta

Sejak awal, mahasiswa asal Jawa Barat ini mengaku sudah kesulitan membayar UKT di ITB. Pangkal permasalahannya adalah pandemi Covid-19 yang bikin perekonomian keluarganya terguncang.

“Sempat mikir buat mengundurkan diri aja karena harus bayar Rp12,5 juta,” katanya. “Tapi bapak melarang, katanya bisa diusahakan,” sambungnya.

Alhasil, orang tuanya pun harus cari pinjaman sana-sini buat membayar UKT-nya. Brian juga mengaku sempat mengajukan permohonan penurunan, tapi selalu gagal.

Kemudin di semester berikutnya, ia makin kesulitan bayar UKT karena orang tuanya tak kunjung dapat pekerjaan tetap. Untungnya, kata Brian, kampus masih bersikap baik dengan memberinya penangguhan. “Enggak apa-apa belum bayar uang kuliah, masih bisa ambil semester,” ingatnya.

Sayangnya, pada akhir 2023 lalu, pihak kampus memaksanya untuk membayar tagihan semester sebelumnya sebagai syarat mengambil mata kuliah. “Katanya harus bayar paling tidak 40 persen,” jelasnya.

Kebijakan baru memaksa mahasiswa ITB untuk membayar minimal 40 persen tagihan semester sebelumnya agar bisa ikut kelas (dok. ITB)

Total tagihan Brian cukup besar, mencapai puluhan juta. Jujur, ia tidak mampu untuk memenuhi tuntutan kampus. Alhasil, pada momen inilah kampus menawarinya pembayaran skema pinjol. Brian sempat tergiur untuk mengambil pinjaman dengan tenor 12 bulan, meski akhirnya ia urungkan karena merasa kasihan dengan orang tuanya.

Kata mahasiswa ITB, pinjol UKT “enggak ngotak”

Melansir situs resmi Danacita, setiap pinjaman untuk cicilan 12 bulan, mereka mengenakan biaya bulanan platform 1,75 persen dan biaya persetujuan 3 persen. Sementara untuk cicilan enam bulan, biaya bulanan platform 1,6 persen dan biaya persetujuan 3 persen.

Artinya, dengan tanggungan Rp25 juta, jika mengambil tenor paling lama (12 bulan) artinya Brian harus mengangsur rata-rata Rp2.583.000 per bulan. Dengan begitu, total uang yang harus ia bayarkan untuk lunas sekitar Rp31 juta.

“Selisih Rp6 juta dari yang seharusnya. Benar-benar enggak ngotak,” jelasnya.

Ia pun merasa bahwa kebijakan ini amat tidak etis. Khususnya lagi praktiknya terjadi di lingkup perguruan tinggi. “Sudah sangat tepat kalau orang-orang nyebut ITB itu lembaga pinjol,” kata dia.

Brian pun pada akhirnya memilih cuti satu semester karena tidak mau mengambil mekanisme pembayaran tersebut. Ia lebih memilih terlambat lulus ketimbang harus menyusahkan kedua orang tuanya. Ia juga mengaku kalau orang tuanya sempat berpikir untuk pinjol demi membayari uang kuliahnya. Namun, Brian melarangnya.

“Pinjol dibayar dengan pinjol, kan lucu.”

Mengisi waktu cuti dengan bekerja

Untuk mengisi waktu cutinya, Brian berencana mengambil sebuah pekerjaan. Saat ini, ia memang belum tahu harus bekerja apa. Namun, beberapa alumni dan kenalannya sudah mulai menawarinya lowongan.

“Ada yang menawari kerja di pabrik, sekitaran Jakarta, modal ijazah SMA bisa,” ujar Brian. “Tak sedikit juga yang nawarin freelance, bantu-bantu proyekan acara gitu,” lanjutnya.

Ia sadar, dengan tanggungan UKT sebesar itu, rasanya cukup mustahil bisa dia lunasi dalam kurun enam bulan–waktu cuti. Tapi ia juga menyadari, kalau ini adalah opsi terbaik yang bisa dia ambil. “Paling tidak beban orang tua sedikit ringan.”

Bayang-bayang putus kuliah pun juga terus menghantuinya. Di satu sisi, ia kasihan dengan orang tuanya yang harus banting tulang menanggung biaya pendidikannya. Tapi di sisi lain, lulus ITB dari jurusannya ini adalah cita-cita orang tuanya yang tak mungkin ia hancurkan.

“Seandainya bukan karena orang tua, mungkin aku udah berhenti [kuliah] atau pindah kampus lain yang biayanya lebih manusiawi,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Mahasiswa Jogja Merampok 10 Pinjol Ilegal Buat Slot dan Membayari UKT Teman Kuliah

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version