Mahasiswa Banten Diejek Hanya Pantas Jadi Kenek Angkot: Eh Kuliah UGM, Kini Punya Profesi Mentereng

Ilustrasi - Kisah pemuda Banten yang tembus UGM usai diejek sebagai kenek angkot. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Awalnya disebut hanya pantas menjadi kenek angkot bahkan gelandangan, seorang mahasiswa Banten akhirnya membuktikan diri dengan kuliah di UGM dan kini bekerja di sebuah perusahaan digital yang bergerak di bidang pendidikan.

***

Bangun tidur di bus dalam perjalanan Jombang-Jogja pada Minggu, (11/2/2024), saya menemukan thread panjang di X yang langsung membuat saya melek untuk membacanya sampai tuntas.

Thread tersebut sebenarnya adalah thread lama akun @AfidBaroroh pada 2019 silam yang diunggah ulang oleh akun @tossdulugaksie.

Pengantar dari unggahan tersebut berhasil membuat banyak warganet mampir untuk ikut membacanya, termasuk saya. Lebih-lebih bagi mereka yang merasa dalam hidupnya sering diremehkan oleh orang lain.

Setelah saya telusuri, ternyata Afid Baroroh (pengunggah awal) yang merupakan mahasiswa Banten pernah menuliskan cerita masa kelas 12 SMA-nya tersebut di Terminal Mojok pada 24 Desember 2019 berjudul “Perjuanganku dari Kaum Rebahan Sampai Kuliah di UGM”.

Anak montir dan penjual nasi uduk di Banten

Afid, sapaan akrabnya, menceritakan bahwa ia lahir dari keluarga yang sangat biasa dari Banten. Bapaknya seorang montir, sementara ibunya adalah penjual nasi uduk keliling.

Itulah yang lantas membuat Afid menjadi siswa yang sering dapat pandangan remeh dan rendah dari gurunya di sekolah, terkhusus dari guru BK.

Karena seturut pengakuan mahasiswa Banten itu, siswa dari jurusan Bahasa itu menjadi salah satu siswa yang paling sering keluar-masuk guru BK. Entah karena sering tidur di kelas, bahkan karena ia kedapatan menjual nasi bungkus dagangan ibunya.

Padahal, hal itu ia lakukan tidak lain adalah untuk membantu orang tuanya.

“Hampir setiap hari sejak kelas 2 SMA, aku selalu bawa 30 bungkus nasi uduk emakku. 10 kujual di kelas, 20 aku titipkan ke kantin,” tutur Afid.

“Untung, dipake buat kebutuhan sekolah, beli kaos kaki biar nggak aku ikat karet, atau ngasih adekku jajan,” sambungnya.

Alasan yang sebenarnya sangat mengharukan dan seharusnya mengundang simpati. Namun, teguran dari guru BK-nya membuat Afid hanya bisa menghela napas panjang.

“Sekolah tempat belajar. Bukan usaha,” begitu kata si guru BK, sejauh yang Afid ingat.

Anggapan hanya pantas jadi kenek angkot atau gelandangan

Dalam satu kesempatan mata pelajaran Bahasa Jerman, Afid yang baru saja bangun dari tidurnya di belakang kelas, hanya bisa merespon bingung saat si guru tiba-tiba bertanya perihal ke mana siswa-siswi di kelas tersebut ingin kuliah kelak?

Seturut pengakuan Afid, rata-rata memiliki impian yang sangat tinggi; kuliah di universitas-universitas top tanah air. Bahkan, seorang siswa yang menurut Afid paling pintar di kelas, saat itu dengan penuh percaya diri menyebut nama UI (Universitas Indonesia).

“Nggak (kuliah), Bu. Saya punya tiga adik yang harus saya sekolahkan,” jawab Afid saat si guru mulai menanyainya.

“Harusnya ibu kasih saya tiga pilihan perusahaan yang udah kerja sama dengan sekolah, pasti saya pilih. Nikomas, Indahkiat atau apalah gitu, Bu,” sambung Afid. Akan tetapi, jawaban si guru benar-benar menyakitkan.

“Orang macem kamu itu cuma cocok jadi tukang tambal ban, kenek angkot, atau jadi gelandangan,” kata si guru yang benar-benar melekat dalam ingatan Afid.

Tak menyangka tembus UGM

Atas setiap orang yang meremehkan dan merendahkannya, Afid lantas mencoba merenung, apa sebenarnya yang salah padanya?

Setelah itu, Afid lantas bertekad untuk mengubah keadaan dan cara pandang orang lain pada sosoknya. Afid diam-diam melakukan “les privat” kepada seorang teman yang sebelumnya ia bahkan tak akrab dengannya.

“Aku diem-diem cari cara buat belajar. Aku dekati temen-temen ipa. Responsnya? Mereka semua menjauh, takut ketularan ini itu segala macaem. Ke anak IPS, malah diketawain,” ungkap Afid, sebelum akhirnya ia menemukan seorang teman yang mau membimbingnya belajar.

Singkat cerita, mahasiswa Banten itu lulus sebagai satu dari 20 lulusan terbaik.

Guru BK lantas mendesaknya untuk daftar SNMPTN. UGM dan UB Afid pilih secara ngawur, karena ia sendiri waktu itu benar-benar masih kebingungan dengan apa yang ia capai. Hingga akhirnya, ia tembus Sastra Indonesia UGM.

Pemuda Banten yang Tembus UGM Usai Diejek Hanya Pantas Jadi Kenek Angkot MOJOk.CO
Cerita pemuda Banten yang tembus UGM usai diejek hanya pantas jadi kenek angkot (X/@AfidBaroroh)

Sempat tak dapat restu kuliah UGM karena faktor biaya

Namun, drama kehidupan Afid masih belum berhenti di situ. Saat mengetahui ia akan kuliah di UGM, ibunya pun lantas meminta Afid untuk membatalkannya.

Pasalnya, dalam benak ibu Afid, tentu mereka tidak akan kuat membiayai Afid kuliah. Mengingat, pendapatan orang tua Afid yang tak seberapa besar.

Dari hasil dagang nasi uduk keliling, anggap saja ibu Afid bisa dapat Rp1 juta per bulan. Sementara sang ayah yang bekerja sebagai montir berpenghasilan kira-kira Rp2,5 juta per bulan. Dan itu untuk mencukupi enam orang dalam satu rumah.

Akan tetapi, restu akhirnya Afid dapat setelah sang ibu tahu kalau Afid akan kuliah tanpa biaya, karena mendapat beasiswa.

“Kemarin-kemarin pas mamah keliling, mamah kena marah sama tetangga. Katanya UGM itu kampus terbaik. Susah masuknya. Kan mamah gak tau juga apa itu UGM.” Begitu kata ibu Afid seperti yang Afid ungkapkan.

“Terus guru Aa ke rumah ngejelasin kampusnya, katanya Aa dapet beasiswa juga,” lanjut ibu Afid, sejauh yang ia ingat. Lalu, pada 2012, berangkat lah Afid ke Jogja, menjadi mahasiswa UGM hingga akhirnya lulus pada 2017 dan menjadi sosok yang memiliki kepedulian di bidang pendidikan.

Kiprah panjang di Ruangguru

Selama di kampus, dalam keterangan di Linkedin-nya, Afid terbilang cukup aktif dalam mengikuti beragam kegiatan. Selain di organisasi kampus, ia juga cukup aktif dalam kegiatan penelitian.

Setelah lulus dari Sastra Indonesia UGM, Afid lantas memiliki sederet karier yang sangat jauh dari yang pernah gurunya pilihkan padanya, kenek angkot bahkan gelandangan.

Afid pernah menjadi jurnalis di RILIS.ID dalam rentang November 2017-April 2018.

Ia lalu bekerja sebagai Conservation Officer di The Nature Conservancy Indonesia dalam rentang Juni 2018-Februari 2019.

Setelah itu, petualangan Afid berlanjut di Ruangguru dengan durasi cukup panjang.

Di Ruangguru, beberapa posisi pernah ia tempati. Antara lain, Field Education Consultant (Juni 2019-Oktober 2020), Sales Supervisor (November 2020-Juni 2022), dan yang paling baru adalah Area Commercial Manager per Juni 2022 hingga saat ini.

Penulis: Muchamad Aly Reza

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Mahasiswa Aceh Terselamatkan Usai Pindah Jogja: Dianggap Beban Orang Tua, Balas Dendam Lewat Masak

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version