Lolos UTBK-SNBT tidak betul-betul dimanfaatkan oleh Kuthul (29), demikian dia pengin dipanggil. Kuliah di sebuah universitas negeri di Semarang, dia malah jadi mahasiswa pemalas. Tidak pernah kuliah hingga akhirnya DO.
Akan tetapi, dia justru terus-menerus membohongi ibunya. Meski tidak pernah kuliah, dia terus minta kiriman uang jajan. Sampai akhirnya sang ibu jatuh sakit dan mengubah hubungan keduanya.
Daftar UTBK-SNBT di sebuah universitas negeri Semarang biar sangar
Kondisi ekonomi keluarga Kuthul sebenarnya tidak terlalu baik. Ibunya hanya petani. Sementara bapaknya kuli bangunan di Malaysia.
Meski menyadari kondisi tersebut, Kuthul tetap memaksakan diri untuk kuliah. Bukan karena motif ingin mengubah nasib keluarganya kelak. Bukan pula karena ingin membanggakan keduanya.
Motif Kuthul—seperti yang dia akui sendiri—mengikuti UTBK SNBT (saat itu masih SBMPTN untuk kampus Kemendikbudristek, UM-PTKIN untuk kampus Kemenag) adalah karena gengsi. Teman-teman seangkatannya banyak yang lanjut kuliah, jadi dia tidak mau kalah.
“Aku ambil jurusan ngasal, kampus ngasal, yang penting kuliah. Menjadi mahasiswa bagiku sudah kelihatan sangar,” begitu kata Kuthul berbagi cerita.
Beruntung Kuthul lolos UTBK-SNBT di sebuah universitas negeri di Semarang. Meski awalnya dia melihat raut wajah berat dari ibunya, tapi Kuthul akhirnya tetap berangkat juga ke Semarang. Satu pesan ibunya saat itu: “Kuliahlah yang sungguh-sungguh.”
Tak pernah kuliah hingga DO
Sial. Entah setan mana yang merasukinya. Perkuliahan Kuthul di sebuah universitas negeri di Semarang itu kacau balau.
Kala masih mahasiswa baru, Kuthul masih disiplin mengikuti perkuliahan. Hal itu bertahan setidaknya hingga semester 2. Meskipun saat kuliah sudah tidak fokus karena ngantuk efek bergadang di warung kopi nyaris tiap malam.
“Semester 2 sebenarnya mulai bolong-bolong. Tapi parah-parahnya ya semester 3 dan 4. Udah nggak pernah masuk kelas,” ujar Kuthul.
“Aktivitasku di Semarang waktu itu kalau malam ngopi sampai pagi. Terus pagi tidur sampai siang. Lalu siang males-malesan di kos,” begitu pengakuannya.
Sampai akhirnya Kuthul mendapat surat DO dari pihak kampus. Lolos UTBK-SNBT menjadi sia-sia belaka.
Tapi pikiran itu di masa itu jelas saja tidak terlintas di benaknya. Tidak ada sesal. Biasa saja. Malah dia merasa lebih leluasa bermalas-malasan tanpa bayang-bayang harus mengikuti perkuliahan esok harinya.
Baca halaman selanjutnya…
Terus minta kiriman uang hingga ibu jadi sakit-sakitan
Terus minta kiriman uang hingga ibu jatuh sakit
Seiring waktu, rasa takut mulai menghantui Kuthul. Takut jika ibunya tahu.
Dia memilih tidak memberi tahu ibunya kalau dia sudah DO dari kampus. Hal yang akhirnya dia sesali adalah, saat itu dia masih terus minta uang kiriman dari rumah.
“Kiriman sebulan dari rumah biasanya Rp1,5 juta. Kadang lebih. Kalau UKT waktu itu Rp1,7 juta. Jadi setiap bayar UKT pun masih minta lagi. Uangnya ke mana kan udah nggak kuliah? Ya buat ngopi, rokok,” ucap Kuthul penuh sesal.
Situasi tersebut membuat Kuthul dijauhi teman-temannya di sebuah universitas negeri di Semarang itu. Teman-teman Kuthul sebenarnya kuliahnya juga bolong-bolong. Tapi alasannya jelas: membagi waktu untuk kerja karena tidak mau jadi beban orangtua di rumah.
Sementara Kuthul justru membohongi ibunya demi mendapat kiriman. Padahal dia hanya bermalas-malasan di kosan.
“Waktu itu aku juga bingung. Sebenarnya ada bayangan untuk mencoba cari-cari kerja sampingan. Tapi aku nggak punya keterampilan. Akhirnya berujung bingung: kerja apa?” Keluhnya.
Pada akhirnya kebohongan Kuthul terbongkar. Di hadapan Kuthul, sang ibu hanya bisa mengucap istigfar berkali-kali sembil mengelus dada. Sementara air mata dan amarahnya tertahan. Itulah puncak kemarahan, ketika sudah tidak ada energi yang tersisa untuk mengeluarkan kata-kata.
Mungkin karena kaget, ibu Kuthul kemudian jatuh sakit. Beberapa hari dirawat di puskesmas. Sepulang dari puskesmas pun masih tampak pucat dan lunglai. Hari-hari setelahnya pun, ibunya tampak seperti orang sakit-sakitan: lesu tanpa gairah.
Kesempatan lolos UTBK-SNBT seharusnya tidak disia-siakan
Sikap ibu Kuthul kemudian berubah dingin terhadap Kuthul. Mereka jarang bicara meski belakangan Kuthul sering di rumah.
Kendati begitu, ibu Kuthul masih sering memberi uang untuknya. Untuk ngopi, rokok, paket data, bensin, dan kebutuhan-kebutuhan lain Kuthul. Hanya saja masih dengan sikap yang dingin. Hal itu tentu saja menampar Kuthul.
“Banyak orang di luar sana yang pengin kuliah tapi nggak bisa. Sementara aku udah kuliah (UTBK-SNBT) malah menyia-nyiakannya. Pertama, itu menyakiti orangtuaku. Kedua, hari-hari berikutnya jadi lebih sulit,” sesal Kuthul.
Dengan ijazah MA, Kuthul pernah coba-coba bekerja di sebuah pabrik. Namun, baru dua bulan bekerja dia langsung dipecat karena dianggap tidak becus. Akhirnya dia harus nganggur dalam waktu lama.
“Ijazah S1 konon juga susah cari kerja. Tapi menurutku tergantung orangnya. Kalau kuliah bener, belajar ngasah keterampilan, peluang kerjanya pasti lebih terbuka. Beda dengan orang sepertiku. Nggak punya modal apa-apa. Susah,” ujar Kuthul.
Setelah lama menganggur, awal tahun 2025 lalu dia memutuskan ke Surabaya. Coba-coba jadi kuli bangunan mengikuti saudaranya. Ibunya tidak berkomentar banyak. Seperti sudah tidak peduli lagi dengan Kuthul. Itu membuat hati Kuthul makin nelangsa.
“Seandainya waktu bisa diputar…,” rintihnya.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Sesal Seorang Bapak usai Anak Lolos UTBK: Anak Lebih Betah di Perantauan hingga Lupa Pulang, Orangtua Makin Kesepian atau liputan Muchamad aly Reza lainnya di rubrik Liputan
