Mahasiswa Bandung yang tak berguna
Dalam durasi KKN yang panjang itu, ada cukup banyak hal di luar nalar dari teman-teman kelompok Zias. Tapi menurut Zias, puncak ketidakmasukakalan mereka adalah saat momen 17 Agustus di desa tempat mereka mengabdi.
Zias awalnya berinisiatif menyenggol ketua kelompoknya, apakah sudah berkoordinasi dengan pak RW perihal kegiatan 17 Agustusan. Jawaban si ketua kelompok membuat Zias benar-benar tak habis pikir.
“Nggak tahu, Pak RW nggak ngasih tahu,” begitu jawaban si ketua kelompok seperti yang masih Zias ingat.
Di hari H 17 Agustus, Zias berinisiatif rapi sejak pagi demi mengikuti upacara di desa. Ia mengajak tiga teman kamarnya saja. Karena teman-temannya yang lain tak ada yang mau berangkat dengan alasan tidak diajak oleh Pak RW.
Bahkan di momen lomba di desa, para mahasiswa Bandung itu tidak ada yang terlibat. Jadi panitia tidak, jadi peserta pun ogah-ogahan. Hanya Zias dan tiga teman sekamarnya yang mau ikut meramaikan.
“Waktu itu aku sakit perut (infeksi ginjal). Tapi aku ikutan perlombaan biar setidaknya kalau nggak bantu jadi panitia ya jadi peserta biar kelihatan ada yang KKN,” tutur Zias.
Zias sempat seminggu absen dari posko KKN untuk menjalani pemulihan infeksi ginjal yang ia alami.
“Begitu balik lagi ke posko, mereka masih ber mager-mager, pada Netflix-an, pada main Uno, masak suki-sukian nggak sambil bahas program atau apa gitu. Cuma cuma main aja,” kenang mahasiswa seperti 10 itu kesal.
Perpisahan yang memalukan
Entah teman-temannya yang lain, tapi yang jelas Zias kepalang malu selama tinggal di sebuah desa di Cisarua tersebut.
Di sana mereka numpang di rumah seorang warga (rumah warga jadi posko). Sementara alih-alih memberi kontribusi, Zias dan kelompoknya justru hanya sekadar nyampah.
Zias ingat betul, di momen lomba 17 Agustus, ia pribadi sebenarnya sempat menawarkan diri pada panitia desa untuk membantu. Tapi panitia desa menolak halus. Meski Zias tahu kalau penolakan itu sebenarnya adalah tamparan buat kelompoknya kalau keberadaan mereka sebenarnya tak berdampak apapun. Wong sekadar membuatkan acara 17 Agustusan saja nggak jalan kok.
“Nggak enak plus malu karena dulu pas pengabdian (dengan organisasi) kami pamit tuh warga pada nangis. Eh pas KKN warga bodo amat banget sama kepergian kami (seolah silakan lekas pergi). Karena kehadiran kami juga nggak berguna,” pungkas Zias.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.