Sudut-sudut UGM penuh calon mahasiswa dan pendamping peserta sepanjang pelaksanaan UTBK 2024. Di sebuah kursi depan Gedung Perpustakaan, seorang lelaki menanti keponakannya sambil kenang pahitnya gagal masuk kampus impian.
Saya tiba di area utara Grha Sabha Pramana Kamis (2/5/2024) sekitar pukul 9.30 pagi. Saat itu, para calon mahasiswa sedang berada di ruang berhadapan dengan soal-soal ujian yang terpampang di layar monitor. Sementara para pendamping, baik orang tua maupun saudara, banyak duduk di tempat-tempat teduh.
Saat berkeliling di area Gedung Perpustakaan UGM, seorang lelaki tampak sedang duduk sendirian. Sesekali, ia mengecek ponselnya sambil mengedarkan pandangan ke sudut-sudut area di sekitarnya.
Saya mencoba menghampiri. Lelaki bernama Andi (47) itu mengaku berasal dari Condongcatur, Sleman. Cukup dekat sebenarnya dari UGM. Ia datang untuk mengantarkan keponakannya.
“Ya dititipi sama bapaknya dia untuk mengantar. Sebelum ke sini, saya juga sempat mengantar seleksi di UMS (Universitas Muhammadiyah Surakarta),” kata dia.
Keponakannya, berjuang keras agar bisa masuk ke Fakultas Kedokteran. Sebelum UTBK, ia memang sengaja mendaftar di kampus swasta terlebih dahulu untuk jaga-jaga.
“Daripada nanti nyari setelah UTBK, susah,” ujarnya.
Andi mengaku terkesan dengan kegigihan keponakannya itu. Sebab, beberapa waktu jelang tes ia kerap menjumpainya sedang berkutat dengan buku-buku di rumah. Hal itu mengingatkannya pada kenangan masa lalu, saat gagal masuk UGM, meski sudah berjuang.
Pernah merasakan pahitnya gagal masuk UGM
Lelaki ini, sempat lama meninggalkan Jogja. Selepas lulus kuliah pada tahun 2000, ia mengaku bekerja di perusahaan outsourcing di Jakarta selama lima belas tahun.
“Saya dulu kuliahnya di Teknik Industri UII, masuk 1996 lulus 2000,” kenangnya.
Meski akhirnya lulus cukup cepat, empat tahun di UII, sebenarnya Andi sempat punya mimpi besar untuk masuk UGM. Pada 1996 dan 1997 ia pernah mencobanya. Namun, takdir belum memberinya jalan menuju impiannya tersebut. Dulu ia ingin masuk ke dua jurusan di UGM, antara Teknik Elektro atau Teknik Sipil.
“Bahkan ya sudah masuk UII saja saya masih sempat coba lagi tes UGM kan. Jadi ya saya mengerti betul dan dukung perjuangan keponakan saya ini,” katanya.
Baca halaman selanjutnya…
Hal yang membuat UGM tetap istimewa di mata orang yang ditolak 28 tahun silam
Baginya, sejak dulu hingga sekarang UGM masih terus jadi magnet bagi para calon mahasiswa. Banyak hal yang jadi penyebabnya. Secara fasilitas, menurutnya, kampus ini terus berkembang.
“Selain itu kalau saya rasakan ya, alumninya ada di mana-mana. Namanya almamaternya berpengaruh saat kerja di perusahaan,” ujarnya.
Andi kini mengenang kembali impiannya yang tak pernah tercapai. Namun, ia berharap keponakannya lebih beruntung darinya.
Kisah-kisah haru selama UTBK
Bukan hanya Andi, pada momen yang sama saya juga sempat berbincang dengan Indra (55) dan Tiwi (53) dari Tangerang Selatan yang sedang menemani anak bungsu mereka tes UTBK.
Tiwi mengaku dari dulu penasaran untuk bisa melihat UGM secara langsung. Sebab, ini kali pertama ia datang ke Jogja.
“Dari dulu ya penasaran tentang UGM dan ke Jogja. Pengin kuliah di sini lah pasti dulu tapi nggak bisa. Ya semoga rezekinya anak saya,” timpal Tiwi.
Mereka mengaku mengupayakan yang terbaik untuk anak perempuan yang hari itu UTBK di UGM. Dua kakaknya, dulu memang sempat kuliah, tapi tidak di kampus yang mereka impikan karena harus studi sambil bekerja.
Pada 2024, ada sekitar 785.058 peserta yang bertarung di UTBK 2024 demi bisa lolos ke kampus impian. Jalur ini memang punya persentase terbesar sebagai jalur masuk ke PTN. Porsinya hingga 40 persen.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News