Pernah Ditolak Unair, Kini Jadi Mahasiswa Berprestasi di Kampus Nggak Favorit usai Bikin Bisnis yang Ramah Lingkungan

Ditolak kampus unair dan sukses di UPN Veteran Jawa Timur berkat briket arang. MOJOK.CO

ilustrasi - ditolak kampus favorit lalu bangkit. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Punya ambisi menjadi pengusaha sejak muda, Linda (22) seolah bangkit dari kegagalan usai ditolak Universitas Airlangga (Unair). Ia tak mau larut dalam kesedihan dan memanfaatkan peluang lomba bisnis di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, hingga menjadi mahasiswa berprestasi berkat produk briket arang.

***

Sampai saat ini, Linda masih merasa sakit hati karena ditolak Unair. Namun, ia tetap bersyukur usai diterima di UPN Veteran Jawa Timur sebagai mahasiswa baru. Setidaknya, ia bisa mencicipi bangku kuliah.

“Dulu, setiap lewat depan Unair aku excited banget bilang ‘ini kampusku’ semacam doa biar masuk sana, tapi sekarang? Ah sudahlah,” ujarnya saat ditemui Angkringan Kampung, Jalan Jarak, Surabaya pada Minggu (8/6/2025).

Alih-alih meratapi nasibnya yang tak bisa masuk kampus favorit seperti Unair, Linda lebih memilih move on dan memanfaatkan waktunya saat berkuliah di UPN Veteran Jawa Timur. Salah satunya dengan aktif mengikuti lomba di bidang usaha.

Toh, kampus UPN Veteran Jawa Timur tak bisa diremehkan. Berdasarkan lembaga pemeringkatan EduRank, UPN Veteran Jawa Timur menempati posisi 11 di Jawa Timur tahun 2025.

Bersama rekan-rekannya, Linda membangun sebuah bisnis kecil-kecilan yang berdampak positif untuk lingkungan. Berangkat dari riset dan pendanaan dari UPN Veteran Jawa Timur, produknya berhasil lolos dan dapat didistribusikan.

Meskipun belum menjadi gurita bisnis, tapi Linda tetap optimis mengembangkan bisnis tersebut. Sama seperti semangatnya yang tak menyerah saat gagal diterima di Unair. Bisnis itu adalah briket arang dari limbah abu sekam padi.

Memanfaatkan kesempatan belajar di UPN Veteran Jawa Timur

Jiwa wirausaha Linda memang sudah diturunkan oleh keluarganya, terutama ibunya yang sudah mencoba berbagai macam usaha. Mulai dari menjual kuliner, fashion, hingga sembako.

Dari sana, Linda jadi memiliki minat untuk kuliah di Jurusan Manajemen meskipun pernah ditolak oleh kampus pilihan pertama. Yang jelas ia tetap berada di jalur yang sama. Beruntung, saat itu UPN Veteran Jawa Timur menerimanya. 

Di semester awal, Linda masih berusaha berdamai hingga di pertengahan semester ia mencoba peruntungan dengan ikut lomba internal kampus dan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

“Awalnya kami punya ide dua, yakni bikin tabung gas dan hidrogen dari air, satunya lagi briket yang memang ramah lingkungan. Akhirnya kami pilih briket yang dari segi biaya nggak terlalu banyak,” kata Linda.

Berdasarkan jurnal internasional yang ia baca, bahan-bahan yang diperlukan di Indonesia cukup tersedia dengan rantai pasokan yang bagus. Ia menjelaskan, briket arang mereka terbuat dari limbah abu sekam padi.

Dibandingkan dengan arang kayu, briket arang menghasilkan efek pembakaran yang lebih kecil. Jadi, hampir tidak menghasilkan abu dan tidak berbau. Sementara itu, arang kayu menghasilkan sisa pembakaran dan asap yang banyak, serta daya tahan api yang tidak tahan lama.

Baca Halaman Selanjutnya

Dapat dana dari kampus untuk kembangkan bisnis

Dapat dana dari UPN Veteran Jawa Timur untuk kembangkan bisnis

Setelah bergelut dengan riset dan beberapa kali percobaan, briket arang yang dibuat Linda dan empat orang temannya lolos pendanaan internal dari UPN Veteran Jawa Timur sejumlah Rp500 ribu.

Selanjutnya, pada perlombaan kedua mereka juga lolos pendanaan PKM yang diinisiasi oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

“Dari sana kami dapat pendanaan sekitar Rp9 juta untuk merealisasikan produk briket arang, termasuk membeli mesin dan mengurus surat-surat seperti Nomor Induk Berusaha (NIB),” kata Linda.

Selang beberapa bulan, Linda masih memproduksi briket arang tersebut bahkan menambah jumlah “karyawan” yang mau ikut mengembangkan bisnisnya. Setidaknya, ada sekitar enam orang yang mau belajar bersamanya tapi hal itu justru menjadi tantangan tersendiri dari segi sumber daya manusia (SDM).

“Dan kami sistemnya nggak ada fee ya, tapi kami lebih menawarkan pelatihan bisnis,” kata Linda.

Tantangan membuka bisnis briket arang

Selain itu, Linda mengaku sulit mendapatkan pasar yang berminat dan “setia” pada penggunaan briket di Indonesia, karena harganya yang lebih mahal ketimbang arang biasa yakni Rp25 ribu perkilogram.

Menurut Linda, peluang bisnisnya justru lebih besar di luar negeri sebab lingkungannya sudah mendukung. Di sana, kata dia, masyarakatnya sudah lebih aware dan punya komitmen untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan.

Oleh karena itu, Linda masih menargetkan toko-toko seperti barbeque di Indonesia, ketimbang penjual sate. Beberapa penjual sate juga masih mengandalkan aroma dan asap untuk menarik pengunjung, sementara briket miliknya tidak menghasilkan itu.

Selain itu, Linda pernah mencoba masak dengan briketnya saat naik gunung. Dengan briket tersebut, mata jadi tidak perih dan lebih ramah untuk lingkungan.

Selain SDM dan target pasar, tantangan yang harus dihadapi adalah kecepatan produksi. Sementara ini, ia masih menggunakan alat sederhana sehingga untuk membuat satu kilogram briket perlu waktu seharian.

“Ya walaupun bisnis ini masih kecil, aku tetap optimis mengembangkannya sembari fokus menyelesaikan skripsi,” ujar mahasiswa UPN Veteran Jawa Timur tersebut.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Kisah Alumnus Polinema Ajak Ibu-ibu Rumah Tangga “Menyulap” Tempe hingga Mencari Hibah Sampai ke Hongkong atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Exit mobile version