Sekolah Mahal di Jogja, Ada Rupa Ada Harga

Sekolah Mahal di Jogja, Ada Harga Ada Rupa

Sekolah Mahal di Jogja, Ada Harga Ada Rupa

Orang boleh bilang biaya hidup di Yogyakarta murah, yang mahal nggak ketulungan itu harga rumahnya. Eh tunggu dulu, yang murah di Jogja itu cita-cita. Selain rumah yang harganya nggak lumrah, menyekolahkan anak di sekolah yang punya kolam renang di dalamnya, itu juga perlu persiapan. Banyak sekolah mahal.

Ada selentingan bahwa biaya Taman Kanak-kanak, PAUD dan SD swasta Yogyakarta itu lebih mahal dibandingkan pendidikan menengah bahkan biaya pendidikan di perguruan tinggi. Tentu tidak semua dan bukan hanya di Yogyakarta, di kota-kota lain juga begitu. Bagi orang tua yang mampu, biaya sekolah hanya sekadar angka, yang penting anak mereka mendapatkan pondasi pendidikan bagus.

Saya mencoba menghubungi beberapa sekolah swasta di Yogyakarta. Tentu agar informasi yang saya terima valid, saya yang masih mahasiswi kinyis-kinyis ini berlagak sebagai orang tua yang ingin memasukan siswanya ke sekolah tersebut. Kondisi Covid-19 yang sedang menggila di Jogja membuat saya menghubungi sekolah-sekolah tersebut melalui WhatsApp. 

Pendidikan karakter jadi daya tarik

Jika berjalan-jalan di Jalan Cendrawasih, Demangan Baru, Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman maka akan menemukan sekolah bernama Olifant dengan simbol gajah di susunan hurufnya. Melalui pesan WhatsApp saya menghubungi nomor yang tertera. Dari penjelasan yang saya terima, Olifant merupakan sekolah nasional dengan kurikulum yang berkiblat pada kurikulum nasional. Namun, juga didukung dengan kurikulum Olifant.

Di Olifant, siswa diajarkan empat aspek yaitu pengetahuan alam dan matematika, budaya dan bahasa, psikososial dan psikomotorik, dan adaptasi budaya lokal. Itulah yang menjadi keunggulan dari Olifant Preschool.

Untuk mendaftarkan Sang Buah hati ke Olifant Preschool memang harus membayarkan uang masuk atau joining fee sebesar Rp 15.000.000,00. Setelah itu, uang kegiatan atau experiential activities sebesar Rp 3.350.000,00 yang dibayarkan setiap tahunnya. Terakhir, uang seragam Rp 750.000,00. Sedangkan, SPP sebesar Rp 1.150.000,00 setiap bulannya.

Sehingga untuk bersekolah di Olifant Preschool ini butuh biaya awal sebesar Rp 21.400.000,00 itu termasuk SPP bulan Juli. Jika kenaikan kelas, akan dikenakan biaya daftar ulang sebesar Rp 2.750.000,00.

Biaya sebesar itu kalau diibaratkan  bisa memborong tiga gerobak angkringan, lengkap dengan tungku-tungkunya. Namun, biaya sebesar itu pun relatif terjangkau bagi yang mampu jika menilik apa yang didapatkan siswa. Misalnya nih, siswa akan menggunakan dua bahasa sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

“Setiap hari Senin, anak diajarkan untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Lalu hari Selasa sampai dengan Jumat menggunakan dua bahasa untuk menguatkan Bahasa Inggris,” ungkap ungkap marketing Olifant Preschool saat dihubungi melalui Whatsapp.

Dalam satu kelas, di Olifant Preschool ini terdiri dari 20 murid dan 2 guru pendamping. Jika di playgroup anak akan mendapatkan waktu belajar dua jam setiap sesi, maka di kindergarten akan mendapat waktu tiga jam setiap sesi, dengan dua pilihan jadwal pagi dan siang.

Dalam sebulan, anak diajak dua kali untuk berenang di Kolam Renang Olifant Preschool. Selain itu, setiap seminggu sekali, terdapat jadwal English Time bersama dengan native teacher. Tidak ketinggalan, anak-anak juga disediakan snack sebanyak satu kali setiap melakukan pembelajaran.

Bagi yang bersekolah di kindergarten juga ada fasilitas untuk belajar Bahasa Mandarin setiap seminggu sekali dan enrichment atau pengayaan setiap hari Jumat.

Di masa pandemi covid-19 ini, memang aspek pendidikan pun merasakan dampaknya yaitu tidak bisa melaksanakan sekolah secara tatap muka. Karena itu, Olifant Preschool mengadakan sekolah secara daring selama tiga puluh menit. “Playgroup tiga kali seminggu, sedangkan kindergarten setiap hari Senin sampai dengan Jumat,” tambah pesan yang diterima ponsel saya ketika bertanya jadwal sekolah secara daring.

Fasilitas yang lengkap ini juga yang membuat teman saya, Nesha (21) sudah bercita-cita nantinya kalau sudah berkeluarga, anaknya akan disekolahkan di Olifant. “Dengar-dengar, Olifant punya sistem pendidikan yang baik untuk membangun karakter anak dan menanamkan keberagaman yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Pokoknya besok kalau punya anak harus sekolah di Olifant Preschool,” ungkap mahasiswi jurusan kedokteran di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta.

 

Cita-cita Nesha menyekolahkan anaknya di Olifant  tampaknya sudah bulat. Bahkan ia sampai riset tentang sekolah yang diberikan apresiasi oleh Sultan Hamengku Buwono X ini. “Di Olifant Preschool punya visi misi toleransi, kebersamaan, dan gotong royong. Anak diajarkan budaya tradisional, didekatkan pada alam, dan diberikan wawasan dunia,” ungkap Nesha menggebu-gebu.

Nesha bukan marketing dari Olifant Preschool. Namun, menurut Nesha pendidikan anak di masa kecil memang akan berpengaruh pada karakter saat sudah dewasa nantinya.

Saya menghubungi nomor hotline sekolah lainnya di Kabupaten Sleman. Sekolah Dasar Bina Anak Sholeh (BIAS), tepatnya berada di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Sariharjo, Kecamatan Ngaglik. Sekolah ini merupakan sekolah dasar berbasis Agama Islam.

Terdapat lima kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar BIAS (Bina Anak Sholeh), yaitu kegiatan belajar mengajar Tahfidz dan Tahsin, kegiatan belajar mengajar makan, kegiatan belajar mengajar reguler, kegiatan belajar mengajar kepribadian, kegiatan belajar mengajar Ibadah Ta’aluh, dan Matematika unggulan.

Program unggulan di BIAS adalah Klub Juara yang dibentuk untuk mengoptimalkan minat dan bakat siswa. “Nanti, siswa akan dilakukan tes terlebih dahulu sebelum dimasukkan klub sesuai minatnya,” ungkap pesan yang saya terima Whatsapp. Terdapat dua pilihan yaitu klub akademik seperti olimpiade dan klub non-akademik seperti olahraga atau kesenian.

Biaya pendaftaran Sekolah Dasar BIAS (Bina Anak Sholeh) ini sebesar Rp 250 ribu. Selain itu, ada pula biaya untuk tes dan wawancara sebesar Rp 600 ribu

Selanjutnya ketika sudah dinyatakan diterima, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk infaq awal sebesar Rp 14 juta. Selanjutnya, biaya fasilitas sebesar Rp 5,125 juta untuk putra, dan sebesar Rp 5,5 juta untuk putri.

Untuk membantu kegiatan praktik lapangan, kegiatan berenang, ekstrakurikuler, ujian, dan hari keluarga agar tetap berjalan lancar, maka setiap semester membayarkan dana penunjang pendidikan sebesar Rp 3,1 juta. Sedangkan untuk biaya rutin per bulan mencakup SPP, makan siang sehat dengan menu prasmanan, peraga pembelajaran, dan kesehatan, membayar biaya sebesar Rp 1,950 juta.

Jika dihitung, maka untuk pertama kali bersekolah di SD BIAS uang yang harus dipersiapkan kurang lebih Rp 25,4 juta.

Fasilitas terbaik jadi incaran orang tua siswa

Tenang tidak semua sekolah swasta di Yogya itu mahal. Ada juga sekolah-sekolah swasta yang terjangkau bahkan menyesuaikan dengan kemampuan orang tua siswa. Selain itu sekolah negeri di Yogyakarta juga sangat sangat terjangkau. Bahkan untuk SD, gratis. 

Namun, banyak orang tua yang menginginkan anaknya mendapatkan pendidikan dasar dan usia dini terbaik. Biasanya ini berhubungan dengan fasilitas yang didapatkan. Sayangnya, sekolah-sekolah yang memberikan fasilitas lengkap tersebut identik dengan biaya mahal. Kalaupun tidak, jumlah sekolah yang dikelola pemerintah sangat terbatas.

Data di Aplikasi Dataku milik Pemprov DIY, jumlah Taman Kanak-kanak di seluruh DIY ada 2.275 unit. Namun, dari jumlah itu, TK negeri hanya ada 42 unit saja. Sisanya, 2.092 unit adalah TK swasta. Sebagai gambaran, di Kota Yogyakarta dari 217 TK, hanya ada 6 TK negeri.

Bagaimana dengan SD, jumlah totalnya di DIY ada 2.014 unit sekolah terdiri dari SD negeri 1.457 unit SDN swasta 557 unit. Dari jumlah tersebut masih terbagi tuh, jumlah SDN layak di DIY ada 1.001 unit dan sisanya 456 unit. 

Sedang dari 557 SD swasta yang masuk kategori layak ada 303 yang tidak layak ada 254 unit. Dalam Aplikasi Dataku tidak disebutkan kategori layak dan tidak layak karena apa, apakah karena jumlah siswanya, gurunya atau infrastruktur fisiknya.

Kalau mau mencari sekolah yang semuanya lengkap dengan berbagai fasilitasnya di Jogja, SD Budi Mulia Dua Panjen bisa jadi pilihan. Dari infrastruktur fisik saja kita bisa memperkirakan bagaimana biaya yang harus dikeluarkan. 

Ruang kelas ber-AC, ruang kelas fleksibel, ruang sensori integrasi, WI-Fi dan CCTV, aula, ruang tari, ruang musik, seperangkat gamelan dan pewayangan, ruang UKS dan konsultasi psikologi, lapangan basket, lapangan sepakbola, kolam renang indoor, jogging track, halaman, area parkir, area berkebun, perpustakaan, dan ruang meeting.

SD Budi Mulia Dua Panjen yang beralamat di  di Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman ini dikenal sebagai Sekolah Islam Bilingual Bertaraf Internasional. Sekali lagi, ada harga ada rupa.

Saat diterima disekolah tersebut biaya yang dibayarkan sebesar Rp 36,5 juta. Rinciannya, biaya bergabung Rp 25 juta, biaya aktivitas Rp 10 juta yang dibayarkan per tahun, dan SPP sebesar Rp 1,5 juta yang dibayarkan per bulan. Bagi yang baru akan bergabung maka ditambah Rp 200 ribu sebagai biaya registrasi.

“Biaya itu sudah termasuk biaya seluruh fasilitas, seragam, fieldtrip lima kali dalam satu tahun, kegiatan tahunan, buku mata pelajaran dengan kurikulum cambridge, handout pelajaran, pemeriksaan dokter dan dokter gigi, psikolog, asuransi siswa, peringatan keagamaan Islam, perlengkapan sekolah, majalah anak, makan siang dan buah, dan snack pagi, snack sore, dan minum,” pungkas Bu Nina, Tim Humas Sekolah Dasar Budi Mulia Dua Panjen saat dihubungi.

SD Budi Mulia Dua menggunakan kurikulum nasional dan kurikulum Cambridge dengan metode fun learning. Desain kurikulum mengajarkan untuk menjadi pelajar mandiri yang dapat mengenali pelajaran yang didapatkan untuk kehidupan sehari-hari. Terdapat sepuluh program unggulan di Sekolah Dasar Budi Mulia Panjen.

Pendapatan yang tidak sinkron dengan biaya hidup di Jogja

Melihat angka-angka yang ditawarkan sekolah-sekolah tersebut tentu tidak ramah dengan kantong rata-rata masyarakat Yogyakarta. Bahkan untuk membayar biaya masuk, perlu bertahun-tahun untuk menabung. 

Dalam Survei Biaya Hidup 2018, yang dilakukan Badan Pusat Statistik rata-rata pendapatan rumah tangga di Yogyakarta dalam sebulan Rp 8.397.823. Kelihatannya tinggi, tapi ini ukurannya rumah tangga, bukan individu. Survei yang dilakukan BPS ini menghitung, rata-rata rumah tangga yang dimaksud memiliki 3,5 anggota keluarga.

Pendapatan sebulan itu diperinci lagi, masing-masing terdiri, gaji atau upah Rp 3.252.684, hasil bersih usaha Rp 3.279.952, kepemilikan aset dan pemberian Rp 1.127.561 dan pendapatan lainnya Rp 737.627.

Bagaimana dengan pengeluarannya? Dalam survei yang sama, rata-rata pengeluaran total satu rumah tangga dalam sebulan adalah Rp 9.547.873. Rinciannya, untuk pengeluaran konsumsi mencapai Rp 6.770.197 dan pengeluaran non konsumsi Rp 2.777.676. Kalau dihitung rata-rata setiap anggota keluarga yang 3,5 orang itu menghabiskan pengeluaran Rp 2.727.964.

Dari pengeluaran tersebut, pengeluaran konsumsi bidang pendidikan setiap bulan sebesar Rp 439.848. Rinciannya untuk pendidikan dasar dan anak usia dini sebesar Rp 134.797, pendidikan menengah Rp 111.046,  dan pendidikan tinggi Rp 161.156.

Sebentar..sebentar, kalau dilihat dari hasil survei tersebut antara jumlah pendapatan sebulan dengan pengeluaran sebulan kok lebih besar pengeluarannya. Pendapatan Rp 8.339.823, sementara pengeluaran Rp 9.547.873. Bagaimana kemudian warga Jogja memenuhi kekurangannya? Biasanya kalau pertanyaannya seperti ini disampaikan, jawabannya…”Duit seka gusti Allah, cukup ra cukup kudu cukup.

Dengan pendapatan seperti itu, tentu tidak mungkin bisa mengakses pendidikan yang diinginkan untuk anak-anak tanpa perencanaan matang. Apalagi kalau cuma mengandalkan UMP Jogja atau UMR/UMK Kabupaten/kota di Jogja. Nabung 5 tahun belum tentu cukup untuk mendaftar di sekolah-sekolah tersebut.

Pilihan yang bisa diambil tentu saja menempuh pendidikan di sekolah negeri. Di tingkat SD, siswa tidak dibebani biaya sekolah alias gratis. “Tapi harus membeli buku LKS,” ungkap Bu Sri (35) yang anaknya baru saja lulus dari salah satu SD negeri di Kabupaten Sleman.

Tidak hanya membeli buku LKS, beberapa ekstrakurikuler juga diharuskan membayar untuk pelatih. Belum lagi, beberapa guru sulit diajak untuk berkomunikasi terkait perkembangan anak.

“Sebenarnya tidak apa-apa, karena memang tidak membayar jadi pelayanannya pun tidak maksimal, beda dengan sekolah yang membayar mahal, namun balik lagi memilih sekolah itu tergantung kemantapan hati orang tua,” ungkap Bu Sri.

Perbedaan antara bersekolah di SD negeri dan SD swasta diungkapkan oleh Bu Yati (34). Saat ini, kedua anaknya sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar yang berbeda.

Perbedaan dirasakan oleh Bu Yati. Jika anaknya yang mengenyam pendidikan di sekolah dasar negeri diajarkan untuk mandiri dalam mengerjakan tugas. Sebaliknya, anaknya yang berada si sekolah swasta mendapatkan bimbingan dari guru untuk mengerjakan tugas dan diberikan tambahan pelajaran. Bahkan, di sekolah dasar swasta juga mempunyai beberapa guru yang dinilai Bu Yati lebih profesional.

Perbedaan selanjutnya adalah dalam pembelajaran kepribadian. Menurut Bu Yati, anaknya yang berada di sekolah dasar negeri tidak mendapatkan pendidikan kepribadian. Sedangkan anak kedua yang bersekolah di sekolah dasar swasta mendapatkan pembelajaran pendidikan karakter dalam kegiatan belajar mengajar.

“Biasanya anak kedua yang di sekolah dasar swasta itu ada kegiatan outbond untuk membentuk karakter, field trip, kunjungan ke museum, dan keagamaan atau ibadah bersama,” ungkap Bu Yati.

“Tapi semua balik lagi pada karakter anak. Tidak bisa menghakimi lebih baik mana. Semua sekolah ada kelebihan dan kekurangannya. Sebagai orang tua sudah kewajiban kita bukan hanya memilihkan sekolah, namun juga turut mendampingi anak, terlebih di masa pandemi covid-19 yang mengharuskan sekolah daring,” pungkas Bu Yati.

BACA JUGA Alasan Memilih Sekolah Mahal di Jogja dan Liputan Jogja Bawah Tanah, lainnya

 

Exit mobile version