Seorang ibu yang bayinya dibuang ke laut
“Juru kuncinya masih belum terlalu sepuh kok, Mas, namanya Pak Alfian. Kalau sore gini masih di toko,” jelas Pak Warso (47) pemilik warkop saat saya mencoba mengonfirmasi perihal siapa sebenarnya juru kunci dari makam Nya Dewi Sekardadu.
Lantaran gerimis telah berubah menjadi hujan yang cukup deras, saya putuskan untuk ngobrol-ngobrol sejenak dengan Pak Warso sembari mengganjal perut dengan mie goreng telur dan teh anget.
Pak Warso, meski agak cuek, namun tetap merespon saat saya tanyai mengenai sosok Nyai Dewi Sekardadu. Dengan catatan sejauh yang ia tahu dari cerita turun-temurun para orang tua terdahulu.
“Beliau itu ibunya Sunan Giri, anak raja Blambangan sana. Tapi memang yang ramai peziarah itu makam Sunan Girinya, nggak jauh dari sini,” tuturnya,
Nyai Dewi Sekardadu adalah putri dari seoang raja Kerajaan Blambangan (saat ini Banyuwangi) yang berkuasa pada abad ke-14, yakni Prabu Menak Sembuyu. Nyai Dewi Sekardadu kemudian dinikahi oleh salah seorang pendakwah bernama Syekh Maulana Ishak lewat sebuah sayembara.
Pada masa itu, Blambangan dilanda wabah penyakit menular dan sulit disembuhkan. Dimana Nyai Dewi Sekardadu termasuk salah satu yang terjangkit wabah tersebut. Karena tak ingin kehilangan putri yang amat ia sayangi, Prabu Menak Sembuyu lantas menggelar sayembara, barangsiapa yang bisa menyembuhkan Nyai Dewi Sekardadu jika laki-laki maka akan dinikahkan dengan sang putri dan akan diberi separuh wilayah kekuasaan Kerajaan Blambangan.
Lalu bertemulah Prabu Menak Sembuyu dengan Syekh Maulana Ishak. Konon, berkat karomah yang dimiliki Syekh Maulana Ishak, maka sembuhlah Nyai Dewi Sekardadu. Dan sesuai yang dijanjikan, Nyai Dewi Sekardadu kemudian dinikahkan dengan Syekh Maulana Ishak.
Selama tinggal di Blambangan, Syekh Maulana Ishak juga mendakwahkan ajaran Islam kepada masyarakat setempat yang saat itu masih belum mengenal Islam. Namun, aktivitas dakwah Syekh Maulana Ishak lambat laun justru dianggap Prabu Menak Sembuyu sebagai suatu ancaman. Lantas, dengan beragam siasat, akhirnya Syekh Maulana Ishak diusir dari Kerajaan Blambangan, meninggalkan Nyai Dewi Sekardadu yang saat itu sudah mengandung 7 bulan.
Nyai Dewi Sekardadu yang menentang keras keputusan sang ayah pada akhirnya hanya bisa pasrah atas terusirnya Syekh Maulana Ishak. Hingga puncaknya adalah ketika bayinya lahir, bayi yang masih merah itu dimasukkan ke dalam sebuah peti oleh Prabu Menak Sembuyu dan dilarung ke laut lepas. Karena lahir bersamaan dengan munculnya pagebluk, Prabu Menak Sembuyu menduga bahwa bayi tersebut adalah sumber petaka, sehingga harus dilenyapkan.
“Di tengah laut peti itu menabrak kapal dagang milik Nyai Ageng Pinatih, janda kaya dari Tandes (Gresik). Ketika diambil, eh ternyata isinya bayi,” ujar Pak Warso.
“Bayi itu dibawa ke Gresik, diasuh Nyai Ageng Pinatih sampai besar, terus dipondokkan ke Mbah Sunan Ampel sampai jadi wali. Bayi itu ya Raden Paku itu, Raden Joko Samudero, atau yang digelari Sunan Giri; anak dari Nyai Dewi Sekardadu yang dibuang ke laut oleh simbahnya sendiri,” sambungnya.
Dalam Babad Tanah Jawa disebutkan Nyai Dewi Sekardadu meninggal sesaat setelah melahirkan Sunan Giri. Namun, dalam Babad Blambangan dikatakan bahwa Nyai Dewi Sekardadu sengaja mengakhiri hidup karena putus asa kehilangan suami dan anaknya.
Misteri 3 makam Nyai Dewi Sekardadu
Azan asar baru saja berkumandang saat hujan berangsur mereda. Atas petunjuk dari Pak Warso, saya pun kemudian menemui Pak Alfian, juru kunci asli makam Nyai Dewi Sekardadu di optik kecil miliknya.
Hal pertama yang coba saya konfirmasi dari Pak Alfian adalah perihal makam Nyai Dewi Sekardadu yang diklaim di tiga daerah di Jawa Timur. Setidaknya tiga daerah itulah yang sudah jamak diketahui.
Selain di Gresik, makam Nyai Dewi Sekardadu ternyata dikalim juga di Sidoarjo, dan Lamongan.
“Semua memang punya cerita versi masing-masing. Mana yang benar-benar asli, wallahu a’lam,” ungkap Pak Alfian.
Adapun yang di Sidoarjo, lokasi persisnya yakni di Dusun Kepetingan, Desa Sawohan, Kecamatan Buduran Sidoarjo. Berdasarkan cerita tutur yang berkembang di tengah masyarakat Kepetingan, saat mengetahui bayinya dilarung ke laut, ia lantas menceburkan diri ke laut untuk mencari sang bayi. Namun, ia hanyut dibawa ombak dan meninggal dunia. Jasadnya yang semula terkatung-katung di tengah laut dibawa oleh sekumpulan ikan keting ke pesisir Sidoarjo.
Oleh para nelayan setempat, jasad Nyai Dewi Sekardadu dimakamkan di dusun yang kemudian dikenal dengan nama Dusun Kepetingan. Awalnya bernama Ketingan, diambil dari cerita ikan keting yang membawa jasad Nyai Dewi Sekardadu ke tepian.
Sementara makam di Lamongan berlokasi di Gondang Lor, Kabupaten Lamongan. Di Lamongan, Nyai Dewi Sekardadu dikenal dengan sebutan Mbok Rondo Gondang atau yang berarti janda yang terusir.
Karena cerita versi masyarakat Lamongan adalah, usai suaminya diusir Prabu Menak Sembuyu dan bayinya dibuang ke laut, Nyai Dewi Sekardadu lantas memilih meninggalkan Blambangan; mengembara untuk mencari suami dan anaknya. Hingga akhirnya tibalah ia di desa yang di kemudian hari dikenal dengan nama Gondang tersebut.
“Sebagai pakuncen makam di Gresik, yang saya pegang tentu versi cerita bahwa makam Nyai Dewi Sekardadu itu ya di sini. Sebab secara turun-temurun memang ada ceritanya, ada legendanya,” jawab Pak Alfian saat ditanya mengenai alasan kenapa ia yakin makam Nyai Dewi Sekardadu yang sebenarnya memang di Gunungsari, Kebomas, Gresik.
Makam dan bukit yang dipindah dari Banyuwangi
Pak Alfian membeberkan, dalam versi Gresik makam Nyai Dewi Sekardadu sebenarnya berada di sebuah bukit di Blambangan (Banyuwangi).
Ketika Sunan Giri menjadi raja di Giri Kedaton (di Atlas Walisongo disebut berkuasa dalam rentang 1487-1506), ia memiliki andai-andai jika saja makam sang ibu berada di Gresik, tentu lah ia bisa lebih sering ziarah ke puasara ibundanya tersebut.
Hingga pada suatu malam, Sunan Giri disebut bermunajat dengan sangat khusyuk kepada Allah Swt; memohon agar makam sang ibu yang berada di sebuah bukit di Blambangan bisa dipindah ke wilayah Giri Kedaton.
“Doa Kanjeng Sunan Giri dikabulkan. Atas kuasa Allah Swt, pada malam Jumat Legi lah kok makam Nyai Dewi Sekardadu sama bukit-bukitnya sekalian pindah secara gaib dari Banyuwangi ke sini. Mangkanya lokasi makamnya ada di dataran tinggi begini,” tutur Pak Alfian.
“Waktu makam dan bukitnya jatuh di sini, konon dulu sampai terdengar gemuruh dari atas istana Giri Kedaton,” imbuhnya.
Karena pindahnya makam dari Blambangan diyakini terjadi pada malam Jumat Legi, maka di malam itu pula lah makam Nyai Dewi Sekardadu akan ramai peziarah. Entah untuk sekadar ziarah (berkirim doa) atau untuk keperluan-keperluan spiritual lain.
Sementara di hari-hari biasa, seturut keterangan dari Pak Alfian, makam Nyai Dewi Sekardadu cenderung sepi. Tak seramai makam Sunan Giri.
Cerita dari Pak Alfian sudah barangtentu sulit diterima akal sehat dan pastinya akan ditolak oleh kalangan akademisi.
Memang ada asumsi yang menyebut bahwa kemungkinan logisnya, bukan makam Nyai Dewi Sekardadu yang dipindah secara gaib. Melainkan jasad Nyai Dewi Sekardadu yang memang dipindah santri-santri Sunan Giri dari Banyuwangi ke Gresik.
Ada juga asumsi lain yang mengatakan, bisa jadi Nyai Dewi Sekardadu mendapat kabar bahwa bayinya yang dibuang di laut ditemukan oleh saudagar kaya asal Pelabuhan Tandes.. Ia lalu berupaya menyusul dengan mengarungi laut hingga sampai di pesisir Gresik. Sayangnya, sebelum bertemu dengan sang bayi, ia sudah terlebih dulu dijemput ajal. Lalu jasadnya disemayamkan di tempat yang jadi makamnya sekarang.
Asumsi-asumsi tersebut merujuk subtansi pada dua cerita versi Sidoarjo dan Lamongan. Dimana setelah tahu bayinya dibuang ke laut, Nyai Dewi Sekardadu tak tinggal diam, tetapi bergegas melakukan pencarian. Hanya saja memang tidak dikuatkan dengan data-data yang mendukung.
Atau justru akan lebih baik jika hal-hal yang tak terjelaskan dari makam Nyai Dewi Sekardadu tetap menjadi sebuah misteri? Dan saya pun tak perlu repot menerka-nerka, siapa sebenarnya sosok sepuh yang saya temui di makam Nyai Dewi Sekardadu sebelumnya.
Reporter: Muchammad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Konsultan Kuburan Cerita tentang Joko Kendil dan Ziarah Makam