Para pedagang kecil di bidang kuliner berjuang mengais rezeki demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Butuh distribusi pasokan LPG bersubsidi yang lancar agar cuan mereka tetap aman.
***
Jam delapan pagi, deretan gorengan hangat mulai dari tempe, tahu, hingga molen sudah tersaji di meja depan Warmindo Barokah milik Nanang (47) dan Endah (37). Pasangan suami istri asal Kuningan ini membuka warungnya sejak jam tujuh pagi.
“Buka dari jam tujuh pagi sampai dua belas malam,” kata Nanang yang sedang berjaga di depan melayani pelanggan saat saya datang, Rabu (9/8/2023) pagi.
Sementara di belakang, kompor gas yang mengandalkan LPG bersubsidi tiga kilogram atau tabung melon terus menyala untuk menyajikan santapan terbaik bagi pelanggan. Endah masih sibuk memasak beberapa jenis lauk untuk melengkapi makanan di etalase kaca.
Pasangan ini sudah merantau dari kampung halaman untuk berdagang warmindo sejak tahun 2000. Selama 23 tahun terakhir, Nanang mengaku sudah beberapa kali pindah tempat. Sampai akhirnya menyewa sepetak kios di Manukan, Condongcatur.
Pentingnya menjaga kompor tetap menyala
Beberapa menu di warmindo memang siap saji setelah dimasak di pagi hari. Namun, ada juga menu seperti beragam olahan mie, telur dadar, hingga nasi goreng yang baru bisa mereka buat saat ada pesanan.
Kondisi itu membuat stok LPG punya peran krusial. Untuk berjaga-jaga, Nanang punya empat tabung gas. Sebab banyak pelanggan yang memesan menu seperti mie rebus dan nasi goreng yang selalu butuh kompor menyala.
“Kalau habis satu jadi nggak bingung,” katanya.
Beberapa bulan terakhir Nanang berujar stok gas selalu aman saat ia mencari di pangkalan atau penjual terdekat. Hal itu membuatnya bersyukur lantaran mencari gas saat stok sedang sulit terbilang merepotkan.
Satu tabung gas tiga kilogram biasanya habis dalam dua hingga tiga hari. Mengingat tingginya intensitas memasak di warmindo yang jadi andalan tempat makan mahasiswa sampai pekerja.
Dengan distribusi LPG yang aman, setidaknya Nanang bisa bernapas lega. Warmindonya bisa melayani secara cepat berapa pun pembeli yang datang dalam sehari. Demi menabung uang untuk ia bawa pulang ke kampung halaman setahun sekali.
“Kami pulang saat lebaran saja,” ujarnya. Nanang tinggal bersama istri dan satu anaknya di kamar yang menyatu dengan bangunan tempatnya berdagang.
Unit Usaha Mikro (UKM) kuliner, meski skala kecil memang membutuhkan stok LPG yang cukup banyak. Nuryanto (40) misalnya, penjual Mie Ayam As-Salam Kotabaru, Kota Yogyakarta mengaku sehari bisa menghabiskan tiga tabung melon.
“Seminggu intinya kami biasa habis 20 tabung gas,” ujarnya saat saya jumpai Selasa (8/8/2023) sore. Mie Ayam As-Salam yang biasanya tutup agak malam, jam lima sore kala itu sudah tutup lantaran kehabisan bahan. Ratusan porsi ludes dalam sehari.
Kebutuhan 20 tabung setiap pekan membuatnya menjadi pelanggan di agen LPG terdekat. Sejauh ini, Nuryanto mengaku stok selalu aman.
Distribusi LPG dari hulu ke hilir
Tabung LPG bersubsidi jadi kebutuhan penting bagi pengusaha kecil. Sehingga penting untuk menjaga distribusi. Pertamina punya sistem close loop supply chain dalam mendistribusikan kebutuhan Masyarakat ini.
Prosesnya yakni mengalirkan produk dari konsumen berupa tabung kosong untuk kembali ke pabrik pada proses isi ulang. Setelah itu produk akan kembali ke masyarakat dalam kondisi siap dimanfaatkan.
Pada rantai distribusi ini terdapat beberapa pihak yang berperan penting. Mulai dari depot LPG, Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk LPG, agen, hingga sub agen atau pangkalan.
Seorang pengelola agen LPG di Sleman, Kuwat, mengaku bahwa permintaan masyarakat untuk gas bersubsidi ini terbilang tinggi. Delapan bulan terakhir ia memiliki stok 90 tabung setiap pekan dan selalu terserap.
“Sejauh ini distribusi dari agen selalu lancar. Selain distribusi, serapan di pasar juga bagus,” terangnya. HET LPG tiga kilogram di pangkalan-pangkalan di Jogja saat ini sebesar Rp15.500.
Upaya menjaga pasokan
Sebelumnya, Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah melakukan inspeksi mendadak ke pangkalan LPG di DIY. Kegiatan ini demi memastikan keamanan pasokan LPG sampai ke masyarakat yang membutuhkan.
“Kami baru saja melakukan sidak ke 32 pangkalan yang ada di DIY. Dari sidak yang dilakukan, kami menemukan kondisi pangkalan yang 100 persen kondusif dan aman untuk penyaluran LPG termasuk yang bersubsidi,” ujar Area Manager Communication, Relation & CSR Regional Jawa Bagian Tengah (JBT) Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho, Jumat (28/7/2023).
Di DIY sendiri, terdapat 100 agen dan 7.614 pangkalan LPG resmi milik Pertamina. Sedangkan untuk total regional JBT terdapat 769 agen dan 57.856 pangkalan.
Sidak dan pengecekan pasokan di pangkalan menjadi penting lantaran adanya peningkatan konsumsi LPG tiga kilogram setahun terakhir. Pertamina juga mengharapkan kerja sama dengan pihak terkait seperti Pemerintah Daerah dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) untuk turut ikut melakukan pengawasan pendistribusian LPG termasuk LPG 3 kg.
“Konsumsi LPG 3 kg pada Januari hingga Juli 2023 di DIY sebanyak 83.442 Metrik Ton (MT). Meningkat sebesar 10,3 persen bila dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu sebanyak 75.567 MT,” pungkas Brasto. (**)
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Pengusaha Pertashop Berbagi Kunci Raih Keuntungan Saat yang Lain Surut
Cek berita dan artikel lainnya di Google News