Mengejar waktu meraih keuntungan
Devi mengungkapkan, pedagang di rest area itu seperti berpacu dengan waktu. Uang sewa mereka bayar per enam bulan. Harganya sudah berubah sejak masa awal pembukaan 2015 silam.
“Sekarang sih per enam bulan di rest area KM 86A tipe B harga per enam bulan Rp27.540.000. Belum termasuk listrik dan pajak 11 persen,” papar Devi.
Selamat Sore
Alhamdulillah, RM Hadea sudah buka kembali per tanggal 27 April 2023 pic.twitter.com/CWnHmeCR4U— vividvn (@devinur098) April 28, 2023
Biaya sewa tersebut membuat pedagang begitu memanfaatkan masa ramai. Belum lagi, warung-warung kecil itu berderetan, sehingga mau tak mau harus saling menawarkan inovasi dan keunggulan demi menarik pelanggan.
Devi bercerita kalau pengelola rest area menetapkan aturan agar warung dalam satu area tidak boleh menjual menu makanan yang sama. RM Hadea secara umum menawarkan menu masakan sunda dengan sajian utama seperti ayam dan bebek goreng rempah, telur dadar, sop iga, sayur asem, hingga oseng buncing.
Sebelumnya, menu masakan yang hendak warung jajakan harus disetor ke pengelola rest area. Setelah itu terdapat proses test food untuk memastikan standar kualitas hidangan.
Meski sudah punya perbedaan antar-warung, Devi mengaku orang tuanya tetap berupaya memberikan inovasi supaya pelanggan singgah di tempat mereka. Mereka ingin supaya awet berjualan di tempat itu.
“Dengan ukuran kecil segitu kita harus berkreasi. Kami tujuannya panjang, nggak sekadar ramai tapi memuaskan pelanggan,” ujar Devi.
Tak heran jika saat terjadi kesilapan yang viral di media sosial, Devi, mewakili orang tuanya memohon maaf karena kesalahan penghitungan oleh karyawannya. Ia menerima risiko harus tutup. Masa Lebaran saat meraih banyak pendapatan pun terganjal.
Beragam watak pelanggan di rest area tol
Seperti namanya, rest area adalah tempat singgah orang-orang yang lelah karena perjalanan. Para penjual pun harus siap melayani dengan ramah para pelanggan yang datang dengan beragam suasana perasaan.
“Apalagi, tol kan isinya orang dari seluruh Indonesia. Kita jadi belajar berbagai macam karakter,” terangnya.
Beragam keluhan mulai dari pesanan yang berbeda, pelanggan yang membandingkan harga, hingga miskomunikasi sering terjadi. Terkadang para penjual harus menyesuaikan karakter pelanggan dari berbagai daerah, yang tentu punya ciri khas masing-masing.
“Ya terkadang ada yang pesan es teh. Kita di sini kan biasanya es teh itu dasarnya tawar, kalau minta manis baru menambahkan gula, ternyata maksudnya itu langsung manis. Dari hal sesederhana itu akhirnya kami belajar,” curhatnya.
Pelayanan sedikit demi sedikit mereka perbaiki. Setia pada pelanggan yang memesan harus karyawan kroscek dua kali untuk meminimalisir kesalahan pesanan. Mendapati pelanggan yang kesal sudah jadi hal yang lumrah bagi para pedagang di rest area.
Begitu pula dengan moda pembayaran, belakangan ada sistem baru dari pengelola yang harus warung terapkan. Devi mengaku, sejak RM Hadea kembali buka 27 April lalu, selalu menginap di warung karena masih membantu orang tua membenahi sistem pembayaran.
Devi mengaku enggan membahas persoalan yang terjadi di warungnya beberapa waktu lalu. Baginya dan keluarga, kejadian itu adalah momen yang berat. RM Hadea menerima sanksi dari pengelola tol. Warung ini juga telah memberikan sanksi pada karyawan yang melakukan transaksi.
Kejadian itu, menurut Vivi, menjadi evaluasi penting. Kedua orang tuanya langsung melakukan pembenahan pengelolaan. Ia pun berharap hal semacam ini tak terjadi lagi bagi warung-warung kecil lain di seluruh rest area tol di Indonesia.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Curhat Keluarga Pegawai Pajak: Suami, Istri, dan Anak yang Terpisah dan tulisan menarik lainnya di kanal Liputan.