Dengan jumlah penduduk hanya 3,7 juta jiwa, Yogyakarta memiliki lebih dari 100 perguruan tinggi. Namun, tidak semua kampus tersebut dalam kondisi sehat manajemennya. Sepuluh tahun terakhir, ada lebih dari lima kampus tutup di Jogja.
Selain itu, masih ada sejumlah kampus yang sebenarnya nyaris mengalami nasib serupa. Namun terselamatkan lewat mekanisme merger dengan perguruan tinggi lainnya. Mojok menyambangi pengelola kampus yang barusan ditutup oleh pemerintah dan melihat beberapa kampus lainnya yang tinggal nama.
***
Belum lama ini Kemendikbud Ristek menutup sebuah kampus swasta di Jogja. Kampus ini dianggap melakukan sejumlah pelanggaran berat mulai dari ketidakjelasan proses pembelajaran dalam kurun waktu lama sampai dugaan plagiarisme yang cukup parah.
Kabar tersebut membuat saya penasaran untuk menyambangi dan melihat wujud kampus yang cukup menyita perhatian ini. Namun sebenarnya, di balik lebih dari seratus perguruan tinggi yang eksis di Jogja, segelintir di antaranya punya kisah kelam yang membuat mereka akhirnya memilih gulung tikar atau terpaksa ditutup oleh kementerian.
Baliho perguruan tinggi di warmindo
Pada Rabu (8/3), saya meluncur ke lokasi STISIP Kartika Bangsa yang tertera di Google Maps. Tepatnya di Jalan Rejowinangun No 6, Kotagede, Kota Yogyakarta. Kendaraan saya pacu dari Sleman menuju titik tersebut.
Sesampainya di simpang empat Gedongkuning, saya belok ke barat dan melaju pelan. Pemandu suara Google Maps mengisyaratkan bahwa lokasi tujuan hanya tinggal seratus meter di kanan jalan. Pelan-pelan, sampai akhirnya saya melihat sebuah baliho usang berwarna pudar dengan tulisan “STISIP Kartika Bangsa” tertempel di tembok.
Semakin mendekat, saya justru menemukan kejanggalan. Bukannya di dinding gedung kampus, baliho itu tertempel di sebuah warung warmindo. Kemudian di sebelahnya lagi terdapat lembaga kursus pramugari sekaligus biro tiket perjalanan.
Saya akhirnya memarkirkan kendaraan di warmindo, memesan segelas es teh, lalu berbincang dengan penjaga warung tersebut. Penjaga warung bernama Agung (19) mengaku sudah satu tahun setengah bekerja di sini. Namun, sejak awal tidak pernah tahu keberadaan STISIP Kartika Bangsa.
“Iya ada tulisannya, tapi dari dulu saya nggak pernah lihat aktivitas perkuliahan di sekitar sini,” ujarnya heran.
Agung lantas menyarankan saya agar bertanya ke pihak lembaga kursus di sebelah. Saya pun beranjak dan menjumpai seorang lelaki yang tidak mau identitasnya tercantum di tulisan. Lelaki ini berujar bahwa lembaga tempat ia bekerja sudah sejak 2020 menempati bangunan ini.
“Sepertinya saat itu memang STISIP Kartika Bangsa sudah nggak di sini,” jelasnya.
Seorang lelaki lain kemudian menimbrung di antara kami. “Mahasiswa mau legalisir ijazah, Mas?” tanyanya. Ia mengira saya adalah alumnus kampus tersebut. Lelaki pertama tadi lantas bercerita kalau sering ada alumni yang datang kemari ingin mengurus administrasi.
“Mungkin mau legalisir atau ngurus berkas untuk kepentingan naik jabatan dan semacamnya. Soalnya biasanya yang ke sini memang sudah agak tua dan berseragam,” terangnya.
Kampus ditutup, pengurus klarifikasi
Lelaki berkamacata itu lalu berujar kalau ia mengetahui lokasi terkini STISIP Kartika Bangsa. Letaknya di Jalan Gambiran No 74, Giwangan, Umbuharjo. Saya lalu mengecek laman Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) dan langsung menepuk jidat. Ternyata betul kalau alamatnya sudah berbeda.
“Tapi ya, sudah bertahun-tahun pindah kok Google Maps-nya tidak diperbarui,” ujar lelaki itu.
Perjalanan pun berlanjut ke lokasi yang jaraknya hanya sekitar 3 kilometer dan bekas kampus tadi. Sesampainya di sana, tampak dua mobil terparkir di depan sebuah gedung berwarna biru muda. Papan penanda identitas kampus tampak jelas di sini.
Saya pun mengetuk pintu. Seorang lelaki menyambut dan menanyakan tujuan saya. Setelah perkenalan, ia mempersilakan saya duduk dan menunggu. Kebetulan, Ketua STISIP Kartika Bangsa, Mariman sedang di situ juga.
Selang 15 menit, Mariman pun menghampiri. Tapi ia masih sibuk menelepon seseorang. Terdengar sepintas dari percakapan, ia sedang mengurus beberapa urusan ijazah kelulusan mahasiswa yang terkendala penutupan.
“Sorry, sorry, sedang banyak urusan yang perlu dituntaskan,” celetuknya usai sambungan telepon terputus.
Ia lalu menjelaskan, kalau alamat Google Maps kampus ini belum diperbarui sejak pindah dari gedung lama pada 2019 silam. “Iya, web juga belum lama jadi, jadi maps sebenarnya akan kami perbarui,” ujarnya.
STISIP Kartika Bangsa berharap bisa aktif lagi
Terkait kondisi terkini kampus yang ia kelola, Mariman mengaku sedang mengurus kemungkinan pengaktifan kembali aktivitas pembelajaran. Namun, ia menyayangkan keputusan LLDIKTI yang terkesan terburu-buru menutup kampus ini.
“Pemeriksaan tanggal 15 November, lalu 21 November sudah tutup. Harusnya ada SP 1 sampai 3 dulu, kemudian pembinaan,” paparnya.
Jika sudah melalui proses pembinaan tapi kampusnya belum bisa melakukan pembenahan, Mariman mengaku akan legowo. Tapi jika seperti ini, ia sedikit menyayangkan.
Saat ditanya terkait permasalahan yang mendera STISIP Kartika Bangsa, Mariman enggan memberikan jawaban. “Nggak ada tanggapan dulu terkait rilis LLDIKTI. Nanti panas,” ucapnya.
STISIP Kartika Bangsa menjadi kampus tutup di Jogja setelah Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2Dikti) Wilayah V DIY, Aris Junaid menjelaskan adanya kampus yang melakukan pelanggaran. Menurutnya, penutupan STISIP Kartika Bangsa karena tidak melakukan pembelajaran secara benar dalam kurun waktu lama.
Sekolah tinggi tersebut juga tidak memiliki data mahasiswa. Jam mata kuliah dan kegiatan perkuliahan di kampus tersebut juga tidak jelas. “Plagiarisme di kampus tersebut juga cukup parah. Kartika Bangsa masuk kategori pelanggaran berat jadi terpaksa kami tutup,” jelasnya.
Tak banyak hal yang bisa ditemukan saat mengecek laman resmi STISIP Kartika Bangsa. Unggahan terakhir pada 18 November 2021 merupakan kabar wisuda. Kampus ini memiliki tiga program studi yakni S1 Ilmu Administrasi Negara, S1 Sosiologi, dan S2 Magister Administrasi Publik.
Kunjungan saya di gedung STISIP Kartika Bangsa tak berlangsung lama. Mariman sibuk menemui beberapa tamu yang berangsur datang. Sehingga saya pun pamit undur diri.