24 Jam Bersama Damkar Jakarta Timur yang Viral karena Evakuasi Kartu ATM

Sehari-semalam, reporter Mojok menyaksikan dari dekat bagaimana keseharian Damkar Jakarta Timur.

24 Jam Bersama Damkar Jakarta Timur yang Viral karena Evakuasi Kartu ATM mojok.co

“Saya pernah mimpiin mayat yang saya selametin. Dia diem terus senyum. Menurut saya itu ucapan terima kasih,” kenang Broto. Ia seorang personel pemadam kebakaran di Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur (Sudin Gulkarmat Jaktim). Saya mengunjungi kantor damkar Jakarta Timur dua pekan lalu karena penasaran dengan pekerjaan sehari-hari mereka.

Awalnya karena ribut-ribut warganet menanggapi twit Humas Damkar Jakarta, Oktober lalu. Twit itu menyertakan video yang memperlihatkan 7 orang petugas damkar Jakarta Timur (mungkin 8, ditambah personel yang merekam) sedang membuka beton penutup gorong-gorong menggunakan rescue tripod. Mereka seperti sedang bekerja serius untuk sebuah misi besar.

Di twit itu dijelaskan bahwa misi tersebut untuk mengambil kartu ATM seorang warga yang jatuh ke gorong-gorong saat yang bersangkutan hendak membeli bakso. Misi itu sukses. Damkar berhasil menunaikan tugas dengan baik. Pemilik ATM mendapatkan ATM-nya kembali. Sementara netizen bertengkar tentang pantas-tidaknya urusan sekeping kartu ATM sampai harus merepotkan damkar.

Saya tak ikut perdebatan itu. Manfaat yang saya petik, saya jadi tahu damkar rupanya tak cuma mengurusi api. Keramaian twit itu mendorong saya berselancar di internet. Rupanya, manakala SAR identik dengan pertolongan darurat di tempat-tempat terpencil dengan medan sulit, damkar adalah evakuator andalan dalam kecelakaan/musibah di perkotaan. Dan musibah itu tak harus yang berskala besar dan membahayakan nyawa manusia.

Di satu sisi, damkar Jakarta memang turut dikerahkan membantu evakuasi sopir korban tabrakan Transjakarta dan evakuasi kecelakaan LRT.  Tapi di lain waktu mereka juga membantu warga mengambil hape yang jatuh ke gorong-gorong.

Rupanya pula, di internet bertebaran kisah-kisah pertolongan yang tampak sepele, dilakukan damkar di berbagai daerah. Mulai dari melepaskan cincin kekecilan yang nyangkut di jari, menangkap ular di dalam mesin cuci, memindahkan sarang lebah di rumah warga, menyelamatkan kucing yang terjebak di atap, menyelamatkan kucing yang nyemplung ke sumur, membantu memakamkan jenazah berbobot 300 kg, sampai mengevakuasi drone yang nyangkut di pohon.

Kisah-kisah penyelamatan damkar itu sepele sih. Tapi karena sepele dan tetap dikerjakan, muncul kekaguman bahwa damkar memang sungguh-sungguh melakukan pelayanan publik. Citra ini berkebalikan dengan polisu yang belakangan sedang dihujani kritik #PercumaLaporPolisi. Tak lama usai kisah damkar Jakarta viral, opini di Mojok menyebut bahwa lebih baik lapor damkar daripada lapor polisi. Karena pasti ditangani, walau kasusnya sepele.

Rentetan kisah itu membuat saya ingin tahu sepak terjang damkar dari dekat. Untuk itu, dua pekan lalu saya putuskan mengikuti para petugas damkar Jakarta Timur beraktivitas selama 24 jam. Inilah kisah mereka yang tak banyak kita ketahui.

Petugas Sudin Gulkarmat Jaktim sedang apel pagi. Semua foto dalam artikel ini oleh Aldrin Kevin/Mojok.co.

Pagi ke Sore: agenda dan (satu-satunya) penyelamatan hari itu

Nama lengkapnya: Kantor Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur, disingkat jadi Sudin Gulkarmat Jaktim. Letaknya di Jalan Matraman Raya Nomor 132, Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur. Saya sudah nangkring di halaman belakang kantor itu sejak jam 7 pagi, Rabu, 10 November 2021. Apel pagi sedang berlangsung pada pagi yang berawan itu.

Saya berencana stand by di sini hingga apel keesokan harinya, Kamis, 11 November, di jam yang sama. Durasi itu mengikuti hari kerja petugas damkar yang dimulai pukul 7.30 pagi dan selesai pada 7.30 pagi esok harinya.

Selama 24 jam ke depan, saya akan menjadi personel bayangan damkar Jaktim. Spoiler-nya: dalam 24 jam ke depan, hanya satu penyelamatan yang saya saksikan. Tapi waktu luang mereka membuat saya bisa melihat dan mendengar kisah serta keseharian yang jarang diungkap.

Sif kerja petugas damkar sendiri digilir antara tiga kompi, yakni Kompi A, B, dan C. Jika Kompi A sedang piket, Kompi C akan libur total (istilahnya: “lepas”) sedangkan Kompi B libur dengan status kompi cadangan.

Hari itu yang piket adalah Kompi C. Awal penugasan Kompi C dibuka dengan apel pagi yang dipimpin oleh Komandan Peleton C. Kami memanggilnya: Ndan Hary.

Di apel pagi itu, petugas melakukan timbang terima. Gampangnya, ini istilah untuk serah terima pekerjaan dari kompi sebelumnya kepada kompi piket hari ini. Timbang terima diikuti dengan pengecekan dan pemanasan kendaraan. Semua unit dinyalakan. Sirene bersahut-sahutan. Sebuah kemeriahan di pinggir Jalan Matraman Raya pagi itu.

Setelahnya hingga pukul 9, petugas boleh berolahraga pagi dan sarapan di warung terdekat. Namun karena hari itu bertepatan dengan Hari Pahlawan, olahraga pagi diganti dengan apel Hari Pahlawan.

Fakta pertama: petugas damkar boleh keluar kantor, tapi jangan jauh-jauh. “Ini bahkan kita kalau nggak apel Hari Pahlawan juga biasanya lari keliling kompleks kok. Nggak apa-apa keluar kantor, asal masih dalam radius 50 meter. Kalo saya sendiri (sebagai danton, maksimal) 25 meter lah,” kata Ndan Hary.

Setelah itu, pukul 9 pagi sampai sore akan diisi dengan agenda yang sudah direncanakan. Agendanya berbeda-beda tiap harinya, mulai dari latihan evakuasi, sosialisasi penanggulangan kebakaran, sampai membersihkan tugu batas kota.

Sebelum Kompi C memulai agenda tersebut, datang seorang warga ke kantor Sudin. Namanya Aditya, ia minta dibantu melepaskan cincin yang tersangkut di jari manisnya. Ndan Hary bersama petugas lain langsung cekatan mengambil alat dan mendata Aditya. Butuh 20 menit untuk memotong cincin titanium yang dibeli Aditya dua hari lalu.

“Saya udah coba pake benang ama minyak kok nggak lepas. Saya coba lah bikin status WhatsApp buat nanya caranya. Bapak tiri saya lihat statusnya, terus nyuruh saya ke damkar. Saya kira bercanda, eh taunya emang beneran bisa,” kata Aditya.

Petugas sedang melepaskan cincin yang tersangkut di jari warga. Tampak Ndan Hary merekam proses evakuasi untuk Instagram @damkarjakartatimur.

Penyelamatan cincin dan penyemprotan hanya butuh sedikit orang. Petugas yang lain ngapain dong? Ya, santai. Bahkan ada yang tidur di velbed. Namun, semuanya dilakukan di dalam area kantor damkar. Mereka sudah terlatih untuk langsung siap manakala mendengar bunyi alarm atau kalimat “Unit dipanaskan!” dari handy talkie yang mereka bawa. Santai, tapi tetap sigap.

Saya ikut nongkrong dengan dengan petugas yang bersantai, lalu malah kebablasan tidur siang. Padahal pada pukul 1 ada personel dikirim ke luar kantor. Dua petugas melakukan penyemprotan disinfektan di GOR Matraman yang bakal dipakai jadi lokasi vaksinasi. Waduh, saya melewatkan agenda penyemprotan dan sosialisasi ini. Beginilah rasanya jadi personel amatiran yang tak terlatih sigap.

Fakta kedua: Mohon maaf kepada anak-anak yang keranjingan mainan mobil damkar, rupanya kendaraan damkar tak melulu truk. Ketika berangkat ke GOR Matraman, kedua personel damkar menggunakan sepeda motor yang dinamai Unit Reaksi Cepat. Motor ini dilengkapi dengan alat pemadam ringan (apar) serta pengeras suara untuk sosialisasi.

Lalu, dalam rombongan damkar, “mobil pompa”, istilah di damkar untuk truk pemadam dengan selang, juga diiringi mobil jenis lain. Urutan iring-iringan ini adalah: mobil komando untuk membuka jalan, mobil pompa, mobil rescue berisi alat penyelamatan, dan mobil quick response yang menyuplai air dari sumber air terdekat untuk mobil pompa.

Sore ke Pagi: olahraga, tidur, pokoknya harus bugar

Sore datang tanpa ada peristiwa berarti. Kini waktunya berolahraga. Pilihannya futsal atau voli, dan Kompi C memilih futsal. Olahraga menjadi rutinitas penting dalam profesi ini demi menjaga stamina saat bertugas di lapangan. “Kebayang kalau kaga olahraga, ntar pas ke lapangan ngos-ngosan,” kata Tri, petugas dari regu Rescue II. Kompi C terdiri dari delapan regu ditambah para petugas Command Center dan sopir mobil komando. Regu Rescue II adalah salah satu regu di dalamnya.

Selesai olahraga, situasi kembali tenang. Tiba-tiba pada pukul 8 malam semua unit dinyalakan. Sirene bersahut-sahutan.

Saya sontak berlari keluar dari ruangan danton. Tapi kenapa Ndan Hary masih di ruangan?

“Itu lagi manasin unit,” ujarnya santai. Tak lama kemudian sirene dimatikan. Jalan Matraman Raya kembali hening.

Saya memutuskan berkeliling mencari tempat tidur. Pilihan jatuh kepada velbed di sela-sela kendaraan yang terparkir. Pada pukul 12, hampir semua petugas sudah tidur. Ada yang tidur di mess di halaman belakang, ada yang tidur di velbed lantai bawah Kantor Sudin seperti saya. Ndan Hary tidur di ruangan danton. Begadang 24 jam penuh tidak baik untuk kesehatan. Badan yang tidak fit dapat berdampak pada performa di lapangan.

“Kalau di sini sistemnya harus ada satu regu yang melek, ada regu yang harus jaga di meja piket pas tengah malem, sisanya nggak apa-apa tidur,” kata Ndan Harry. Di ruang piket, papan menunjukkan jam jaga masing-masing regu. Malam itu regu Rescue II yang begadang jaga.

Tapi lain cerita dengan petugas Command Center. Mereka harus siaga 24 jam penuh karena Command Center adalah pusat aduan kebakaran dan penyelamatan. Laporan dari masyarakat lewat telepon atau media sosial pertama-tama sampai ke petugas di Command Center, untuk diteruskan lewat radio ke petugas di kantor Sudin atau ke Sektor (kantor pemadam tingkat kecamatan).

Sebab petugas Command Center bukan Christian Bale di The Machinist, keempat petugasnya bergantian tidur. Dua kerja, dua tidur. Begitu terus.

Ketika azan Subuh berkumandang, sebagian besar petugas sudah bangun untuk membersihkan kendaraan. Setelahnya, sisa waktu sebelum apel pagi digunakan untuk ngeteh, mandi, dan beres-beres sebelum pulang. Petugas dapat pulang setelah absen pulang pukul 7.30 pagi, kecuali ketua regu karena harus mengikuti timbang terima saat apel dengan kompi selanjutnya.

Futsal dengan gawang kecil di halaman belakang Kantor Sudin.
Broto (kanan) dan Agung (kiri), usai apel timbang terima.

Kenapa kerja di damkar?

Cahyo, ketua regu Rescue I, menjadi semacam “pemandu wisata” saya selama di Sudin Gulkarmat Jaktim. Ia bilang alasannya menjadi petugas damkar pada 2004 karena kagum. “Berapa kali saya lihat langsung pemadam mademin kebakaran, saya jadi tertarik buat gabung.”

Para petugas di sini punya bermacam alasan untuk gabung damkar. Kalau Danang, karena masa depan terjamin. Petugas damkar memang ada yang berstatus PNS, ada yang honorer. Padahal sebelum masuk damkar, Danang hampir menjadi  pemain sepak bola untuk tim Persatuan Sepakbola Angkatan Darat (PSAD).

“Saya bahkan lagi dikarantina di PSAD udah mau jadi pemain di sana. Tahun 2011 pas damkar buka CPNS, saya disaranin saudara yang damkar juga buat daftar. Katanya ya lebih terjamin kerjanya. Cabut lah saya dari asrama,” ujarnya.

Danang adalah ketua regu Rescue II, regu yang penyelamatan kartu ATM-nya viral. Kejadian itu membuatnya sampai diundang stasiun televisi swasta, namun saya urung menanyakan soal ATM karena takut Danang bosan, hahaha.

Latar belakang petugas lain bernama Broto menjadi favorit saya. Ia sempat kuliah Fotografi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Angkatan 2002, sekampus dan sezaman dengan para personel White Shoes and The Couples Company. Ia bahkan sudah sempat kerja menjadi still photographer berbagai film, salah satunya Bangsal 13. Berasal dari lingkungan senyeni itu, kenapa mau jadi damkar?

“Kalau saya sendiri mah nggak mau. Saya disuruh orang tua. Kebetulan ayah saya orang damkar juga.” Broto disuruh ikut tes dengan status masih mahasiswa tahun ke-2 di IKJ. Awalnya enggan, ia justru lulus tes. Kerennya, ia tetap menamatkan studinya setelah cuti kuliah dua tahun. Sekarang, ia menjabat ketua regu Bronto Skylift dan Quick Response. Ia juga sopir mobil Bronto Skylift, mobil terbesar di Kantor Sudin, pembawa tangga lipat raksasa itu.

Latar yang beragam bukan masalah bagi para calon petugas damkar. Sebab, peserta yang lulus akan tetap menjalani diklat selama seminggu di Ciracas, Jakarta Timur. Setelahnya, ada pendidikan lanjutan: Damkar 2 dengan durasi dua minggu; Rescue (penyelamatan) dengan durasi sebulan; dan Medical First Responder (kegawatdaruratan) dengan durasi seminggu. Hingga kini petugas masih rutin melakukan latihan apabila piket mereka jatuh di hari Sabtu atau Minggu.

Cahyo memeriksa peralatan penyelamatan di mobil Rescue.

Penyelamatan unik bukan cuma kartu ATM    

Penyelamatan benda mati sering menjadi sorotan pada kisah unik damkar. Remehnya kisah kartu ATM di gorong-gorong masih belum apa-apa. Pada 2019, awak damkar Jaktim ini bahkan pernah dimintai tolong mengambilkan bola voli warga yang terlempar ke Banjir Kanal Timur.

Yang saya baru tahu, ternyata damkar tidak boleh merusak fasilitas umum ataupun pribadi dalam penyelamatannya. Cahyo, misalnya, pernah menyelamatkan ponsel jatuh ke selokan. Timnya harus mengangkat beton tersebut dengan rescue tripod. Setelah ponsel diambil, beton dikembalikan ke tempatnya.

Apabila damkar terpaksa merusak, kerusakan tersebut akan dibebankan ke pelapor. Ndan Hary yang pernah menangani kasus seperti ini.

“Pernah ada warga yang kuncinya jatuh ke selokan. Nah, selokan ini tutupnya disemen kanan kiri, jadi harus dibobok dulu semennya dulu baru kuncinya bisa diambil. Sebelum kita bantu, warga ini diminta persetujuan untuk beli pasir sama semen buat ganti yang dirusak tadi,” kata Ndan Hary.

Banyaknya penyelamatan remeh bukan berarti semuanya dilayani. Ndan Hary pernah menolak warga yang meminta damkar menebang pohon. Selain bahwa itu urusan Dinas Lingkungan Hidup, menebang pohon juga tidak sesuai cara kerja damkar yang tidak merusak. “Bahkan pohon tumbang di jalan aja, yang kita tebang cuma bagian yang tumbang. Nggak satu pohon kita tebang,” ujar Ndan Hary.

Penyelamatan makhluk hidup juga banyak yang menarik. Cahyo pernah mengevakuasi jenazah seberat 300 kilogram dari lantai 2, bahkan ikut menguburkan. Penyelamatan hewan seperti kucing, anjing, sampai ular juga sudah pernah ia lakukan. Dalam penyelamatan kucing masuk sumur, Cahyo sampai memakai alat bantu pernapasan self-contained breathing apparatus (SCBA) untuk mencegah keracunan.

“Jangankan manusia… hewan, benda mati aja kita selametin,” timpal Sungkono, ketua regu Heavy Foam (pemadam dengan busa) yang sudah menjadi petugas damkar sejak 1995.

Tak hanya dari regu penyelamat, ada juga hal yang menurut saya unik dari regu pemadam. Contohnya waktu Broto memadamkan kebakaran hutan di Jambi pada 2019. Ia harus membawa mobil pemadam dari Jakarta ke Jambi. Mengapa tidak diangkut pesawat saja? Alasan singkatnya: birokrasi.

Pemadaman jaman dahulu merupakan suatu hal yang jarang diangkat. Kebetulan, ada Sungkono sudah bertugas dari 1995. Ketika saya tanyakan soal kerusuhan jelang Refoemasi, yang ia ingat hanya saat berjaga di Jalan Diponegoro pada 1997. Saya mengira mungkin yang ia maksud peristiwa Kudatuli 27 Juli, namun peristiwa itu terjadi pada 1996.

“Ya pokoknya (situasinya) rame,” kata Sungkono.

Mau damkar kerja cepat? Ya jangan dihambat

Pemadaman kebakaran dan evakuasi warga dalam kebakaran tetap menjadi pekerjaan utama damkar. Sayangnya, banyak tantangan yang dihadapi petugas mulai dari berangkat sampai berada di lokasi.

Ada istilah response time dalam aksi damkar. Response time adalah waktu yang ditargetkan damkar untuk sampai di lokasi kebakaran, yaitu di bawah 15 menit dari tempat kejadian. Kombinasi ngebut dan sirene digunakan untuk mencapai target waktu tersebut.

Masalahnya, tak semua orang peduli dengan sirene. Tak semua orang juga tahu bahwa pemadam adalah kendaraan yang paling diprioritaskan ketika berada di jalan.

“Saya tujuh belas tahun bertugas, kebanyakan seperti itu,” ujar Broto.

Kanan ke kiri pembaca: Mobil Heavy Foam, mobil Medium Pressure, mobil Rescue, mobil Bronto Skylift (belakang), mobil Quick Response (depan). Semua dipanaskan dua kali sehari agar selalu siap digunakan.

Selain itu, parkir liar di badan jalan ternyata juga menjadi hambatan besar bagi damkar. Ukuran truk damkar yang besar membutuhkan ruang jalan yang besar pula. Adanya parkir liar sangat menghambat laju truk damkar.

“Makanya, Bang, saya pesen kalau punya mobil harus punya garasi juga. Parkir di pinggir jalan gitu ngehambat damkar juga,” tambah Sinyo, sopir regu Rescue I berpesan pada saya dan para pembaca sekalian.

Masalah ketepatwaktuan ini, jika perjalanannya terhambat di jalan raya, kerap bikin damkar jadi sasaran kemarahan warga. Banyak yang mencaci-maki damkar karena telat. Selain itu warga juga kadang marah karena damkar dianggap tidak berusaha memadamkan api. Dinilainya dari teknik penyemprotan damkar yang tidak langsung ke titik api, melainkan ke samping api. Padahal teknik itu ada penjelasannya.

“Kalau kita semprot ke sumber api langsung, entar apinya bakal nyebar ke kanan-kiri,” kata Ndan Hary. Penyemprotan ke samping juga menghentikan laju rambat api dan melindungi bangunan sekeliling.

Untuk mengakalinya, digunakan selang yang memancar bercabang. Selang diarahkan ke arah api dan mengeluarkan air yang kecil ke tengah untuk menenangkan warga. Sementara itu, air yang deras memancar ke samping api untuk pemadaman sesungguhnya.

Sudahlah berat, saat bekerja, damkar dan peralatannya bisa jadi sasaran kekerasan dari warga. Broto pernah ditodong senjata tajam saat sedang melakukan pemadaman. Hal seperti ini sering terjadi di kawasan padat penduduk, ketika warga sedang mengawasi maling yang cari kesempatan di tengah kesempitan, tapi malah salah sasaran ke petugas damkar. Karena itu, Ndan Hery biasanya berkoordinasi dengan Satpol PP untuk mencegah adanya kekerasan.

Di kantor Sudin, saya melihat tulisan berbunyi “Pantang pulang sebelum api padam, walaupun nyawa taruhannya.” Tentang tulisan ini, Broto punya kenangan tentang pertaruhan nyawa petugas damkar. Peristiwa itu dialami petugas di Jakarta Barat. Saat pemadaman, ternyata ditemukan ibu dan dua anak yang terperangkap. Petugas tersebut tidak menyangka dan tidak membawa perlengkapan keselamatan. Jadilah fire jacket yang ia pakai diberikan ke ibu dan anaknya, sementara ia memakai seragam biasa. Alhasil, petugas tersebut terkena luka bakar sampai 70 persen.

Ketika evakuasi erat kaitannya dengan orang yang terluka atau bahkan meninggal, apakah kengerian itu berpengaruh pada psikis petugas damkar? Cahyo bilang sih ia biasa-biasa saja. Namun, ia tahu tak semua petugas kuat melihat jenazah yang sudah rusak. “Ada yang mundur, ada yang nggak tahan. Nggak semua orang kuat,” kata Cahyo.

Di Sudin ini tak ada konseling untuk petugas damkar. Menurut Ndan Hary, konseling baru sebatas diberikan kepada korban terdampak kebakaran. “Untuk trauma healing korban, kita koordinasi ke Dinas Sosial dan Kelurahan untuk bikin posko,” terang Ndan Hary.

Risiko besar, bagi sebagian petugas, tak sebanding dengan upah. Hal itu setidaknya berlaku bagi Tri yang masih berstatus pegawai penyedia jasa lainnya perorangan (PJLP) alias tenaga honorer. Upahnya di bawah petugas yang sudah PNS, juga minim tunjangan walau risiko pekerjaan yang dihadapi sama. Menurut Tri, sekitar setengah anggota Kompi C masih berstatus PJLP.

“Emang sih tanggung jawabnya gedean PNS, tapi gini-gini kan risiko pekerjaannya sama. Ya moga ke depannya makin banyak yang diangkat jadi PNS. Seenggaknya yang PJLP dikasih tunjangan biar nggak timpang banget sama PNS,” kata Tri.

Tri melipat fire jacket di atas velbed sedemikian rupa sehingga menjadi bantal. Beginilah salah satu cara istirahat petugas damkar.

Terlepas dari ngerinya pekerjaan, petugas yang saya ajak ngobrol rata-rata senang dengan pekerjaannya.

“Saya sih sudah jatuh cinta sama damkar, jadi lebih banyak senangnya,” ujar Ndan Hary.

Pun kalau sedang berat-beratnya, seperti kata Cahyo: “Dibawa hepi aja.”

Soal kesediaan melakukan penyelamatan remeh, hal remeh di mata kita, belum tentu remeh di mata orang. Contohnya seperti cerita evakuasi kartu ATM tadi, sebagaimana diceritakan oleh Ndan Hary:

“Waktu penyelamatan kartu ATM, orang sampai pengin liat muka yang manggil kita. Padahal orang itu sebenernya membutuhkan banget. Itu ceritanya Jumat sore. Bank baru buka Senin, sementara orangnya butuh duit. Toh pas kita ambil kartu ATM-nya nggak basah.”

Sementara Cahyo menjawab dengan sederhana: “Tugas kita kan melayani masyarakat.”

Broto berharap, sorotan terhadap penyelamatan remeh jangan sampai membuat oranf lupa bahwa damkar juga bertaruh nyawa dalam beberapa penugasannya. “Berapa kali ada kasus orangnya selamat, tapi damkarnya nggak, sayang nggak keekspos media aja.”

Sebagai penutup, jangan ragu untuk menghubungi damkar. Hubungi nomor telepon 112 atau pergi ke kantor pemadam terdekat. Pembaca di DKI Jakarta bisa juga menghubungi damkar lewat aplikasi JAKI atau Go-Damkar, sedangkan damkar  Jakarta Timur dapat dihubungi lewat WhatsApp 0811-9197-113 atau klik tautan ini.

Ketika ditanyakan apa yang paling menyenangkan dalam pekerjaan, semua petugas damkar Jakarta Timur yang saya tanyakan menjawab: “Kalau warga ngucapin terima kasih ke kita.”

Terima kasih, Abang Damkar!

BACA JUGA Jangan Salah, Tukang Becak di Surabaya itu Kaya! dan liputan menarik lainnya di Susul.

Exit mobile version