Mendekati lulus, dua mahasiswa Sosiologi UNESA Surabaya ini khawatir dengan masa depan mereka. Loker tak banyak, jurusannya tidak dipahami banyak orang, membuat mereka makin ragu dengan apa yang akan terjadi. Mau kerja di luar jurusan pun, mereka kebingungan.
Setidaknya itulah yang diutarakan Fathur dan Novia (bukan nama sebenarnya), mahasiswa Sosiologi UNESA angkatan 2020. Mendekati masa akhir skripsi, mereka mau tak mau harus memikirkan masa depan mereka terkait pekerjaan. Padahal, dunia kerja yang menampung mahasiswa Sosiologi begitu sedikit.
“Prospek kerja mahasiswa Sosiologi itu nggak banyak, Mas. Bawa gelar Sosiologi untuk kerja juga kurang, karena nggak menarik. Biasanya, tempat yang menerima anak Sosiologi itu di dinas-dinas gitu, tapi kan biasanya mereka udah jadi PNS dulu,” keluh Novia.
Novia juga mengatakan bahwa anak Sosiologi bisa saja bekerja di bagian CSR perusahaan. Tapi dia juga mengatakan, jarang ada divisi khusus untuk CSR di perusahaan. Biasanya, perusahaan memilih memakai karyawan yang ada untuk mengerjakan proyek CSR mereka.
“Sebenernya bisa aja jadi guru, Mas. Tapi kan jurusanku murni. Harus PPG dulu.”
“Gaji guru juga kecil, Nov,” timpal Fathur.
Lowongan yang spesifik menerima Sosiologi hampir nggak ada
Fathur sebelumnya sempat mencari-cari lowongan kerja yang secara spesifik menerima lulusan Sosiologi. Tapi, dia malah kecewa karena hampir tak ada. Mirip dengan pernyataan Novia, bahwa Sosiologi susah cari kerja.
“Aku kemarin sempet nyari-nyari magang, di MSIB, Mas. Di Surabaya, cuman ada dua lowongan magang untuk mahasiswa Sosiologi. Mumet, Mas.”
Masalah lowongan kerja ini jadi makin pelik karena menurut Fathur, beberapa jenis pekerjaan yang bisa diambil oleh anak Sosiologi, juga bisa diambil anak jurusan lain.
Fathur mencontohkan bahwa Sosiologi bisa masuk jadi HRD, tapi bakal kalah saing juga lawan anak Psikologi. Fathur merasa, peperangan jadi makin rumit karena semua pihak punya kans yang sama.
Di sisi lain, kalau anak Sosiologi mau makin besar kemungkinannya, mereka harus ambil S2. Itu memberatkan bagi Fathur, karena tidak banyak orang yang bisa ambil S2.
Cari kerja di luar jurusan juga sama susahnya
Novia dan Fathur juga sudah memikirkan untuk cari kerja di luar jurusan Sosologi. Novia sejauh ini mengambil bootcamp agar skill dia nanti bisa jadi tawaran saat cari kerja selepas lulus dari Sosiologi UNESA Surabaya. Yang penting dia bisa kerja aja dulu, tidak memikirkan hal lain.
“Perkara gaji aku sembarang, Mas. Penting kerja dulu.”
Fathur agak berbeda. Dia berkata akan ambil opsi kerja di luar jurusan, tapi ya dia masih bingung mau kerja apa. Katanya, sembari skripsi, dia mulai belajar nulis dan aktif nulis untuk menambah portofolio.
“Skill yang aku kejar sementara adalah menulis dulu, Mas. Siapa tahu bisa jadi portofolio yang bagus di dunia kerja. Biar nggak cuma punya ilmu Sosiologi.”
Langkah ini, tak eksklusif jadi pikiran Fathur dan Novia. Fenomena mahasiswa bekerja di luar jurusan juga diamini oleh Mendikbud, Nadiem Makarim. Dalam tayangan YouTube Universitas Sumatera Utara, Nadiem mengatakan bahwa 80 persen lulusan mahasiswa tidak bekerja sesuai jurusan. 20 persen sisanya, sesuai jurusan.
Baca halaman selanjutnya
Rencana setelah lulus dan harapan yang menyertai
Meski awan hitam menggelayut, bukan berarti manusia berhenti melangkah karena takut terkena air hujan. Fathur dan Novia pun, mau tak mau, harus menghadapi dunia setelah lulus. Mereka masing-masing punya rencana serta harapan akan dunia kerja yang ideal bagi mereka.
Fathur menyatakan kalau dia akan kerja dulu, dan tidak terpikir lanjut S2. Dia hanya mau lanjut S2 jika ada beasiswa. Novia juga idem, bedanya hanya tak mau mengambil S2 dengan jurusan yang sama.
“Ogah ngomongin borjuisme meneh, Mas,” kata Novia.
***
Harapan mereka tentang dunia kerja bagi lulusan Sosiologi UNESA Surabaya itu sederhana, perbanyak lapangan kerjanya. Itu saja.
Novia mengatakan, harusnya ada lembaga atau divisi khusus di tiap perusahaan yang mengawasi atau melaksanakan kegiatan CSR tiap perusahaan. Sejauh ini, dia tidak menemukannya di Surabaya atau Jawa Timur secara keseluruhan. Padahal dengan adanya divisi khusus ini, lulusan Sosiologi UNESA atau pada umumnya bisa lebih terserap.
Harusnya mahasiswa Sosiologi bisa berbicara
Fathur menambahi, bahwa jurusan atau ilmu yang laku di dunia kerja, harusnya diimbangi dengan pengetahuan sosial. Yang artinya, tiap loker harusnya menerima jurusan Sosiologi. Baginya, tanpa itu semua, warga akan susah menerima kebijakan atau produk, sebab tak mempelajari efeknya pada masyarakat sosial secara umumnya.
“Makanya program pemerintahan itu kerap susah jalan, Mas. Wong nggak memakai sudut pandang Sosiologi sewaktu perencanaan. Jadinya ya, programnya ditolak mentah-mentah oleh masyarakat. Justru menurutku, inilah saatnya mahasiswa Sosiologi tampil, karena memang kita kuliah untuk itu.”
Selain itu, Novia juga menambahkan, kampus juga harus memberi ruang untuk upgrade mahasiswanya agar bisa bersaing di dunia kerja.
“Di Sosiologi UI, Mas, mahasiswanya diminta nulis tentang social impact. Praktiknya ada. Di Sosiologi UNESA, semua full penelitian. Ya, jadi susah juga.”
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.