Cerita Mahasiswa Farmasi Surabaya yang Gagal Tes Masuk Jurusan Kedokteran 3 Kali, Sempat Mengurung Diri di Kamar 3 Hari karena Dianggap Tak Sadar Diri!

Cerita Mahasiswa Farmasi Surabaya yang Gagal Tes Masuk Jurusan Kedokteran 3 Kali, Sempat Mengurung Diri di Kamar 3 Hari karena Dianggap Tak Sadar Diri

Cerita Mahasiswa Farmasi Surabaya yang Gagal Tes Masuk Jurusan Kedokteran 3 Kali, Sempat Mengurung Diri di Kamar 3 Hari karena Dianggap Tak Sadar Diri (MOJOK/Ega Fansuri)

Ada ungkapan terkenal berbunyi “third time’s the charm”, yang artinya kesuksesan akan datang pada percobaan ketiga. Tapi, hal ini tidak berlaku buat Arif, mahasiswa jurusan Farmasi salah satu universitas di Surabaya. Tiga kali daftar jurusan kedokteran, tiga kali dia gagal.

***

Apa yang bikin Arif begitu gigih mendaftar jurusan kedokteran hingga tiga kali? Pertanyaan inilah yang saya lontarkan paling awal ketika Arif mau diwawancarai kemarin (20/04/2024). Setelah melontarkan pertanyaan tersebut, bulir keringat mulai muncul di dahi saya. Entah karena cuaca memang panas, atau saya waswas pertanyaan yang terlontar bikin Arif sakit hati.

Syukurlah, jawaban Arif justru santai. Beliau menjawab, dia memang sudah serius kepengin jadi dokter sejak kecil. Tujuannya sederhana: dia ingin jadi dokter agar bisa membantu keluarganya yang sakit. Keinginan yang dia punya bikin keluarganya menaruh harapan, dan hal tersebut sedikit banyak membebaninya. Makanya, dia mencobanya hingga tiga kali.

“Kalau dibilang memaksakan ya saya juga sadar diri aslinya kemampuan kurang daripada teman-temang yang dulu sempat les bareng setahun belom dapet kampus. Tapi kembali lagi, atas keyakinan dengan usaha dan niat ikhlas bantu orang, saya kembali mencobanya.”

Demi mewujudkan cita-citanya, Arif memutuskan untuk les setahun, alias gap year ketika percobaan pertama gagal. Dia sadar diri bahwa tes awal dia merasa niatnya kurang, makanya mencoba lagi les setahun. Ketika percobaan kedua datang, dia begitu mantab.

Tapi seperti yang terjadi di paragraf awal, dia gagal lagi.

Kegagalan kedua

Arif sudah mencoba mendaftar beberapa universitas yang membuka jurusan kedokteran. UI, UGM, Udayana,UNEJ, dia coba. Semuanya gagal. Padahal biaya pendaftarannya lumayan mahal, bagi Arif, mahasiswa farmasi Surabaya ini.

Kegagalan kedua ini bikin Arif harus menelan pil pahit dan memilih masuk jurusan farmasi di salah satu universitas di Surabaya. Selama setahun pertama, dia masih terngiang, apa yang salah, apa yang kurang.

Segala usaha sudah dicoba oleh Arif. Tapi memang, keberhasilan bukan milik semua orang.

Kegagalan ketiga

Third time’s the charm, adalah proverb yang pertama kali terekam pada 1721, dalam James Kelly Scottish Proverb. Artinya kesuksesan datang pada percobaan ketiga, atau lebih singkat lagi, coba terus hingga berhasil. Tapi, seperti yang sudah tertulis, Arif gagal lagi. Ketiga kalinya. Dan pada kegagalan ketiga, dia memilih untuk menyerah.

Usaha Arif di tahun terakhir lebih gila. Les dua tempat, hampir tiap hari membuka soal tes, tidur satu jam sehari dia lalui hanya demi ini. Saya terbelalak, tidur sejam sehari?

“Serius, tidur sejam sehari, Mas?”

“Ya demiii…. Hehehe.”

Tapi Arif akui, hal tersebut ternyata bukanlah hal yang baik. Dia tahu bahwa ini semua justru tak membantu. Akhirnya, kegagalan datang, lagi.

Percobaan-percobaan yang Arif lakukan sempat mengundang cibiran beberapa orang. Banyak yang bilang, Arif tak sadar kemampuan. Udah tahu nggak pinter, tapi maksa jadi dokter. Dia diminta sadar diri.

Arif pun mengaku, hal itu ada benarnya. Tapi bukan berarti dia bisa menerima itu semua.

“Saya inget banget 3 hari merenung nggak keluar kamar sambil mikir, apa aku seremeh itu ya di mata orang?”

Baca halaman selanjutnya

Gagal rasanya sesakit itu

Gagal masuk jurusan kedokteran memang sesakit itu

Arif, mahasiswa Surabaya ini tak bisa memungkiri, kalau gagal tiga kali daftar jurusan kedokteran ini bikin dia down dan sempat berubah. Dia bahkan sempat membenci mahasiswa fakultas kedokteran gara-gara gagal berkali-kali. Sesakit itu, ungkapnya.

“Saya gagal tes itu nggak cuman satu jenis aja, Mas. Banyak jenis tes saya lakukan, gagal semua. Yang terakhir, kurang dikit banget lolos. Gimana nggak sakit, Mas?”

Peminat jurusan kedokteran memang begitu banyak. Dilansir dari Kompas, daya tampung tahun ini dengan jumlah peminat jurusan kedokteran tiap kampus tahun lalu benar-benar jomplang. Sebagai contoh, daya tampung jurusan kedokteran UGM ada 54, sedangkan peminat 2023 ada 3.766. Untuk UNAIR, kampus tujuan Arif yang utama, punya daya tampung 2024 90, peminat tahun lalu sekitar 3.424.

Wacana penambahan fakultas kedokteran pun sempat bergaung saat debat capres kemarin. Salah satu capres punya program untuk bikin banyak FK baru, meski mendapat resistensi dari banyak pihak bahwa kebutuhan dokter yang sekarang sudah cukup, hanya persebarannya saja yang kurang.

Penyesalan gagal masuk jurusan kedokteran

Pada semester 5 kemarin, akhirnya Arif bisa menerima. Meski kadang penyesalan itu muncul, dia lebih memilih untuk fokus pada masa kini.

“Karena saya sudah tau mana farmasi yang saya suka, pencapaian yang saya dapatkan di farmasi, dan mungkin saya untungnya kedapatan berteman sama anak-anak yang pinter di farmasi ini jadi merasa tertolong. Ya, meringankan lah, Mas.”

Arif sudah punya rencana untuk masa depannya. Dia bilang bahwa dia ingin lanjut kuliah Apoteker. Dia merasa gelar sarjana farmasi masih kurang untuk dipakai modal bersaing. Setelah itu, barulah dia menjalankan rencana besarnya.

“Mungkin setelah lulus apoteker, kalau ada rezeki lagi lanjut fast track S2-S3 di Unpad, jadi apoteker di apotek keluarga, punya produk kosmetik sendiri, dan jika semua tercapai, saya mau jadi dosen. Muluk-muluk memang, Mas, tapi kalau nggak dicoba, kapan ngerasain hidup? Hehehe.”

Keringat saya sudah mengering. Kipas yang tak henti memutar bikin ruangan terasa lebih dingin. Tapi, saya menanyakan satu pertanyaan penutup yang sama-sama bikin saya panas dingin. Saya bertanya, apakah ada penyesalan setelah semua ini?

Arif menjawab dengan lugas. Keringat saya tak jadi mengucur, tapi perihnya ikutan terasa.

“Ada, Mas. Kenapa aku dulu gak serius belajar, dan kenapa kok dulu males banget buat belajar. Kalau mungkin sedikit rajin atau sedikit niat pasti sekarang udah bisa ngerasain diagnosa pasien, jadi dokter spesialis bedah.”

Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin

BACA JUGA Mahasiswa Surabaya Merasa Nggak Guna Lulus Kedokteran tapi Akreditasi C, Kuliah Mahal Tapi Ijazahnya Enggak Laku Buat Daftar PPDS

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version