Soto Pasar Gede Bu Harini di Solo, Jawa Tengah selalu ramai pengunjung. Apalagi, di hari-hari libur alias tanggal merah. Warung yang sudah buka sejak tahun 80-an itu menyajikan menu soto ayam bening yang cocok disantap untuk sarapan.
***
Saya tak sengaja menemukan warung soto Bu Harini di dalam Pasar Gede untuk sarapan sebelum berjalan-jalan di Solo pada Jumat (18/4/2025). Lokasinya di lantai satu. Saya harus berjalan lebih dalam dan menyusuri pedagang lainnya yang lebih banyak menjual sayur dan keripik untuk oleh-oleh.
Di deretan pengunjung yang juga memburu makan, tampak asap membumbung dari lorong tempat saya berjalan. Semakin saya mendekat, terlihat empat orang pedagang dengan baju hitam seragam berlogo Soto Pasar Gede Bu Harini di sebuah petak yang disulap menjadi dapur.
Mulanya, saya tidak terlalu memperhatikan logo tersebut karena cetakannya tidak terlalu besar. Mata saya justru tertuju pada anglo atau tungku yang terbuat dari tanah liat. Di atas anglo tersebut sudah terdapat panci besar berisi kuah kari. Asap dari masakan itulah yang tadi saya lihat.
Barulah saya sadar tempat itu menjual soto dan nasi kari setelah beberapa pengunjung pasar antre untuk memesan. Usai mencatat pesanan, salah satu pedagang di dapur mempersilahkan para pembelinya untuk duduk di seberang, di mana bangku-bangku sudah tertata rapi.

Di atasnya terdapat banner besar bertuliskan menu yang dijual, yakni kari ayam, sambel tumpang, asem-asem, sop ayam, dan tentunya soto. Saya pun ikut memesan soto ayam sambil mencari posisi untuk makan.
Sangking ramainya, saya yang seorang diri harus berbagi tempat dengan dua orang pengunjung pasar yang juga ingin sarapan. Saya pun tak masalah dan mempersilahkan mereka duduk.
Pertama kali makan soto bening
Tak lama kemudian, pesanan kami tiba. Sebagai warga Surabaya, Jawa Timur saya cukup kaget karena kuahnya bening sepeti bakso. Sedangkan, di daerah saya soto kerap berwarna kuning.
Saya jadi agak bimbang memakan Soto Pasar Gede Bu Harini di Solo. Takut kalau rasanya hambar di lidah. Saya pun celingak-celinguk melihat bahan-bahan di meja, barangkali saya yang salah pesan atau ada bumbu-bumbu lain yang mesti saya tuang sendiri.
Namun, yang ada hanyalah sambal, jeruk nipis, gorengan, dan kecap, (tidak ada) koya. Karena saya suka asin, saya menambahkan sari jeruk nipis pada kuahnya. Barulah saya meyakinkan diri untuk mencobanya dengan menyendok kuah sambil meniup-niupnya karena masih panas.
Belum sempat saya mencoba, pelanggan di samping saya nyeletuk.
Baca Halaman Selanjutnya
“How do you think?” kata salah satu perempuan di samping saya yang sudah mencoba Soto Pasar Gede Bu Harini duluan. Dan tampaknya pengalaman itu juga yang pertama baginya.
“Enak kok, masih kerasa soto,” jawab temannya yang sudah duluan mencoba.
Obrolan singkat itu meyakinkan saya untuk menyantap hidangan soto tersebut. 15 menit kemudian, makanan kami bertiga ludes dan hanya menyisakan kuah. Rasanya gurih dan nikmat. Tak mengecewakan seperti bayangan saya di awal tadi.
Soto Pasar Gede Bu Harini dari empat generasi
Saat antre membayar, saya sempat meminta izin ke petugas kasir untuk memfoto warung tersebut. Ia menyambutnya dengan riang bahkan mengucapkan terima kasih kepada saya. Barangkali ia berpikir tindakan saya bisa membuat warungnya ramai.
Saat tiba giliran membayar, saya baru ngeh kalau petugas kasir itu adalah Harini (72), si pemilik warung Soto Pasar Gede. Saya pun sempat bertanya soal asal-usul warung tersebut.
“Warung ini sudah lama berdiri. Kira-kira empat generasi, dari buyut, nenek, ibu suami saya, sampai saya menantunya,” kata Harini di Pasar Gede, Jumat (18/4/2025).
“Ya bisa dibilang bisnis keluarga. Karyawannya juga anak-anak saya sendiri,” lanjutnya.
Saya jadi merasa bersalah karena sempat meragukan resep soto tersebut, sebab Harini mengaku tak pernah mengubah resep bisnis keluarga mereka. Dari proses memasaknya saja masih memakai cara tradisional untuk mempertahankan cita rasa dan aromanya.
Soto Pasar Gede Bu Harini selalu ramai
Sayangnya, saya tak bisa bertanya lebih dalam karena Harini tampak masih sibuk melayani pembelinya.Di belakang saya saja sudah ada tiga orang yang mengantre membayar. Harini bilang tokonya memang selalu ramai dari pagi sampai sore sekitar pukul 16.00 WIB.
“Kalau hari libur, tanggal merah, dan hari Minggu itu ramai sekali. Sampai antre-antre. Kalau bangkunya sudah penuh, ada yang menunggu. Ada juga yang pilih dibungkus terus bawa pulang,” tutur perempuan asli Solo tersebut.
Tak ingin menggangu dan membuat pembeli di belakang saya menunggu terlalu lama, saya pun membayar Soto Pasar Gede Bu Harini seharga Rp14 ribu. Sangat recomended dengan porsi dan potongan ayam yang berlebih-lebih.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Cerita Penjual Duwet Tentang Hal-hal yang Hilang di Pasar Legi Kotagede atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.