Sedihnya SGPC Bu Wiryo Kalau Presiden Indonesia Datang ke Warungnya, Saksi Suksesnya Alumni UGM

Ilustrasi Sedihnya SGPC Bu Wiryo Kalau Presiden Indonesia Datang ke Warungnya dan Saksi Suksesnya Alumni UGM. (Mojok.co)

Biasanya kalau presiden datang sebuah warung makan, pengelolanya akan bersuka cita. Namun, Sego Pecel Bu Wiryo atau SGPC Bu Wiryo 1959 justru lain, pengelolannya justru sedih. 

***

Bagi alumni UGM angkatan 1959 hingga 1994, SGPC Bu Wiryo bukan hanya sebagai tempat makan, tapi juga menjadi saksi hidup mereka selama kuliah di kampus biru. Tidak sedikit mahasiswa yang menggantungkan urusan perutnya di warung ini. 

 

Tidak sedikit pula yang melakukan “Dharmaji”, yaitu dhahar siji, ngomong siji atau makan lima, bilangnya satu. Tahun 1959 hingga 1994, SGPC Bu Wiryo masih berada di lingkungan kampus UGM. 

Tahun 1994, Bu Wiryo pindah ke warung SGPC milik anaknya yang berada di pinggir Selokan Mataram, tepatnya Jalan Agro No.10, Kocoran, Caturtunggal, Sleman.

“Jadi saya mendirikan SGPC sendiri di tahun 1988, ibu saat itu masih jualan di dalam kampus UGM. Pas ibu sakit-sakitan di tahun 1994, baru ikut ke warung ini,” kata anak pertama almarhum Bu Wiryo, Kelik Indarto (58) beberapa waktu silam kepada Mojok.

Saya sendiri bukan alumnus UGM, tapi karena kampus saya tak jauh dari kampus ini, maka dulu di awal tahun 2000-an sering lewat di depannya. Begitu juga ketika main ke kos kawan di daerah Klebengan, warung ini hanya bisa saya sawang tanpa berani untuk mampir makan di sana. Harga menunya nggak cocok untuk kantong mahasiswa seperti saya yang awal-awal kuliah hanya bermodal jalan kaki ke kampus.

Baru ketika menjadi wartawan, dan ada jumpa pers di tempat tersebut saya bisa menikmati nasi pecel atau sop daging sapi sambil menyaksikan dan mendengarkan musik keroncong.

SGPC Bu Wiryo yang hidup lagi setelah tinggalkan pasar mahasiswa

Rupanya di pertengahan tahun 1990-an hingga tahun 2000, SGPC Bu Wiryo mengalami masa-masa sulit. Bahkan di tahun 2000 hampir tutup. Efek dari krisis moneter yang berkepanjangan masih warung ini rasakan. 

“Harga menunya sudah nggak nututi kalau pasarnya mahasiswa, dulu ibu kan pasarnya mahasiswa jadi memang harganya murah, nah itu nggak bisa nutup biaya produksi,” kata Kelik Indarto. Apalagi di tahun-tahun itu, banyak bermunculan tempat makan kekinian dengan harga murah. 

Ia urung menutup warungnya setelah ingat pesan almarhum Bu Wiryo yang meninggal di tahun 1995. Pesan itu agar SGPC Bu Wiryo tidak tutup. Sebagai solusi, Kelik Indarto kemudian mengubah konsep SGPC dari warung kelas mahasiswa menjadi warung dengan sasaran keluarga. 

Banyak yang menganggap perubahan konsep tersebut langkah salah karena menjadikan harga di menu SGPC Bu Wiryo jadi mahal. Namun, kalau itu tidak dilakukan risikonya warung tersebut tutup. 

Pada akhirnya perubahan konsep tersebut awalnya membantu SGPC Bu Wiryo terus hidup. Apalagi kemudian warung ini jadi klangenan alumninya yang sukses dalam kariernya. 

Peninggalan alumni UGM di SGPC Bu Wiryo, dari SDSB hingga Sup Pegatan

Ikatan batin antara alumni UGM dan karyawan SPGC Bu Wiryo sangat kuat. Salah satunya saat masih jualan di UGM SPGC adalah warung satu-satunya yang ada lingkungan kampus. Kelik menceritakan, dulu ia dan karyawan SPGC kerap membantu mahasiswa yang punya kegiatan, misalnya jadi suporter atau event-event di Gelanggang Mahasiswa UGM. 

Alumni UGM dan keluarganya jadi pelanggan di SGPC Bu Wiryo. (Agung P/Mojok.co)

Salah satu bukti kedekatan SGPC Bu Wiryo dengan mahasiswa UGM terlihat dari menu-menu di warung ini. Sebagian besar merupakan ciptaan mahasiswa UGM pada masa lalu. Menu-menu itu misalnya, SDSB (sup daging sayur bayam), Sup Tanpa Kawat (sup tanpa soun), Sup Bubrah (sup diberi bubu kacang pecel), Sup Tanpa Truk (sup tanpa kol, kobis), Sup Pegatan (sup dan nasi dipisah), Pecel Kramas (pecel dengan telur puyuh lima butir), Pecel Diuwel-uwel (pecel dibungkus).

Selain itu, ibunya sebenarnya tahu ada mahasiswa yang “dharmaji” tapi tetap membiarkan karena mungkin tahu kondisi mahasiswa tersebut juga sedang sulit. Di kemudian hari, Bu Wiryo menerima kiriman wesel dari mahasiswa-mahasiswa “dharmaji” tersebut.

Tidak sedikit juga orang-orang penting baik di instansi swasta atau pemerintahan datang lagi ke SGPC Bu Wiryo untuk membayar utangnya karena dulunya tergolong “dharmaji”. Bedanya orang-orang tersebut tidak minta kembalian.

Kelik Indarto juga tidak perlu lagi banyak berpromosi karena dengan sendirinya alumni UGM membantu promosinya. Bahkan tiap akhir pekan SGPC Bu Wiryo jadi semacam titik kumpul alumni UGM untuk sekadar kangen-kangenan atau membuat acara. 

Sebagian mahasiswa UGM juga jadi langganan. Ini karena mereka diperkenalkan oleh orang tuanya yang dulunya jadi pelanggan warung ini. 

Baca halaman selanjutnya

Cerita Kelik yang sedih kalau presiden dan wapres datang ke warungnya

Cerita Kelik yang sedih kalau presiden dan wapres datang ke warungnya

Biasanya kalau warung dikunjungi presiden akan bangga dan senang. Namun, Kelik Indarto justru sedih. Kalau sekelas menteri, bupati, hingga gubernur menurutnya nggak masalah. Hanya kalau sudah kelasnya wakil presiden apalagi presiden ia pusing tujuh keliling. 

“Protokolernya itu kan harus menutup jalan di depan warung selama 4 jam. Saya untung, tapi yang jualan di sepanjang jalan ini kan bukan saya saja,” katanya. 

SGPC Bu Wiryo di pinggir Selokan Mataram. Ada di lokasi ini mulai 1988 MOJOK.CO

“Jujur ya saya sebenarnya nggak senang kalau presiden atau wakil presiden itu datang. Alasannya karena jalan di depan warung itu ditutup selama 4 jam. Saya memang untung, tapi yang jualan di sepanjang jalan ini kan bukan saya saja, yang lainnya bagaimana?” imbuh Kelik.

Presiden Joko Widodo yang alumnus UGM, sudah berkali-kali ingin mampir ke SGPC Bu Wiryo. Aparat keamanan juga sudah disebar ke kampung-kampung. Polisi juga seliweran di sekitar warung. Ini juga yang tidak membuat nyaman Kelik. “Akhirnya protokol memang melarang Jokowi ke sini. Tapi beliau berkali-kali sudah pesan tempat di sini,” kata Kelik.

Kelik merasakan sendiri bagaimana ketika Wakil Presiden Boediono makan di tempatnya. Sebelum jadi wapres, Boediono biasa saja datang ke warungnya untuk makan. Namun, saat sudah jadi wapres, protokoler berlaku. 

Akhirnya, melihat keruwetan yang terjadi jika ia datang, Wapres Boediono akhirnya menghubungi Kelik agar pecel pesanannya diantar ke rumah. 

Jadi rumah alumni UGM dan alumni Jogja

Dua capres yang kemarin berlaga di Pilpres 2024, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan juga tampak beberapa kali makan di tempat ini. Begitu juga dengan calon wakil presidennya, Cak Imin dan Mahfud MD. 

Meski tidak begitu update, Instagram Sego Pecel Bu Wiryo memposting tokoh-tokoh yang datang ke warungnya. Mulai dari Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono, menteri, pejabat hingga mantan pejabat. 

Warung ini seperti jadi saksi suksesnya alumni UGM yang berkiprah baik di instansi pemerintah maupun swasta. Menteri Kabinet Indonesia Maju saat ini yang punya latar belakang UGM hampir pasti pernah mampir ke warung ini. Di Instagram SGPC Bu Wiryo tampak beberapa menteri yang tidak hanya sekali datang ke warung ini seperti Mahfud MD, Menteri PUPR Basuki Hadimulyono, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Desa Abdul Halim Iskandar, dan lainnya.

Seperti yang Kelik Indarto sampaikan ke Mojok, meski punya tagline Melayani UGM Sejak 1959, SGPC Bu Wiryo memposisikan diri bukan hanya sebagai rumah alumni UGM, bahkan lebih luas lagi, alumni Jogja. 

Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin

BACA JUGA Kisah di Balik Sate Pak Dakir yang Menghidupi 13 Anak dengan Satu Kambing, Anak Jadi Guru Besar di ITS

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

 

Exit mobile version