Orang-orang mencurigakan yang berlalu-lalang
Perjalanan berliku selama dua jam terbayarkan saat saya melihat indahnya laut berwarna biru kelap-kelip terpapar oleh cahaya matahari. Terlebih, suasananya tidak terlalu ramai seperti pantai-pantai sebelumnya yang kami lewati.

Di Pantai Watu Kodok Gunungkidul saya bisa menikmati suara deburan ombak di tepi pantai, mencari kerang, bermain pasir, dan bermain air tanpa takut terseret ombak besar. Namun, di tengah aktivitas tersebut teman saya mengaku risih karena ada orang yang berlalu-lalang dan memotretnya.
Saya pun menghampiri orang paruh baya yang memotret dengan kamera DSLR tersebut. Rupanya, ia menawarkan jasa pemotretan.
“Pak, saya mau lihat foto dong,” tanya saya usai mencari kerang di bibir pantai ke salah satu fotografer yang memotret saya tanpa permisi.
“Oh, yang candid sudah saya hapus Kak, karena teman Kakak satunya tadi bilang nggak mau,” jawabnya yang kemudian baru saya tahu panggilannya adalah Mbah Ramin.
Potret bebas harga goceng
Karena sudah dihapus, saya pun meminta Mbah Ramin memotret saya kembali di tepian pantai. Ia terlihat senang karena fotonya bakal terjual. Sesekali ia berjongkok, berlari agak jauh dari saya, lalu mengotak-ngatik lensa dan bersiap untuk memotret.
Mbah Ramin bilang saya bebas bergaya. Ia juga tidak membatasi waktunya. Nanti di akhir, saya bisa memilih foto-fotonya. Satu foto, ia patok harga Rp5 ribu dan akan ia kirim filenya lewat USB.
Sebetulnya cara kerja seperti itu cukup rawan, apalagi di zaman sekarang. Sebab, boleh jadi beberapa wisatawan khususnya di Pantai Watu Kodok Gunungkidul tidak berkenan untuk difoto karena dinilai melanggar privasi. Mereka juga berhak takut jika foto tersebut disalahgunakan.
Di sisi lain, jasa pemotretan yang ada di Pantai Watu Kodok Gunungkidul juga membantu saya mengabadikan momen indah. Saya pun merasa puas dengan hasil jepretan Mbah Ramin. Bahkan saya membeli 7 foto sekaligus dari 10 foto yang ia jepret. Tiga lainnya bukan karena hasil foto Mbah Ramin jelek, tapi gaya saya saja yang terlihat kaku. Selebihnya, foto diambil dengan komposisi yang pas, jernih, dan ala-ala bokeh.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Edit: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Pantai Parangtritis Semakin Bising hingga Berisiko untuk Anak, Pantai Pandansari Jadi Alternatif: Tenang, Indah, dan Punya Mercusuar Tertua di Jogja atau baca juga liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












