Kabut tebal menyelimuti pandangan saya ketika dalam perjalanan menuju Villa Putih, Kaliurang, Sleman. Minggu (10/11/2024) sore WIB, saya dan dua reporter Mojok iseng-iseng main ke salah satu tempat yang konon paling angker di Sleman. Namanya Villa Grezenberg atau lebih dikenal dengan Villa Putih Kaliurang.
Konon, bangunan ini didirikan pada tahun 1930-an oleh Belanda. Namun, sejak terdampak letusan Gunung Merapi pada 1994, Villa Putih ini mulai ditinggalkan. Bangunannya betul-betul terbengkalai. Sema sekali tak terurus. Banyak tanaman liar yang memenuhi setiap ruangan.
Sisa reruntuhan dan bekas vandal di Villa Putih Kaliurang Sleman
Kami tiba di lokasi sekitar jam setengah 5 sore. Saya dan satu reporter Mojok, Aisyah Amira Wakang, langsung bergegas masuk untuk eksplorasi bangunan Villa Putih Kaliurang, Sleman. Sementara satu repoter lainnya, Muchamad Aly Reza terpaksa mengalah menunggu di luar: untuk menjaga kendaraan kami.
Sebelum berangkat ke sana, saya sempat membaca beberapa kisah horor di linimasa Facebook dan kanal YouTube. Katanya, ada sosok noni-noni Belanda yang mendiami Villa Putih Kaliurang, Sleman, ini.
Saya, yang memang selalu tertantang bertemu setan, tentu sangat bersemangat menemuinya. Barangkali, saya bisa bertemu dan wawancara dengan sosok ini (guyon, Rek).
Baru saja menginjakkan kaki di pelataran bangunan itu, saya merasa sudah disambut oleh penghuninya. Karena Aisyah agak takut-takut, maka saya terpaksa harus masuk duluan.
Hawa di luar Villa Putih Kaliurang, Sleman, sebenarnya terasa cukup dingin. Namun, ketika saya masuk, hawa panas langsung menguar. Padahal sebenarnya bangunan ini tak tertutup-tertutup amat.
Kondisi di dalam bangunan memang sangat berantakan. Banyak sekali kayu-kayu bekas reruntuhan bangunan berserakan. Banyak pula paku yang berserakan sehingga membuat saya harus ekstra hati-hati. Lantainya becek dan cukup licin, jadi saya berjalan pelan langkah demi langkah dari satu ruangan menuju ruangan lain.
Di tembok Villa Putih Kaliurang ini, terlihat corat-coret mural yang tak jelas betul apa tulisannya. Saya hampir tak bisa membacanya karena saking banyaknya. Ada banyak sampah bungkus rokok, bungkus minuman, dan bungkus camilan yang tersebar di banyak sudut.
Pencarian noni-noni Belanda
Langkah saya terhenti ketika melihat sebuah ruangan yang cukup gelap. “Menarik!”. Saya jelas terpancing untuk memasukinya.
Butuh senter untuk bisa mengetahui ada apa saja di dalam ruangan gelap itu. Di ruangan pertama yang saya masuki, ada dua ruangan bekas kamar dan satu kamar mandi. Tak jauh berbeda dengan ruangan sebelumnya, tempat ini jadi sarang sampah dan reruntuhan bangunan.
Tapi hingga sejauh itu, saya masih belum menemukan penampakan apa pun. Ditakut-takuti dengan suara atau gerakan-gerakan pun tidak. Padahal, dengar-dengar, tak butuh sampai menunggu malam jika ingin dihantui oleh noni-noni Belanda atau setan-setan lain yang mendiami villa tersebut.
Apalagi menjelang Magrib alias waktu surup: waktu yang konon menjadi awal ungkrap-nya makhluk-makhluk tak kasat mata.
Saya terus melanjutkan penelusuran. Pokoknya sampai ada tanda-tanda saya bakal diganggu. Karena itu lah “tujuan nakal” saya ke sana: menantang setan-setan di Villa Putih, Kaliurang. Ah, saya terlalu banyak nonton konten “Ih Takut”-nya Dzawin Nur.
Lalu tiba lah saya di sebuah kamar mandi yang tampak gelap dan lembab. Masih sama, saya belum mendapat gangguan apa pun. Hanya saja, entah kenapa, saya merasa di situ ada yang tidak beres. Saya sempat terpancing untuk masuk. Namun, baru kaki kanan yang melangkah, tiba-tiba seperti ada yang membisiki, “Jangan masuk!”.
Dan entah bagaimana pula, saya menuruti bisikan tersebut. Saya lantas berbalik arah: menuju ruangan lain.
Lantai 2 Villa Putih Kaliurang Sleman tak semenyeramkan kata orang
Dari lantai satu, saya lalu beranjak ke lantai dua. Kali ini Aisyah mengikuti saya di belakang. Ternyata di atas tidak semenyeramkan yang dibicarakan orang-orang. Karena konon, lantai dua lebih banyak “penghuninya”.
Ada banyak tumbuhan liar yang merembet di setiap sudut. Sampah-sampah yang berserakan pun lebih banyak ketimbang di lantai satu.
Alih-alih mencekam, bagi saya, lantai dua justru bisa jadi spot foto vintage. Karena tak kunjung mendapat gangguan, ya sudah saya berfoto-foto ria saja. Saya meminta Aisyah untuk memotret saya. Lumayan lah untuk mengisi feed Instagram. Syukur-syukur ketika foto sudah dijepret, ternyata ada penampakan yang nyempil.
Sekitar 20 menit saya menjelajahi lantai dua, lalu ada sekelompok pemuda yang datang, juga untuk mengeksplor Villa Putih Kaliurang, Sleman. Mereka berjumlah empat orang. Saya dan Aisyah pun terpisah. Aisyah memilih mengikuti mereka sambil wawancara tentang Villa Putih Kaliurang ini.
Terseret energi dari sebuah sesajen
Setelah lelah menjelajah Villa Putih Kaliurang, Sleman, ini, saya memutuskan untuk istirahat sejenak di luar ruangan, menghampiri Aly Reza sembari menyesap rokok.
“Katanya bangunan ini juga sering jadi tempat mesum,” ujar Aly Reza yang sedari tadi menjaga motor kami biar tak digondol orang.
Jika benar, seharusnya saya bisa menemukan sampah “bekasnya”, sebut saja kondom sebagai “barang bukti”.
Saya pun mencoba mencari “barang bukti” itu: masuk lagi ke Villa Putih Kaliurang, Sleman. Tapi memang saya tak menemukan sisa-sisa perbuatan asusila itu. Ya sudah, toh sebenarnya tak penting-penting amat. Saya hanya butuh noni Belanda itu menampakkan diri.
Hingga akhirnya, sebuah energi tiba-tiba menyeret saya kembali ke ruangan yang sebelumnya tak jadi saya masuki gara-gara bisikan “Jangan masuk!”. Langkah kaki saya membawa saya masuk ke sana.
Di sana, saya menemukan sesajen terhampar di sebuah sudut. Ada dua gelas bekas kopi dan dupa. Di sampingnya, ada daun pisang yang sepertinya berisi kembang setaman. Aromanya masih semerbak. Mungkin sesajen itu belum lama ini diletakkan di sana.
Suara perempuan menjelang azan
“Bisa jadi di sini adalah titik energi gaib terbesar di villa ini.” Batin saya. Namun, lagi-lagi, hingga beberapa menit berdiam di situ, saya masih tak mendapat gangguan yang benar-benar membuat nyali saya ciut.
Tapi karena tak kunjung mendapatkan sensasi adrenalin ditakuti itu, ya sudah saya memutuskan keluar: menyudahi eksplorasi tempat yang konon jadi salah satu sarang setan di Sleman itu.
Belum juga mencapai pintu keluar, tiba-tiba saya mendengar teriakan lirih. Jelas betul suara seorang perempuan. Ini yang saya tunggu. Saya terpancing untuk balik badan, mencari sumber suara. Namun, dari luar sudah terdengar suara azan, juga suara dari Aisyah dan Aly Reza yang meminta saya untuk segera keluar: pulang.
“Sudah Magrib, pulang aja.” Teriak Aly Reza. Ah, padahal itu lah momen-momen yang saya tunggu: dihampiri noni Belanda atau setan yang lain. Saya lantas menyeret kaki saya melangkah keluar, sambil sesekali melirik ke arah belakang (dalam ruangan). Energinya makin terasa. Energi keberadaan makhluk-makhluk tak kasat mata.
Villa Putih Kaliurang, Sleman, bukan lah satu-satunya tempat angker, to? Saya masih tertantang–dan akan selalu begitu–untuk menjelajahi tempat-tempat angker lain. Di mana pun.
Btw, kata seorang teman, foto-foto yang berhasil saya potret dari salah satu tempat angker alias sarang setan di Sleman itu menghasilkan “energi panas”. Saya tak paham apa maksudnya. Tapi, barangkali ada dari teman-teman pembaca yang punya kemampuan indigo, bisa bantu saya lihatkan foto-foto yang sudah saya lampirkan di atas: apa yang teman-teman lihat dan temukan?
Penulis: Muhammad Ridhoi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Villa Putih Kaliurang Harusnya Jadi Cagar Budaya, Malah Dinistakan Jadi Rumah Angker
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News