Kisah Pegiat Literasi Surabaya, Buka Lapak Bacaan Gratis di Tunjungan Malah Sering Kena Gusur

ilustrasi - lapak buku bacaan gratis di Tunjungan Surabaya. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Salah satu pegiat literasi dan pendongeng di Surabaya punya cara tersendiri untuk menarik minat baca anak-anak. Salah satunya dengan membuka lapak buku bacaan gratis dan mendongeng di sekitar Jalan Tunjungan saat car free day.

***

Saya tak sengaja bertemu dengan Handoko (35) saat joging di hari Minggu. Anak-anak terlihat mengerumuninya, saya pikir dia sedang berjualan sesuatu. Namun, saat saya berhenti sejenak dan memperhatikan mereka, anak-anak itu terlihat termenung, sesekali antusias dengan apa yang dikatakan Handoko. Rupanya, pemuda asal Surabaya itu sedang mendongeng.

Semakin saya mendekati mereka, saya melihat tumpukan buku bacaan yang tertata rapi di atas alas banner. Di antaranya ada buku-anak-anak, novel, puisi, dan sebagainya. Saya kira Handoko bermaksud menjual buku-buku itu. Namun, dia hanya meminjamkannya secara suka rela. Saya dibebaskan membaca buku apa saja, asal tidak membawanya pulang.

Niat menggerakkan literasi untuk amal jariah

Handoko punya minat besar di bidang seni, budaya, dan sastra, meskipun jarang mempelajarinya saat duduk di bangku sekolah teknik menengah. Baginya, membaca buku dan bercerita adalah kegiatan yang menyenangkan.

Sejak tahun 2014, dia mulai mengoleksi buku seperti novel, kumpulan cerita pendek, puisi, dan sebagainya. Namun, pemuda asal Surabaya itu tidak bisa menyebutkan jumlah pasti koleksi bukunya, sebab memang sangat banyak dan tidak sempat mendata. 

Pendongeng, Handoko, yang giat menggerakkan literasi di Tunjungan Surabaya. MOJOK.CO
Pendongeng, Handoko, yang giat menggerakkan literasi di Tunjungan Surabaya. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Yang pasti, 90 persen buku yang dia pinjamkan di pinggir Jalan Tunjungan berasal dari koleksi pribadinya. Buku-buku itu dia beli dengan uang hasil kerja kerasnya. Dia sering diundang untuk melatih maupun mendongeng di berbagai acara, sehingga uangnya ditabung untuk membeli buku baru.

“Niat saya ini kan amal jariah, saya senang saja karena bisa bermanfaat kepada masyarakat terutama anak-anak dalam bidang literasi, membaca, menulis,” ucapnya Minggu (1/3/2020).

Sementara itu, sebagian kecil bukunya yang dipinjam juga berasal dari sumbangan masyarakat maupun pemerintah. Perkenalannya dengan pemerintah terjadi saat Handoko menjadi petugas taman baca di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya. 

Menggerakkan literasi bersama komunitas

Menjadi pegawai perpustakaan memunculkan keinginan Handoko untuk saling berbagi ilmu pengetahuan lewat buku yang dia punya. Dia lalu berinisiatif untuk membiasakan anak-anak membaca dan menyukai kegiatan tersebut.

Mulanya Handoko sempat kebingungan, dengan cara apa dia bisa menumbuhkan minat baca kepada anak-anak? Sementara, di era sekarang anak-anak lebih suka bermain gawai. Bahkan sekarang sudah ada buku digital atau portal membaca seperti Wattpad.

Di tengah kebingungannya itu, Handoko justru bertemu dengan komunitas Anak Dolanan. Komunitas itu memperkenalkan anak-anak pada permainan tradisional. Dari sanalah semangatnya muncul. 

Jika komunitas Anak Dolanan mampu menarik minat anak-anak kembali menyukai permainan tradisional, mengapa dia tidak bisa? Diskusi bersama komunitas membuat Handoko lebih lancar menemukan kiat-kiat untuk menarik minat anak dalam dunia literasi.

“Salah satu kiatnya adalah anak-anak lebih suka membaca buku dengan ilustrasi bagus dan penuh warna,” ucap pegiat literasi di Jalan Tunjungan Surabaya itu.

Membuka lapak buku gratis, pagi-pagi, dengan motor pribadi

Handoko mulai membuka lapak bukunya pada tahun 2019 di Jalan Tunjungan Surabaya bersama Komunitas Dolanan, yang juga menyewakan alat permainan tradisional gratis. Biasanya, mereka sudah siap-siap sebelum pukul 06.00 WIB.

lapak bacaan buku Handoko di Jalan Tunjungan Surabaya. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Setibanya di Jalan Tunjungan, Handoko mulai menggelar banner dan tikar di atas pedestarian. Tidak semua koleksi bukunya dia pajang. Biasanya hanya sekitar dua sampai tiga karung buku, sebab Handoko hanya menggunakan motor pribadi. Dia agak kesulitan mengusungnya sendiri.

Saat dia datang, anak-anak yang berasal dari kampung sekitar sudah tidak sabar untuk mampir. Mereka bisa bebas memilih buku tanpa kebingungan, karena Handoko sudah mengelompokkan buku anak-anak, remaja, dan dewasa, termasuk genre bukunya.

“Paling sering yang dibaca adalah buku kumpulan cerita pendek. Kalau novel itu lebih ke Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK), sama novel yang karya sastranya banyak dikenal,” kata Handoko. 

Sempat digusur pemerintah Kota Surabaya

Perjalanan Handoko membuka lapak buku gratis sebetulnya tidak mudah. Awalnya, pemerintah Kota Surabaya menentang kegiatan tersebut. Bukan karena gerakan literasinya, tapi Handoko sering dianggap menggunakan lokasi umum tanpa izin. Alhasil, dia sering kena gusur.

Bersama komunitas Anak Dolanan, Handoko pun meminta izin dengan membuat surat ke pemerintah Kota Surabaya. Dia izin untuk menggelar lapak di lokasi car free day maupun taman-taman kota. Meski prosesnya cukup lama, Handoko akhirnya mendapatkan izin.

Kini, mereka lebih sering mangkal di Jalan Tunjungan Surabaya. Jika dibandingkan dengan lokasi car free day lainnya, Jalan Tunjungan memang tidak terlalu ramai. Namun, tempat itu jauh lebih kondusif untuk menggelar aktivitas seperti permainan tradisional dan literasi.

Selain membuka lapak buku gratis di Jalan Tunjungan, Handoko punya perpustakaan dan peminjaman buku di rumah pribadinya. Tepatnya di Jalan Banyu Urip Wetan gang 5I Nomor 11. Perpustakaan itu bebas diakses untuk warga kampung.

“Masyarakat umum juga boleh berkunjung, saya tentu senang. Cuman memang prosedur peminjaman bukunya nanti agak berbeda,” kata dia.

Menebarkan manfaat literasi hingga masa tua

Kegiatan literasi sudah menjadi bagian hidup Handoko. Dia merasa hampa jika sesekali memutuskan absen untuk membuka lapak. Dia juga takut jika pengunjungnya kecewa.

“Saya kalau nggak ngelapak kayak gimana gitu, kayak soto nggak ada kuahnya. Jadi kalau saya libur, saya kepikiran banget,” ucap Handoko.

Suatu hari, Handoko sempat absen dan tidak membuka lapak. Minggu berikutnya, dia sudah ditanya oleh pengunjung, ‘kenapa tutup?’ padahal mereka sudah rindu mendengarkan dongeng dari Handoko. Beberapa pengunjung bahkan sempat khawatir jika Handoko berhenti

Handoko berharap kegiatan ini bisa selalu dia jalani dengan konsisten, bahkan sampai masa tua nanti. Dia ingin tetap berkarya dan menebarkan manfaat untuk sekitar.

“Akhirnya saya memilih kegiatan literasi, karena buku itu nggak sebentar dipakainya, tapi pasti akan selalu dicari,” kata dia.

Kini, saya belum tahu apakah kegiatan Handoko masih berlanjut? Sebab, sejak pandemi Covid-19 saya sudah jarang melihatnya membuka lapak di sekitar Jalan Tunjungan, Surabaya. Saya berharap Handoko masih sehat bugar untuk melanjutkan visinya.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Achmad Aly Reza

BACA JUGA: Mengenal Lasminingrat: Ibu Literasi Pertama Indonesia yang Hari Ini Muncul di Google Doodle

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version