Cerita Ibu Kos Jogja “Super Galak” Larang Anak Kos Pacaran dan Keluar Malam, Ternyata Tempa Anak Kos hingga Jadi Rektor

Cerita Ibu Kos Asal Jogja yang Anak-Anak Kosnya Jadi Orang Besar MOJOK.CO

Ilustrasi - Cerita ibu kos asal Jogja yang anak kosnya jadi orang besar. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Kedisiplinan Ibu kos di satu sisi ternyata memiliki peran penting dalam terbentuknya karakter anak-anak kosnya. Peran yang secara tak langsung membuat anak-anak kosnya  kelak menjadi orang besar. Tentu sepanjang anak-anak kos menangkapnya sebagai upaya penempaan karakter.

Seperti misalnya kisah ibu kos asal Jogja ini. Tidak hanya anak-anak kandungnya saja yang jadi orang besar, anak-anak kosnya pun tak ketinggalan ambil bagian.

***

Kontributor Mojok, Nanda Fauzan, melalui esainya bahkan menyebut bahwa ibu kos memiliki peran penting dalam terbentuknya identitas bangsa. Identitas tersebut bisa terbentuk “hanya” dari rentetan situasi tagih-menagih uang sewa.

Pembiasaan diri membayar kos tepat waktu secara tak langsung akan melatih si anak kos tumbuh menjadi sosok bertanggung jawab dan konsekuen.

“Kita perlu mencatat satu hal, ibu kos punya kuasa lebih. Sehingga bukan tidak mungkin ia membenamkan serentetan nilai, wacana, dan ideologi ke anak-anak yang numpang di kos-kosannya,” ujar Nanda.

Ibu kos Jogja bikin anak kos sadar ibadah

Pada Februari 2024 lalu, Mojok mendapat cerita unik dari anak kos di Jogja dengan si ibu kos. Persisnya di sebuah kos muslim di Nologaten. Puji (24), perantau asal Aceh mengaku agak tersentil dalam hal ibadah karena perilaku ibu kosnya sehari-hari.

“Abis magrib dan abis subuh pasti ngaji di dekat jendela. Otomatis terdengar langsung ke anak-anak kos,” ujar Puji saat bercerita pada Mojok Februari 2024 lalu.

“Kalau terdengar azan, ibu kosku pasti terdengar ngajak anak-anaknya salat jamaah di masjid. Mungkin kayak gitu-gitu sih. Hal itu “mengganggu” batinku. Kayak, wah aku kok jarang menghadap Tuhan,” sambung Puji.

Selain itu, ada juga kisah unik yang Mojok dapat dari Quora. Ada penghuni kos muslim yang akhirnya jadi rajin salat gara-gara WiFi.

Si ibu kos memberlakukan sistem memutus WiFi di tiap jam salat. Awalnya hal tersebut dianggap oleh si penghuni kos sebagai siklus harian biasa. Namun lama-lama si penghuni kos jadi sadar kalau sebenarnya ibu kos sedang mengingatkannya: kalau waktunya salat ya salat, jangan main HP terus.

Ibu kos Jogja tempa anak kosnya jadi orang besar

Cerita soal peran ibu kos di balik kesuksesan seorang anak kos juga terbukti dari kisah ibunda mendiang BJ. Habibie, yakni Tuty Habibie Puspowardoyo. Seorang ibu kos yang berasal dari Jogja.

Setelah menikah dengan Habibie pada 1928, Ibu Tuty sempat ikut sang suami yang bertugas di Jawatan Pertanian Gorontalo. Setelah sang suami meninggal, Ibu Tuty lantas memboyong delapan anaknya ke Jogja untuk keperluan pendidikan. Adapun putra-putri Ibu Tuty antara lain Tuty Sri Sulaksmi, Satoto Habibie, Winny Habibie, BJ. Habibie, JE. Habibie, Sri Rejeki, Sri Rahayu dan Timmy Habibie.

Untuk membiayai hidup delapan anak kandung dan dua anak angkat Ibu Tuty pun melakukan sejumlah pekerjaan. Ia melakukan tender impor-ekspor kecil-kecilan hingga mampu mendirikan perusahaan bernama CV Srikandi.

“Beliau juga membangun kos-kosan di Jl. Imam Bonjol 14 Bandung yang diberi nama Jutinto, yaitu singkatan dari nama anak-anaknya Jaju, Timmy dan Tanto,” demikian yang tertulis di Facebook Perpustakaan Nasional merujuk cerita yang dimuat surat kabar Suara Karya terbitan 21 April 1978.

Dari kos milik ibu kos asal Jogja itu kemudian lahir orang-orang besar di RI, di antaranya Prof. Dr. Ir Amiruddin (mantan Rektor Unhas), Ir Andi Junde, Albert Purwayla (mantan Walikota Ambon), serta Ir. Sahala Tobing.  Di samping anak-anak kandungnya yang juga tumbuh menjadi orang besar, seperti BJ. Habibie.

Mengajarkan disiplin waktu

Dari Suara Karya pula diceritakan, Ibu Tuty dulu terkenal sebagai ibu kos asal Jogja yang sangat displin kalau soal waktu. Kala itu syarat ngekos di tempatnya adalah wajib berada di kosan dalam rentang pukul 18.00 WIB-19.00 WIB untuk hari biasa. Baru di hari Minggu anak-anak kosnya bisa pulang agak malam, paling lambat pukul 23.00 WIB.

“Selain untuk menjaga agar mereka belajar pada waktunya, juga agar bisa makan bersama-sama tidak masing-maisng. Bagi yang sudah punya pacar boleh pacaran di malam Minggu saja,” tulis keterangan di Facebook Perpustakaan Nasional.

Saking disiplinnya Ibu Tuty, sampai ada yang iseng mengubah papan ri depan rumah ibu kos asal Jogja itu dari bertuliskan “Awas ada anjing galak” menjadi “Awas ada Eyang galak”.

Di balik “kegalakannya” tersebut, Ibu Tuty sendiri memang terkesan ingin menempa anak-anak kosnya. Mengingat, ia memiliki falsafah hidup: berbuat baik kepada siapa saja, tanpa memandang asal-usulnya. Memberi pertolongan kepada orang yang benar-benar membutuhkan dan menghadapi semua cobaan hidup dengan kerja keras, serta jangan lupa selalu berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa.

Ibu kos yang berceramah soal kebersihan

Saya sendiri pernah mengalami ditempa oleh ibu kos di kos yang saya tempati di Surabaya dalam rentang Januari 2023-Januari 2024. Tidak jauh dari Masjid Muayyad, Wonocolo.

Ibu kos saya adalah sosok yang paling tegas soal kebersihan. Kamar berantakan saja pasti kena omel habis olehnya. Lebih-lebih jika menyangkut kebersihan kos secara kolektif, misalnya kebersihan kamar mandi, kebersihan dapur, hingga persoalan sampah yang sering kali berceceran.

“Kalian itu orang-orang terpelajar. Katanya kebersihan sebagian dari iman, tapi kok kemproh-kemproh!” Begitu yang sering ibu kos saya gembar-gemborkan setiap kali melihat ada yang kotor atau berantakan sedikit di kos.

Itulah kenapa tidak seperti beberapa kos di Wonocolo yang memanjakan penghuninya, ibu kos saya justru melatih kami untuk tidak manja.

Saya sebelumnya sempat menjajal kos yang ibu kosnya mempekerjakan orang khusus untuk bersih-bersih. Sementara ibu kos saya (2023-2024) tidak begitu. Mulai dari kebersihan ruang hingga kamar mandi, anak-anak kos sendiri yang harus bertanggung jawab. Ibu kos praktis hanya mengurus sampah: kalau sudah penuh, memindahkannya ke bawah untuk diangkut oleh tukang sampah.

Mulanya saya memang merasa risih. Tapi lambat-laun justru menjadi habit bagi saya pribadi. Paling tidak kalau ada yang kotor, ada semacam dorongan bawah sadar buat membersihkannya. Tapi apakah hal serupa juga terjadi pada teman-teman kos dengan kasus serupa? Saya tidak bisa menjamin.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Bagi Guru dan Siswa Surabaya Wisata Surabaya Terlalu Garing dan Nggak Asyik, Meski Memoles Diri Kayak Jogja Tetap Aja Nggak Menarik

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version