Berburu Harta Karun di Pasar Babebo, Surganya Baju Bekas di Jember

pasar babebo mojok.co

Pembeli menawar barang di Pasar Babebo Jember. (Anik Sajawi/Mojok.co)

Beragam cara dapat dilakukan agar tampil menawan dengan bujet pas-pasan untuk menyambut lebaran. Berburu baju bekas adalah salah satu alternatifnya. Di Jember ada Pasar babebo yang jadi surganya baju bekas impor.

***

Irmawati (32) warga Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, terlihat sibuk memilih outer yang tergantung di lapak dagangan Pasar Babebo. Beragam pilihan mulai dari jaket, blazer, rompi dan kimono ia ambil untuk dicoba dan dipilih. Kala itu Jumat (08/4/2022) waktu di jam tangan saya menujukan pukul 13.04 WIB, kondisi di Pasar Babebo cukup ramai pengunjung.

Pasar Babebo berada di Dusun Karang Miuwo, Desa Mangli, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Lokasi ini jadi yang terbesar untuk pasar baju bekas impor di Kabupaten Jember. Irma sendiri sengaja datang ke Pasar Babebo pada hari Jumat lantaran hari tersebut merupakan hari datangnya barang baru di lapak pedagang selain Sabtu dan Minggu.

“Saat perjalanan ke Kota Jember dari arah Kecamatan Puger, saya selalu mengupayakan untuk bisa sekedar mampir untuk melihat-lihat barang di sini. Syukur-syukur kalau ketemu barang bagus dengan harganya cocok,” katanya.

Irmawati saat di Pasar Babebo Jember. (Anik Sajawi/Mojok.co)

Menurut Irma, Pasar Babebo jadi alternatif untuk warga yang tahu merek namun ingin harga yang murah. Ia menceritakan sempat mendapatkan cardigan original milik merek terkenal hanya dengan harga Rp35 ribu saja. Bahkan tak jarang saat berada di Pasar Babebo ia sering menemukan “harta karun” dengan harga murah meriah.

Biasanya, lanjut Irma, harta karun yang ada di sini muncul pada hari pasaran tertentu. Seperti hari Jumat, karena ada barang baru yang di drop dari Surabaya dan Bali. Ia menjelaskan bahwa untuk berburu barang branded harus tahu jadwal dan kenal pedagang di sini. “Alhamdulillah saya sering ke sini jadi kenal beberapa penjual, tak jarang terkadang saya meminta untuk menyisihkan barang dari brand tertentu,” ujarnya.

Bagi Irma, meskipun barang yang ia beli adalah baju bekas pakai, namun jika jeli memilih, masih banyak pakaian yang masih bagus. Tekstur kainnya pun juga halus. Berbeda dengan kain dari pakaian yang biasa ia temui di Indonesia. Oleh karenanya, ia mengaku senang berburu pakaian di Pasar Babebo.

Membeli untuk dijual kembali

Hal serupa juga dirasakan Annisa Salsabila (20) mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Kabupaten Jember. Ia menceritakan awal mula mengetahui Pasar Babebo dari postingan temannya di media sosial. Annisa yang kenal merek-merek asal negeri gingseng—dari pengalamannya menonton drakor—mengaku senang bukan kepalang saat pertama kali datang ke Pasar Bebebo. Ini karena banyaknya pakaian dari Korea Selatan yang memenuhi lapak pedagang.

Menurutnya, berburu pakaian di Pasar Babebo jadi hal yang wajib di lakukan saat ada waktu senggang dan punya uang. Maklum sebagai mahasiswa perantauan, ini jadi salah satu alternatif agar bisa tampil modis meski bujet minimalis. “Beragam model bisa ditemui di sini, mulai dari Hoodie, Trench Coat, Parka dan Sweater. Jadi cukup lengkap,” katanya.

Annisa Salsabila di Pasar Babebo Jember. (Anik Sajawi)

Lebih jauh, ia juga menjelaskan tidak sedikit juga orang yang berburu baju di Pasar Babebo untuk nantinya dijual kembali di media sosial. Di media sosial istilah ini disebut dengan thrifting. Beberapa temannya mengaku bisa meraup untung dari berburu pakaian di Pasar Babebo dan menjualnya kembali.

Sebab, lanjut Annisa, pakaian yang ditawarkan di sini memiliki harga yang cukup terjangkau dengan kualitas yang baik. Sehingga, saat di jual kembali masih bisa mendapatkan margin keuntungan. Modal utama yang dibutuhkan saat berada di pasar ini adalah kepiawaian menawar.

Meski tak dapat dipungkiri saat ini banyak pedagang di Pasar Babebo yang mulai mengerti merek. Namun itu tidak menyurutkan para pemburu pakaian bekas menguji kepiawaiannya untuk tawar menawar. Saat awal datang ke Pasar Babebo, Annisa sungkan untuk menawar, namun saat ia melihat temannya yang mendapatkan pakaian dengan harga terjangkau akhirnya keahlian itu muncul secara alamiah.

“Pasar ini cukup demokratis jika hanya untuk tawar menawar barang. Satu yang pasti, semakin sering ke sini skill tawar menawar akan selalu diuji,” ujar mahasiswi asal Situbondo itu.

Baju bekas, kualitas berkelas

Entah bagaimana asal muasal nama Pasar Babebo ini, konon ada yang bilang bahwa Babebo kepanjangan dari ‘Baju Bekas Bos’. Tapi tetap tidak ada yang mengetahui apakah hal tersebut benar atau tidak. Seperti yang disampaikan Angga Prasetyo (38) salah satu pedagang di Pasar Babebo yang Mojok.co temui.

Pras, sapaan akrabnya, menceritakan bahwa Pasar Babebo berawal dari masifnya barang-barang bekas dari luar negeri yang masuk ke Indonesia. Salah seorang warga melihat ceruk tersebut dan akhirnya mencoba peruntungan menjual pakaian bekas impor. Rata-rata penjual di Pasar Babebo berasal dari satu kampung, mereka berasal dari Desa Bangsalsari, Kecamatan Bangsalsari, Jember.

Angga Prasetyo pedagang di Pasar Babebo Jember asal Desa Bangsalsari. (Anik Sajawi/Mojok.co)

Menurut Pras, jelang lebaran di pasar ini biasanya juga sangat ramai pembeli yang datang dari berbagai daerah. Biasanya mereka datang khusus untuk membeli beragam keperluan lebaran utamanya pakaian. “Meski di sini baju bekas, tapi soal kualitas saya bisa jamin,” katanya.

Pasar Babebo buka setiap hari, mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB. Di Pasar ini ada sekitar kurang lebih 30 pedagang yang menjual baju bekas. Pras menerangkan bahwa pasar ini merupakan yang terbesar di Kabupaten Jember setelah pasar serupa yang ada di Kecamatan Rambipuji dan Mangli.

Belajar dari pelanggan  

Saat disinggung soal brand-brand ternama, Pras mengaku lambat laun belajar untuk mengenali merek-merek tersebut. Jika dulu awal-awal hanya menjual saja tanpa mengetahui merek tertentu dari suatu barang, saat ini sudah jauh berbeda. “Istilahnya saya ini sudah melek lah sama merek-merek pabrikan terkenal dari luar negeri,” ujarnya.

Oleh karenanya, beberapa merek terkenal kadang ia pilih untuk di tempatkan terpisah. Sebab saat barang datang di hari Jumat dari penyuplai baik dari Bali atau Surabaya, kondisi barang datang dengan keadaan di-press dalam satu karung seberat satu kuintal. Jadi isinya apa saja itu bergantung faktor keberuntungan.

Suasana di dalam lapak pedagang Pasar Babebo Jember. (Anik Sajawi/Mojok.co)

Lalu, setelah memilih mana saja yang bagus dan layak jual, baju dengan brand ternama biasanya ia sisihkan dulu. “Terkadang ada juga pelanggan yang meminta untuk suatu brand tertentu yang dipesannya, jadi saat saya temukan brand yang di maksud itu saya langsung menghubunginya,” terangnya.

Berkaitan dengan tren, Pras mengungkapkan, era saat ini memang tidak sedikit remaja yang mementingkan kualitas. Kadang, dia mengaku belajar dengan pelanggannya yang datang. Tidak jarang juga, pakaian yang dia kira baik malah justru dinilai berbeda oleh pelanggannya.

“Pokoknya menjadi penjual di Pasar Babebo ini jadi dimensi lain untuk bisa belajar banyak hal. Saya dulu bahkan pernah mencoba untuk memanfaatkan penjualan melalui online, namun lantaran tidak kuat tenaganya akhirnya saya memutuskan fokus di lapak,” pungkasnya.

Reporter: Anik Sajawi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Menziarahi Makam Raden Santri, Panglima Mataram dan Penyiar Islam dan liputan menarik lainnya di Susul.

 

Exit mobile version