Orang Kabupaten Pati, Jawa Tengah, rasa-rasanya sudah sangat kenyang dengan olok-olok “SDM rendah”, “kota bandit”, dan semacamnya. Tentu saja imbas berita-berita miring yang kerap mencatut kota ini.
Pada Juni 2024, sempat geger seorang bos rental mobil asal Jakarta dikeroyok hingga meninggal dunia di Sukolilo. Padahal dia hendak mengambil mobilnya yang dibawa kabur penyewa, tapi malah disangka hendak mencuri.
Lalu pada Februari 2025 lalu, viral seorang remaja yatim yang diarak warga dengan telanjang dada karena mencuri pisang setandan. Sementara dia terpaksa mencuri pisang agar adiknya bisa makan. Begitulah hingga akhirnya citra Pati terus-menerus memburuk.
Wajah lain Pati yang harus publik ketahui
Tak berhenti sampai di situ, Pati kembali menjadi sorotan. Bahkan hingga skala nasional.
Pemicunya adalah kebijakan Bupati Pati, Sudewo, yang hendak menaikkan tarif PBB-P2 hingga 250%. Kebijakan itu tak pelak membuat amarah masyarakat Pati tak terbendung.
Lebih-lebih, saat masyarakat mengancam akan melakukan demonstrasi, Sudewo malah menantang balik: menantang 50.000 massa pun akan Sudewo hadapi. Tidak akan gentar. Di sinilah wajah lain Pati yang, bagi Roziqin (25), juga harus diketahui publik.
Tantangan di atas ternyata benar-benar diterima oleh masyarakat Pati. Sekelompok warga mendatangi Kantor Bupati Pati, Selasa (5/8/2025). Mereka mengumpulkan donasi dari warga untuk demonstrasi menuntut diturunkannya PBB..
Dalam momen itu, sempat terjadi ketegangan antara warga dengan Penjabat Sekretaris Daerah (Pj. Sekda) Pati, Riyoso, yang berupaya menertibkan. Dari video yang beredar luas di media sosial, tampak dua orang pria tak ada gentar-gentarnya di hadapan Riyoso.
“Kamu itu digaji masyarakat!” Hardik seorang pria di hadapan wajag Riyoso.
“kamu itu yang bayar masyarakat”👏👏
.
Pati Geger Geden . pic.twitter.com/a6sNdCvUzF— 🇮🇩 мαԃαм ԃнєησк 🇵🇸 (@Kopipait__78) August 6, 2025
“Kupikir, kalau mau cari keburukan suatu daerah, mestinya ada saja. Nggak cuma di Pati. Tapi, itulah wajah lainnya. Kalau ada penindasan, serempak melawan,” ujar Roziqin, pemuda asal Pati, saat berbagi cerita pada Mojok, Jumat (8/8/2025).
Penderitaan tinggal di Pati
Sejak lulus SMK, Roziqin sudah harus berpindah-pindah tempat kerja. Paling sering tentu saja di Semarang. Termasuk saat inipun dia bekerja di Semarang.
Sebab, tak ada yang bisa diharapkan dengan tinggal di Pati. Lapangan pekerjaan minim. Kalau toh beruntung bisa dapat pekerjaan di Pati, upah yang diterima bisa di bawah UMR. UMR-nya saja tak seberapa (Rp2 jutaan), kalau di bawahnya tentu megap-megap kalau untuk hidup sehari-hari.
“Kalau baca di internet, pasti ada yang nyebut kalau Pati—dengan slogan Bumi Mina Tani—punya pertanian yang mensejahterakan. Faktanya, petani harus menghadapi harga jual yang nggak stabil. Susah cari pupuk,” ujar Roziqin.
Selain itu, kabupaten ini juga dikenal sebagai daerah dengan produksi garam dan hasil laut melimpah. Sebut saja di Juwana.
Akan tetapi, kehidupan keluarga Roziqin yang berpofesi sebagai nelayan dan petani garam, lebih sering mengeluh uang pas-pasan ketimbang berbungah hati.
Pejabat: musuh tepat bagi masyarakat
Sementara Taufik (26) sebenarnya tidak menampik bahwa di titik tertentu orang-orang Pati memang terkesan arogan. Bahkan terhadap sesama warga sipil. Kalau tidak, barang kali tidak akan terjadi peristiwa viral bos rental dikeroyok atau remaja yatim diarak.
Namun, saat melihat “arogansi” itu diarahkan pada pejabat, Taufik berpikir, memang seharusnya demikian yang dilakukan.
“Pejabat itu dibayar masyarakat. Tapi bukannya mensejahterakan, malah menindas-nindas. Jadi kalau musuh pejabat arogan, memang harus dilawan pakai cara arogan,” kata pemuda asli Pati tersebut.
Titik balik untuk jadi “inspirasi”
Taufik sebenarnya kerap muak dengan ulah buruk orang Pati yang kerap membuat citra kota tersebut jadi terus memburuk di mata publik. Bahkan, dia sampai pernah di tahap tak berani mengaku sebagai orang Pati jika berkenalan dengan orang baru di luar daerah.
Sebab, jika dia mengaku, pasti kesan-kesan buruk lah yang bakal dia terima. Padahal, bagi Taufik, tidak adil rasanya memukul rata bahwa orang Pati itu arogan dan berandal. Hanya karena ulah segelintir orang.
“Momen keributan di kantor bupati itu bisa jadi titik balik. Karena pati sedang jadi sorotan nasional. Di medsos pun orang banyak yang mendukung,” ungkap Taufik.
“Artinya, Pati bisa jadi inspirasi, kalau kekuatan rakyat kecil itu bisa disatukan untuk melawan kebijakan yang menindas dari pejabat,” harapnya.
“Memukul mundur” pejabat
Protes keras masyarakat atas kenaikan PBB-P2 hingga 250% nyatanya “memukul mundur” pejabat.
Sudewo secara resmi menegaskan akan menurunkan tarif PBB yang sebelumnya direncanakan naik hingga 250% tersebut. Bahkan dia juga meminta maaf atas pernyataan konfrontatifnya yang memicu amarah masyarakat.
“Bapak Ibu sekalian warga Kabupaten Pati yang saya hormati dan saya banggakan, terkait dengan kenaikan pajak yang sampai dengan 250 persen, sesuai arahan Bapak Menteri Dalam Negeri dan Bapak Gubernur Jawa Tengah untuk diturunkan, dan itu juga sesuai dengan tuntutan warga Kabupaten Pati,” ujarnya, Kamis (7/8/2025), mengutip Kompas.com.
“Saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas pernyataan saya ‘5.000 silakan, 50 ribu massa silakan’. Saya tidak menantang rakyat. Sama sekali tidak ada maksud menantang rakyat, mosok rakyat saya tantang,” tegas Sudewo diplomatis.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Berhenti di Terminal Pati Langsung Disuguhi Kekacauan dan Nasib Nelangsa Orang Pantura yang Bikin Iba atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












