Solo Fighter vs Keroyokan di Kandang Banteng, Benarkah Jateng Tak “Merah” Lagi? 

Solo Fighter PDIP vs Keroyokan di Kandang Banteng, Pilkada 2024.MOJOK.CO

Ilustrasi Solo Fighter vs Keroyokan di Kandang Banteng, Benarkah Jateng Tak “Merah” Lagi?  (Mojok.co/Ega Fansuri)

Kekalahan PDIP di kandang banteng dalam Pilkada tahun ini menyisakan satu pertanyaan: benarkah partai ini mengalami senjakalanya di Jawa Tengah, yang selama ini dikenal sebagai basis kekuatan mereka?

Berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) Pilkada Jawa Tengah, PDIP memang keok. Paslon yang mereka usung, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, kalah dari Ahmad Luthfi-Taj Yasin yang diusung oleh KIM Plus.

Dalam Pilkada Jawa Tengah, parpol berlogo banteng ini memang bertarung sebagai solo fighter. Ia dikeroyok koalisi KIM Plus yang diisi oleh 12 parpol, yakni Golkar, PKB, Gerindra, PPP, PAN, Nasdem, PSI, Gelora, PKS, Partai Buruh, Demokrat, PBB, dan Partai Garuda.

Alhasil, perolehan suara mereka kalah sekitar 16-18 persen. Tiga lembaga survei, yakni LSI, Indikator, dan Charta Politika, menyebut perolehan suara Andika-Hendrar mentok di 41 persen. Sementara pasangan Luthfi-Yasin 59 persen.

Pilkada rasa Pilpres, pertarungan yang tak mudah bagi PDIP

Analis politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, menyebut Pilkada Serentak tahun ini memiliki kesamaan dengan Pilpres 2024 kemarin. Yakni adanya koalisi raksasa yang terwujud dalam wajah KIM Plus, serta pengaruh dukungan Jokowi yang masih kuat.

Menurut Wasis, dua hal ini nyatanya berhasil diutilisasi untuk memenangkan pertarungan. Termasuk di Pilkada Jawa Tengah.

“Jawa Tengah memang kandang banteng, basis suara mereka yang besar. Tapi koalisi lawan juga besar, tak mudah untuk mengalahkannya,” kata Wasis kepada Mojok, Kamis (28/11/2024) malam.

“Belum lagi ada faktor namanya ‘Jokowi Effect’, yang ternyata masih cukup ampuh buat menarik dukungan,” imbuhnya.

Bagi Wasis, sejak awal reformasi, wajah politik di Indonesia mengalami pergeseran ke politik ketokohan. Figur yang populer, dipandang lebih punya daya tawar di mata pemilih.

Apalagi, karakter pemilih di Indonesia kebanyakan masih tradisional dan emosional. Mereka memilih bukan atas pertimbangan ideologi, kapasitas, maupun program kerja, melainkan lewat popularitas.

“Sementara kita tahu, selama 10 tahun menjadi presiden, popularitas Jokowi sangat tinggi. Lengkap dengan citranya yang kerap blusukan,” kata Wasis.

“Belum lagi fakta bahwa Jokowi berasal dari Jawa Tengah, masyarakat merasa ada kedekatan dan ikatan lebih. Makanya tak heran, calon yang dia endorse (Luthfi-Yasin) bisa mendulang suara dari sini.”

Intervensi parcok, bansos, dan ASN

Laju PDIP di Pilkada Jateng memang tak mudah. Selain harus melawan Jokowi Effect dan dikeroyok 12 partai, mereka juga dihadapkan dengan kekuatan lain yang disebut sebagai “partai coklat” alias parcok.

Intervensi parcok yang dimaksud adalah campur tangan kekuasaan negara melalui aparat kepolisian. Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus menyebut, banyak cawe-cawe kepolisian yang terjadi sepanjang Pilkada 2024. 

Salah satu cara kerja parcok ialah dengan mengintimidasi pemerintah desa untuk dijadikan tim sukses dalam pemungutan suara. Misalnya, kata Deddy, kasus ini terjadi di Sumut dan dipakai untuk memenangkan Bobby Nasution–calon yang diusung KIM Plus serta di-endorse Jokowi.

Bahkan di Jawa Tengah, masalah tak berhenti di parcok. Tapi juga oleh penggelontoran bansos dan pengerahan dukungan ASN secara masif–dua pola yang juga terjadi sepanjang Pilpres 2024.

“Jadi, jangan lagi sebut Jawa Tengah sebagai kandang banteng, tetapi sebagai kandang bansos dan parcok,” ujar Deddy dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Kamis (28/11/2024) saat menanggapi hasil hitung cepat.

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sendiri juga menduga ada mobilisasi kekuasaan yang menyebabkan pembungkaman. Dia menyebut, secara historis, Jawa Tengah adalah kandang banteng. 

Di daerah ini, Megawati melihat adanya energi pergerakan rakyat, simpatisan, dan kader militan yang seharusnya tidak akan terkalahkan jika Pilkada dilakukan secara fair, jujur, dan berkeadilan.

“Namun dalam situasi ketika segala sesuatu bisa dimobilisasi oleh kekuasaan, maka yang terjadi adalah pembungkaman. Apa yang terjadi saat ini sudah diluar batas-batas kepatutan etika, moral dan hati nurani,” ujarnya.

Hasil Pilkada cuma anomali politik, PDIP belum alami senjakala

Terlepas dari hasil Pilkada Jateng yang sudah bisa dipastikan, Wasisto Raharjo Jati menolak bahwa PDIP sudah kehilangan power di kandang banteng. Baginya, ini tak lebih dari anomali politik.

“Ini adalah ketidaknormalan saja. Pileg 2024, suara PDIP di Jateng masih tinggi bahkan menjadi pemenang. Ini membuktikan basis massa mereka di sini masih sangat besar,” jelasnya.

Apalagi, selama persiapan Pilkada, PDIP nyaris kalah segalanya. Kalah start, kalah logistik, ditambah faktor tak terduga seperti Jokowi Effect sampai politisasi bansos. Calon usungan mereka pun kalah populer ketimbang jagoan KIM Plus, yang punya familiarity lebih besar dalam konteks masyarakat Jawa Tengah.

“Tapi PDIP bisa memberikan perlawanan (sampai 40 persen suara) itu adalah pencapaian luar biasa. Apalagi kalau kita baca konteks secara nasional, daerah strategis seperti Jakarta masih mereka pegang,” paparnya.

Oleh karena itu, Wasisto sampai pada kesimpulan, tudingan-tudingan tak mengenakkan, seperti menuduh Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Pacul bermain dua kaki adalah hal irasional. Sebab, kata dia, diakui atau tidak, PDIP sudah memberikan perlawanan serius dan mereka tidak kalah-kalah amat.

Wasito menyebut, Bambang Pacul adalah tokoh senior di Jawa Tengah. Dia juga merupakan orang kepercayaan Megawati. Makanya, cukup aneh jika tudingan main dua kaki ditujukkan kepadanya. Belum lagi, fakta bahwa PDIP sudah all-out hingga merebut 40 persen suara sendirian melawan 12 parpol.

“Jangan lupa, di parlemen nasional, PDIP paling besar. Di Jateng pun demikian. Makanya, ini akan lebih menarik bagaimana melihat langkah PDIP selanjutnya,” pungkasnya.

Penulis: Ahmad Effendi

Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Tiga Rumus Mental Korea ala Komandan Bambang Pacul Agar Bisa Melenting Lebih Tinggi

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version