Warga Jakarta Harus Berbenah, Menjaga Langit Ibu Kota agar Bebas dari Air Hujan yang Mengandung “Partikel” Beracun

BRIN: Hujan di Jakarta mengandung mikroplastik beracun. MOJOK.CO

Ilustrasi - Hujan MIkroplastik di Jakarta (Ega Fansuri/Mojok.co)

Hujan mengguyur hampir seluruh wilayah DKI Jakarta pada Jumat (17/10/2025). Di tengah cuaca panas yang menyerang sebagian wilayah Indonesia, hujan seharusnya menjadi berkah. Namun, penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sejak 2018 menemukan bahwa air hujan di Jakarta tidak sepenuhnya bersih.

BRIN menjelaskan air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya yang berasal dari aktivitas manusia di perkotaan. Sontak, temuan itu mencengangkan beberapa warga di Jakarta. 

“Wow, semua tercemar mikroplastik dari air galon, sekarang udara.” Ucap salah satu akun di Instagram, @lan***** pada kolom komentar, dikutip Mojok Senin (20/10/2025).

“Nggak pernah setersiksa ini menjadi bagian dari WNI.” Ujar @cha*****.

“Flu plastik.” Kata @dim***** sembari menyertakan emoticon kaget di penghujung kalimatnya.

Nyatanya, flu juga melanda sebagian warga Jakarta akibat cuaca yang tidak menentu. Kadang-kadang hujan, tiba-tiba lagi panas.

Gw batuk-batuk udah 4 hari. Udah diminumin obat apaan aja kagak mempan! Benar-benar kesal apalagi kalau lagi di tempat umum berasa banget malunya.” Keluh @cra******.

“Sekarang lagi banyak banget yang batuk pilek demam.” Kata @run*****.

“Beneran jadi batuk woy, habis shooting ini.” Kata @rer*****.

Hujan tercemar menyebabkan penyakit

Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova menjelaskan gejala-gejala itu bisa terjadi, sebab paparan mikroplastik dapat memicu masalah kesehatan yang serius. Misalnya stres oksidatif, gangguan hormon, hingga kerusakan jaringan.

Dari sisi lingkungan, air hujan bermikroplastik berpotensi mencemari sumber air permukaan dan laut yang akhirnya masuk ke rantai makanan. Namun, Reza menegaskan yang beracun bukanlah air hujan di Jakarta, melainkan partikel mikroplastik di dalamnya yang mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain.

Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka,” jelas Reza dikutip dari laman resmi BRIN, Senin (20/10/2025).

Mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik terutama polimer. Rata-rata, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.

Sementara itu, ketika berada di udara, partikelnya bisa mengikat polutan lain seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan. Hal itu diperparah dengan gaya hidup urban modern di Jakarta sehingga mikroplastik di atmosfer meningkat. Bayangkan saja, warga Jakarta memiliki kendaraan mencapai 20 juta unit dengan populasi lebih dari 10 juta jiwa. Belum lagi, limbah plastik yang dihasilkan.

Langit Jakarta yang tak sesehat dulu

Reza mengungkap telah berkoordinasi dengan DLH DKI Jakarta untuk melakukan penelitian lanjutan, serta menyiapkan usulan standar baku mutu mikroplastik. Saat ini, regulasi nasional mengenai batas aman mikroplastik di udara dan air hujan belum tersedia, sehingga kolaborasi ini diharapkan menjadi pijakan awal menuju kebijakan nasional berbasis bukti ilmiah.

Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menegaskan Pemprov DKI telah memperkuat pengendalian sampah plastik dari hulu hingga hilir, termasuk pemantauan kualitas udara dan air hujan secara berkelanjutan. 

Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan. Lalu, perluasan Jakstrada Persampahan yang menargetkan pengurangan sampah 30 persen dari sumbernya. Serta, pengembangan bank sampah, fasilitas TPS 3R, dan berbagai inisiatif daur ulang berbasis komunitas.

Pemprov DKI Jakarta juga membuka ruang kolaborasi dengan dunia usaha, lembaga riset, dan komunitas lingkungan untuk mempercepat pengurangan plastik sekaligus mengembangkan teknologi daur ulang. 

“Menjaga langit Jakarta bebas dari mikroplastik adalah tanggung jawab bersama, dan perubahan perilaku masyarakat menjadi kunci utama untuk menanggulangi persoalan plastik ini,” tegas Asep dikutip dari keterangan resmi, Senin (20/10/2025).

BRIN telah berjibaku bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH)

Pemprov DKI Jakarta bersama BRIN kini tengah memperluas pemantauan mikroplastik di udara dan air hujan melalui sistem Jakarta Environmental Data Integration (JEDI), sebuah platform berbasis data untuk pemantauan kualitas lingkungan. Data yang terhimpun dari sistem ini akan menjadi dasar pengambilan kebijakan yang lebih berbasis bukti (evidence-based policy).

Asep menjelaskan sinergi riset itu tidak hanya memperkuat basis data ilmiah, tetapi juga mendukung lahirnya kebijakan pengendalian polusi yang lebih efektif dan adaptif. 

“Temuan BRIN ini bukan sekadar peringatan, melainkan momentum untuk memperkuat riset dan solusi. Polusi plastik kini bukan hanya masalah laut atau sungai, tetapi sudah sampai di langit Jakarta,” ujarnya.

Ke depan, Pemprov DKI Jakarta akan fokus pada riset terapan, penerapan teknologi filtrasi udara dan air hujan, serta inovasi produk ramah lingkungan. Upaya pengurangan plastik akan dilakukan secara menyeluruh, mulai dari rumah tangga, kawasan bisnis, hingga sektor industri. 

“Kami terbuka untuk berkolaborasi dalam penelitian, pengembangan teknologi filtrasi, dan inovasi produk ramah lingkungan.” Kata Asep.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Alasan Jogja Tetap Panas Meski Sudah Masuk Musim Hujan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version