Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Aktual

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili Mantan Menantunya

Aisyah Amira Wakang oleh Aisyah Amira Wakang
1 November 2025
A A
Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO

ilustrasi - buku "Mereka Hilang Tak Kembali: Sejarah Kekerasan Orde Baru 1965-1998". (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

“Soeharto seharusnya tidak diberi gelar pahlawan, tapi harus diadili karena kejahatan masa lalu.” Ujar Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Masduki dalam acara Forum Lesehan: Diskusi Buku “Mereka Hilang Tak Kembali” di Jogja pada Jumat (31/10/2025).

***

Istana Kepresidenan Republik Indonesia (RI) sudah menerima daftar nama calon pahlawan nasional. Salah satunya adalah mantan Presiden Soeharto. Tinggal kata “oke” saja dari mulut Presiden Prabowo Subianto, maka bimsalabim, gelar pahlawan bakal disematkan pada mantan mertuanya itu pada Senin (10/11/2025). 

Tentu, sejumlah sejarawan dan masyarakat sipil menolak usulan tersebut. Mereka menganggap adanya nama Soeharto dalam daftar, sama saja dengan mencederai amanat reformasi, mengingat masa lalu Soeharto yang cacat moral dan politik. 

Dalam diskusi buku “Mereka Hilang Tak Kembali: Sejarah Kekerasan Orde Baru 1965-1998” di UII Cik Di Tiro, Jogja pada Jumat (31/10/2025), sejumlah sejarawan sekaligus masyarakat sipil menjelaskan alasan mereka menolak Soeharto sebagai pahlawan.

“Buku ini jelas menegaskan, Jendral Soeharto adalah dalang pembunuhan. Clear di buku ini,” ujar Arsiparis, Muhidin M. Dahlan atau yang akrab dipanggil Gus Muh, saat menjadi salah satu pembicara di acara tersebut.

Mengapa Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan?

Sebagai arsiparis sekaligus penulis, Gus Muh bukannya menuding Soeharto tanpa alasan. Ia mengklaim buku “Mereka Hilang Tak Kembali” yang diterbitkan oleh EA Books adalah buktinya, sebab di sana terangkum jelas bagaimana perilaku kekerasan yang dilakukan oleh Soeharto pada masa kepemimpinannya.

Mulai dari peristiwa 1965, Malari (1974), Konflik Panjang di Aceh, Timor Timur, dan Papua, Petrus (1982-1985), Tragedi Tanjung Priok (1984), Talangsari (1989), Kudatuli (1996), Penculikan Aktivis (1997-1998), Geger Dukun Santet (1998), hingga Tragedi Semanggi 1 dan 2 (1998 dan 1999).

Diskusi buku "Mereka Hilang Tak Kembali". MOJOK.CO
Forum Lesehan: Diskusi Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

“Semua peristiwa itu tentu saja menyisakan trauma. Meskipun buku ini mencatat tentang sejarah masa lalu, tapi kami ingin ingatkan bahwa jangan sampai kita memaknai orde baru sebagai sesuatu yang lampau, karena sisa-sisa orde baru itu masih hidup sampai sekarang,” ujar Rimbawana mewakili empat penulis dari buku tersebut.

Sisa-sisa orde baru yang masih menjamur

Salah satu kisah yang diceritakan dalam buku “Mereka Hilang Tak Kembali” adalah peristiwa Malari atau Malapetaka Lima Belas Januari pada tahun 1974. Di mana puluhan mahasiswa berdemonstrasi di luar Gedung Bina Graha di Kompleks Istana Presiden. 

Mereka menuntut janji Soeharto soal perbaikan ekonomi. Sebaliknya, Soeharto justru menaikkan harga BBM, angka pengangguran meroket, hingga rakyat semakin melarat. Tumpukan masalah itu pun tidak datang tiba-tiba. Buku itu mengklaim ada intervensi militer terhadap kehidupan masyarakat.

“Kebijakan ekonomi-politik yang sakit telah tampak sejak tentara kangkangi sektor-sektor ekonomi yang dimulai pada 1957.” Tulis penulis dalam buku tersebut dikutip pada halaman 20.

Hingga akhirnya, mahasiswa melawan dan penangkapan-penangkapan terus terjadi. Mereka dituduh sebagai pelaku pembakaran dalam upaya “makar”. Tak hanya dituduh, ada 11 orang yang tewas dalam peristiwa tersebut.

Rimbawana berujar peristiwa itu mirip seperti apa yang terjadi akhir-akhir ini. Teranyar, ketika masyarakat memprotes besaran tunjangan anggota DPR hingga berubah menjadi kerusuhan, dan menjalar di berbagai daerah di Indonesia.

Iklan

“Kita kemudian bisa melihat pola-pola ringkasan kekerasan itu pada masa sekarang, saat demo akhir Agustus lalu,” ucapnya dihadapan sekitar 100 orang peserta diskusi.

Peserta diskusi buku "Mereka Hilang Tak Kembali". MOJOK.CO
Peserta diskusi buku “Mereka Hilang Tak Kembali” di UII Cik Di Tiro. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Senada dengan Rimbawana, Erika Rizqi dari Radio Buku sekaligus editor berujar sisa-sisa orde baru masih ia rasakan sejak Pemilu 2024 hingga hari ini. 

“Jujur aja lah teman-teman, rasanya kalau kita membuka sosial media, berita-berita depresif yang kita konsumsi terus-menerus, kupikir itu juga yang akhirnya jadi sedikit alasan teman-teman berkumpul di sini,” ujar Erika sebagai salah satu pembicara. 

Soeharto harus diadili

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Masduki menilai ada empat kekerasan (koersi) yang terjadi, baik pada masa orde baru hingga sekarang. Pertama, kekerasan fisik yang bisa dilihat dari kekuatan militer. 

Kedua, koersi simbolik dengan membangun narasi lewat bahasa komunikasi yang represif. Bukan hanya komunikasi verbal melainkan non-verbal, seperti mimik wajah hingga sikap. Ketiga, koersi pengetahuan seperti brainwash untuk memanipulasi sejarah. Keempat, koersi berbasis politik kultural seperti politik dinasti.

“Nah salah satu kekerasan yang terjadi saat ini adalah pengetahuan, dengan upaya menjadikan Soeharto sebagai pahlawan, padahal dia tidak berdiri sendiri,” kata Masduki.

“Jadi kalau saat ini kita mau melawan, seharusnya tidak hanya menolak Soeharto sebagai pahlawan tapi diadili karena kejahatan masa lalu,” lanjutnya, disambut riuh oleh tepuk tangan peserta sebagai tanda sepakat.

Penolakan Soeharto sebagai pahlawan juga dinyatakan langsung oleh Amnesty. Mereka menilai Soeharto terlibat dalam kekerasan negara yang bersifat sistematis terhadap rakyat. Mulai dari pembredelan media massa, pelanggaran berat HAM, serta praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terstruktur.

“Tanpa mempertimbangkan semua masalah tersebut, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional hanyalah upaya menghapus dosa-dosa Soeharto dan memutarbalikkan sejarah,” ujar Amnesty melalui laman resmi, dikutip Jumat (1/11/2025).

“Ketimbang mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan, pemerintah seharusnya fokus menunaikan komitmen untuk mengusut berbagai pelanggaran berat HAM selama era Soeharto yang telah diakui negara lewat berbagai TAP MPR pada awal reformasi hingga pernyataan Presiden pada Januari 2023.”

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Sejarah Indonesia Berisi Luka yang Diwariskan dan Negara Memaksa Kita untuk Melupakan Jejak kekerasan itu atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Terakhir diperbarui pada 1 November 2025 oleh

Tags: 10 Novemberea booksKekerasanOrde BaruPelanggaran HAMsejarah indonesiaSoehartoSoeharto gelar pahlawan
Aisyah Amira Wakang

Aisyah Amira Wakang

Artikel Terkait

Nasib buruh usai Marsinah jadi pahlawan nasional. MOJOK.CO
Ragam

Suara Hati Buruh: Semoga Gelar Pahlawan kepada Marsinah Bukan Simbol Semata, tapi Kemenangan bagi Kami agar Bebas Bersuara Tanpa Disiksa

12 November 2025
Prof. Masduki & Rimba: Ketika Kekuasaan Menentukan soeharto sebagai Pahlawan
Video

Prof. Masduki & Rimba: Ketika Kekuasaan Menentukan Pahlawan

11 November 2025
Kami Berdoa Setiap Hari agar Soeharto Jadi Pahlawan Nasional MOJOK.CO
Ragam

Kami Berdoa Setiap Hari agar Soeharto Jadi Pahlawan Nasional. Sejarawan: Pragmatis dan Keliru

11 November 2025
Suara Marsinah dari Dalam Kubur: 'Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku'.MOJOK.CO
Ragam

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: ‘Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku’

10 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.