MOJOK.CO– Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyampaikan, bahwa partainya tersebut punya agenda politik antikorupsi dan anti-intoleransi untuk diperjuangkan bersama-sama. Selain itu, perjuangan kaum perempuan juga menjadi isu yang disuarakan partai milenial itu.
Hal tersebut ia sampaikan dalam acara diskusi politik Nagara Institute yang tayang di kanal Youtube Akbar Faizal Uncensored, Senin (23/1/2023). Menurut Grace, agenda politik itu ia bawa mengingat gelombang intoleransi mengalami eskalasi pasca Pilkada DKI Jakarta 2017.
“Setelah Pilkada DKI 2017, politisasi agama marak. Banyak orang dihakimi, dikriminalisasi, dipersekusi, hanya karena pilihan politik mereka berbeda atau dianggap bertentangan dengan nilai agama,” ujar Grace, dikutip Rabu (25/1/2023).
“Isu-isu itu yang membuat kita resah,” tambahnya.
Salah satu agenda politik anti-intoleransi yang getol disuarakan PSI saat itu adalah peraturan daerah berbasis hukum agama. PSI, menjadi pihak yang paling keras menolak wacana ini. Bahkan, isu ini juga lantang disuarakan PSI dalam kampanye mereka untuk Pemilu Legislatif 2019.
Alhasil, karena suara vokalnya itu, sejumlah politisi pendukung Perda Syariah sampai melontarkan berbagai komentar miring. Politikus Partai Gerindra Andre Rosiade, misalnya, yang menyebut pernyataan PSI hanya bakal memprovokasi masyarakat.
“Jangan sampai Ketua Umum PSI Grace Natalie memaksakan pendapatnya,” kata Andre kepada Tempo, saat itu.
Sementara itu, Grace Natalie akhirnya meluruskan polemik tersebut. Mantan presenter TV One ini menegaskan, bahwa yang selama ini mereka pertentangkan itu bukan soal Perda Syariah, tapi peraturan daerah lain yang berbasis hukum agama—apapun itu.
Ia juga menyayangkan selama ini media seringkali membenturkan sikap PSI tersebut seolah-olah hanya menolak segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum Islam.
“PSI tidak pernah menolak Perda Syariah. Selama ini yang partai tolak adalah Perda Agama, yang berpotensi mengkriminalisasi orang lain yang dianggap berbeda,” jelas eks Ketua Umum PSI ini, kepada Akbar Faizal, pembawa acara podcast.
Menurut Grace, Perda Agama punya konsekuensi yang amat berbahaya, terutama bagi masyarakat yang dianggap berbeda dari mayoritas di mana perda itu berlaku.
“Pada dasarnya, perda agama pasti dapat mendiskriminasi masyarakat yang tidak menjadi landasan lahirnya perda itu,” kata Grace.
“Karena kita beragam, harusnya perda tidak dibuat berdasarkan agama tertentu. Bukankah peraturan itu harus inklusif?” ujarnya.
Selain soal isu intoleransi, agenda politik lain yang konsisten disuarakan PSI adalah soal perjuangan kaum perempuan. Bahkan, ia mengakui, sejak awal pendiriannya pun perjuangan perempuan jadi visi yang dibawa oleh partai.
Setidaknya, kata Grace, hal itu terlihat dari dipilihnya dia sebagai ketua umum partai. Padahal, Grace punya latar belakang yang antimainstream jika dibandingan ketum parpol lainnya, yakni punya latar belakang perempuan, seorang minoritas, dan masih muda (milenial).
Pun, salah satu agenda yang dibawa PSI terkait perjuangan perempuan—dan lagi-lagi melahirkan pro dan kontra—adalah soal penolakan PSI atas tindakan poligami. Sebagaimana diketahui, PSI memang bersuara lantang soal poligami yang seringkali merugikan kaum perempuan.
Grace menyadari, bahwa banyak pihak yang lagi-lagi membenturkan agenda PSI tersebut dengan “sikap anti Islam”. Padahal, yang ia kritik adalah dampak sosial dari poligami itu sendiri.
Berdasarkan blusukan Grace kepada para konstituen, ia menemukan banyak sekali perempuan yang menjadi korban baik fisik maupun mental karena dipoligami, tapi lebih memilih diam lantaran tidak punya power untuk bersuara.
“Kami paham poligami itu pilihan personal, namun harus dilihat juga bahwa dari situ muncul potensi masalah sosial, seperti KDRT dan anak-anak pasti juga menjadi korban,” kata Grace.
Sebagai informasi, menurut data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) angka perceraian di Indonesia amat tinggi tiap tahunnya. Dua faktor terbesar pendorong perceraian adalah poligami dan KDRT.
“PSI tidak akan pernah mendukung poligami. Saya percaya memperjuangkan keadilan dan penghapusan diskriminasi harus dimulai dari keluarga dan rumah,” tandasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda
BACA JUGA Disindir Megawati, PSI Minta Maaf tapi Tetap Usung Ganjar Nyapres