MOJOK.CO – Dalam relasi personal seperti berpacaran, tak sedikit perempuan diminta membeberkan data-data pribadi oleh pasangannya. Kondisi semacam ini kerap dianggap wajar, padahal ini termasuk pelanggaran privasi apabila tidak ada persetujuan.
Konsep privasi masih menjadi tantangan bagi perempuan dan ragam minoritas gender lain. Kondisinya tidak lebih baik dengan kian berkembangnya teknologi. Peluang terjadinya pelanggaran privasi semakin besar, bahkan bisa mengarah ke Kekerasan Berbasis Gender Online atau KBGO.
Melansir “Privasi di Ruang Tak Bertepi: Memaknai Privasi Melalui Kacamata Feminis” yang ditulis oleh PurpleCode Collective, privasi bukan sekadar kerahasiaan. Di dalamnya juga termasuk pengakuan dan penghormatan terhadap agensi atau otonomi diri. Oleh karena itu, aspek kontrol atau kendali merupakan hal yang penting ketika membicarakan privasi. Kontrol atau kendali ini bisa berwujud consent atau persetujuan.
Consent ini lah yang kemudian menjadi penentu apakah terjadi pelanggaran privasi atau tidak. Consent definisinya adalah tindakan pengajuan/permintaan dan pemberian persetujuan dan/atau kesepakatan atas suatu tindakan yang melibatkan beberapa pihak. Catatan penting, persetujuan ini harus meniadakan asumsi. Jadi persetujuan harus jelas, spesifik, dan tidak ambigu. Kondisi ini akan membantu pihak yang dimintai data untuk mengambil keputusan atas data-data yang dimilikinya.
Bisa berujung KBGO
Hal yang menjadi persoalan, dalam relasi personal, kontrol kerap kali dipegang oleh kekuasaan yang lebih dominan dengan mengatasnamakan cinta, kekeluargaan, atau kekerabatan. Batas privasi begitu rancu sehingga meminta kata sandi pada akun-akun pribadi kerap kali dianggap wajar saja. Padahal, hal itu berpotensi menjadi pelanggaran privasi apabila tidak disertai consent.
Buruknya, permintaan data-data pribadi itu tidak jarang dilakukan dengan upaya manipulasi. Banyak kasus KBGO terjadi akibat manipulasi-manipulasi semacam ini. Tentu korban atau penyintas yang paling dirugikan dalam kasus tersebut. Apalagi KBGO tidak terbatas pada medium digital dan internet sebagai transmisinya. Ruang fisik juga bisa menjadi perpanjangan tangan KBGO.
Melansir buku saku tentang KBGO dari PurpleCode Collective, ada 14 bentuk KBGO yakni Trolling, Penyebaran Foto/ Video Intim Non-konsensual, Pemerasan, Online Stalking atau Cyberstalking, Technabled Surveillance, Doxing, Outing, Impersonasi, Peretasan, Pornografi, Manipulasi Foto dan Video, Honey Trap, Pornografi Anak, Cyber Grooming. Hampir semua bentuk KBGO tersebut merupakan bentuk pelanggaran privasi.
Membiasakan Consent
Consent atau persetujuan bisa menjadi faktor penting untuk melindungi privasi sekaligus mengurangi masifnya bentuk kekerasan. Penghormatan terhadap persetujuan seseorang atas informasi, foto, video, identitas gender dan orientasi seksual seseorang merupakan implementasi dari hak privasi.
Seharusnya penghormatan itu bisa diturunkan langsung dalam bentuk fitur-fitur teknologi untuk memperkuat kontrol. Bisa juga berbentuk kanal pengaduan bagi korban.
Dalam praktik sehari-hari, kita juga perlu membiasakan diri menghormati privasi seseorang. Ini bisa berbentuk meminta izin atau persetujuan kepada teman-teman dan keluarga ketika mengambil gambar atau merekam video dan atau mengunggahnya ke medsos. Ini penting karena dengan diunggah di medsos gambar-gambar itu kemudian menjadi konsumsi publik.
Meminta izin atau persetujuan ke anak-anak ketika mengambil foto atau video mereka juga perlu dilatih. Ini membiasakan anak-anak memiliki agensi dan kontrol atas dirinya sendiri.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi