Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kotak Suara

Pakar Ketenagakerjaan Jelaskan Alasan Dosen Masih Enggan Berserikat

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
23 Mei 2023
A A
serikat dosen mojok.co

Ilustrasi dosen (Ega Fanshuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Pakar ketenagakerjaan Nabiyla Risfa Izzati menjelaskan alasan mengapa masih banyak dosen yang enggan berserikat. Padahal, menurut pengajar Hukum Ketenagakerjaan UGM ini, wadah serikat sebenarnya para dosen butuhkan di Indonesia.

Perlu kita ketahui, baru-baru ini Nabiyla bersama peneliti lain dari Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Mataram (Unram) membuat riset terkait kesejahteraan dosen. Dalam riset yang melibatkan 1.200 responden akademisi di Indonesia ini menemukan bahwa upah yang dosen dapatkan masih jauh dari kata layak.

Laporan itu menyebut sebanyak 42,9 persen dosen hanya menerima gaji di bawah Rp3 juta. Padahal tiap bulannya, rata-rata responden mengaku mengeluarkan uang Rp5-10 juta untuk biaya hidup.

Riset ini juga menemukan, untuk menangani permasalahan kecilnya upah, para dosen pun mengambil “kerja sampingan” melalui hibah penelitian maupun pembicara seminar. Sayangnya, itu masih jauh dari kata cukup.

Alhasil, riset itu merekomendasi para dosen untuk membentuk serikat. Tujuannya, selain untuk menciptakan solidaritas sesama kelas pekerja, serikat juga bisa jadi wadah untuk memperjuangkan hak para dosen.

“Dosen itu kan secara teknis juga buruh, jadi punya hak untuk membentuk serikat,” ujar Nabiyla dalam diskusi bertajuk “Lika-Liku Serikat Pekerja Akademik”, Sabtu (20/5/2023) kemarin.

“Sebab, semua orang yang melakukan pekerjaan, berada dalam hubungan kerja, bukan pemilik modal, dan mendapatkan upah, secara teknis berarti pekerja atau buruh,” terangnya, menambahkan.

Banyak yang belum paham, kenapa?

Sayangnya, masih banyak pihak yang belum memahami terkait hal tersebut, termasuk dosen itu sendiri. Menurut Nabiyla, penyebabnya adalah karena adanya payung hukum yang berbeda terkait profesi tertentu yang ada di Indonesia.

Secara umum, kelas pekerja di Indonesia dipayungi oleh UU Ketenagakerjaan. Dalam undang-undang ini secara gamblang menjelaskan apa itu pekerja, hak-hak pekerja, serta syarat-syarat dalam pembentukkan serikat pekerja.

Sementara profesi tertentu, seperti dosen, guru, dokter, maupun aparatur sipil negara (ASN), punya undang-undang tersendiri. Bagi dosen, misalnya, UU yang memayungi mereka adalah UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Masalahnya, UU ini secara eksplisit tidak menjelaskan status dosen sebagai buruh—melainkan sebagai tenaga didik profesional.

“Undang-undang, seolah mengalienasi posisi dosen sebagai buruh; mereka menjadi kurang relate dengan kelas pekerja secara umum atau soal gagasan mengenai ketenagakerjaan,” kata Nabiyla.

“Sehingga, ini bisa memunculkan anggapan dari dalam diri dosen, bahwa ‘saya ini profesional’ atau ‘ini profesi yang spesial’, sehingga pada akhirnya mereka tidak mau dikatakan sebagai buruh,” lanjutnya.

Selain membuat dosen teralienasi dari kelas pekerja, aturan tersebut juga membentuk pengetahuan umum bahwa profesi dosen adalah bentuk pengabdian. Sehingga, banyak pihak pun menganggap apapun imbalannya harus tetap bersyukur.

“Jangan-jangan, pola pikir itu menjadi permasalahan utama, karena akhirnya kita menjadi tidak nyaman atau merasa tabu untuk membicarakan kesejahteraan atau gaji dosen yang sebenarnya adalah hak kita dengan dalih itu bentuk pengabdian,” ujar Nabiyla.

Iklan

Selain masalah regulasi, Nabiyla juga menyoroti bahwa batu sandungan pembentukan serikat atau union busting, juga bisa berasal dari orang yang punya kuasa. Menurutnya, ada anggapan pembentukan suara kolektif yang lebih besar bakal menganggu kepentingan penguasa.

“Kemungkinan union busting dari orang yang lebih punya kuasa, itu selalu ada. Bagaimanapun, suara kolektif yang lebih besar dianggap mengganggu status quo mereka bukan?,” jelasnya.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA Gus Muhaimin Ungkap Alasan Optimis Jadi Cawapres Prabowo, Bawa 3 Prinsip Utama

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 23 Mei 2023 oleh

Tags: buruhDosenpakar ketenagakerjaanPemilu 2024serikat dosen
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO
Kampus

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
pekerja miskin, working poor.MOJOK.CO
Mendalam

In This Economy, Kerja Lembur Bagai Kuda Meski Gaji Tak Seberapa dan Tetap Miskin

27 November 2025
Sisi Gelap PTN yang Bikin Dosen Menderita. MOJOK.CO
Mendalam

Sisi Gelap PTN yang Bikin Dosen Menderita, Sibuk Mengejar Akreditasi tapi Kesejahteraan Dosen Jauh Panggang dari Api

21 November 2025
Nasib buruh usai Marsinah jadi pahlawan nasional. MOJOK.CO
Ragam

Suara Hati Buruh: Semoga Gelar Pahlawan kepada Marsinah Bukan Simbol Semata, tapi Kemenangan bagi Kami agar Bebas Bersuara Tanpa Disiksa

12 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.