Kekerasan seksual di ruang redaksi
Apabila merujuk dari penelitian PR2Media pada 2021, pelaku kekerasan terhadap jurnalis perempuan tidak hanya dari narasumber. Mayoritas kasus justru dilakukan oleh rekan kerja (20,9 persen) dan atasan (6,9 persen).
Berangkat dari angka itu, tulisan “Riset: jurnalis perempuan masih menjadi target rentan kekerasan” karya Iwan Awaluddin Yusuf yang diunggah di The Conversation menekankan perlunya menciptakan ruang aman bagi jurnalis perempuan di ruang redaksi. Sebab, apabila media sebagai organisasi tidak mampu menangani kasus kekerasan yang terjadi di lingkungannya sendiri, bagaimana mereka bisa bersikap terhadap kasus-kasus kekerasan yang terjadi di luar sana?
Melihat catatan di atas, regulasi yang mampu melindungi jurnalis perempuan kemudian menjadi penting. Selama ini memang belum ada regulasi khusus dan peraturan standar tentang pencegahan, perlindungan, dan penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis perempuan. Memang sih ada Peraturan Dewan Pers 2013, tapi sifat regulasi tersebut masih umum.
Upaya menciptakan lingkungan yang aman kemudian bisa diwujudkan dalam turunan regulasi yang lebih detail. Bentuknya bisa berupa protokol, peraturan perusahaan, ataupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tentang perlindungan jurnalis perempuan. Termasuk dalam aturan tersebut adalah kekerasan seksual sebagai bagian dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Penulis: Kenia Intan
Editor: Kenia Intan