MOJOK.CO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meminta agar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu, segera diterbitkan pemerintah. Paling tidak, Perppu sudah harus terbit pada akhir November 2022.
“KPU berharap, setidaknya akhir November ini Perppu Pemilu yang mengatur tentang daerah pemilihan dan alokasi kursi untuk DPR, DPD, ataupun DPRD provinsi dan kabupaten/kota itu segera diterbitkan,” ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, dikutip dari Antara, Kamis (24/11/2022).
Menurut Hasyim, dengan diterbitkannya Perppu Pemilu, dapat menjadi landasan hukum bagi KPU dalam menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) di daerah-daerah otonom baru.
Daerah-daerah otonom baru itu adalah Provinsi Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Tengah yang telah diresmikan serta Papua Barat Daya yang akan segera diresmikan pasca-RUU Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya telah disahkan DPR RI pada pekan lalu.
Sebagaimana diketahui, pekan lalu pemerintah pusat bersama penyelenggara pemilu dan DPR mengadakan konsinyering dalam rangka menyusun Perppu Pemilu. Adapun, melalui Perppu ini, lima poin dalam UU Pemilu akan direvisi.
Selain poin soal akomodasi pemilu di provinsi baru, Perppu ini juga merevisi aturan soal perubahan jumlah anggota DPR, penambahan jumlah dapil, penyeragaman akhir masa jabatan KPU daerah, dan pemajuan penetapan daftar calon tetap.
Sementara poin kelima—dan yang paling kontroversi—adalah dihapusnya aturan pengundian nomor urut partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024. Poin yang merupakan akomodasi dari usul Megawati Soekarnoputri ini ramai dikritik, utamanya oleh parpol-parpol baru.
Disebut sebagai anomali
Beberapa pakar menilai, bahwa penyusunan Perppu Pemilu merupakan langkah yang tidak masuk akal. Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, bahkan menyebut langkah tersebut sebagai sebuah anomali.
“Perppu Pemilu ini anomali,” kata Titi Anggraini, dalam diskusi bertajuk “Seberapa Jauh Kemandirian Penyelenggara Pemilu Kita?”, yang tayang di kanal Youtube NET GRIT, dikutip Kamis (24/11/2022).
Menurut Titi, sesuai namanya, “perppu hendaknya diterbitkan pemerintah dan dihasilkan untuk mengatasi kegentingan/kedaruratan”.
Namun, imbuhnya, rapat konsinyering yang dihelat beberapa kali tersebut justru menegaskan tidak ada kegentingan berarti yang menuntut terbitnya perppu secara cepat.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti soal tidak adanya partisipasi masyarakat sipil. Semua pihak yang terlibat dalam konsinyering tersebut merupakan aktor negara. Apalagi, penyusunan itu juga didominasi anggota DPR, yang dihuni anggota-anggota partai politik yang seluruhnya akan jadi peserta Pemilu 2024.
“Kalau sempat membahas bersama, kenapa tidak revisi Undang-Undang Pemilu sekalian?” ujar pakar kepemiluan Universitas Indonesia ini.
Selain itu, Titi juga menggarisbawahi bahwa perppu ini justru banyak mengakomodir masuknya berbagai kepentingan di luar penataan dapil dan alokasi kursi imbas pemekaran provinsi di Papua. Ia pun menyimpulkan bahwa proses pembuatan perppu ini sebagai preseden buruk dalam kacamata hukum.
“Makanya saya pikir, saya yang salah belajar hukum, atau ada peristiwa hukum luar biasa di negara kita yang nomenklaturnya betul-betul saya tidak pahami? Tapi, sebetulnya ini preseden buruk jika kita ingin bicara pemilu sebagai sebuah tertib hukum,” ujarnya.
Selain dianggap sebagai anomali, Titi juga menyoroti betapa perppu ini sama sekali tidak menyentuh akar masalah pada isu-isu yang mendesak. Semisal, soal penyeragaman masa jabatan anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota, yang justru ia anggap problematik.
Diakuinya, hal itu memang mendesak. Namun, pemilihan tahun 2023 sebagai awal penyeragaman masa jabatan dianggap tak sesuai dengan tujuan utama, yakni meniadakan rekrutmen di tengah tahapan pemilu.
Oleh karenanya, ia menyayangkan para pihak yang terlibat dalam revisi UU Pemilu ini tak menjadikan momentum revisi saat ini sebagai momentum perbaikan mendasar.
“Kalau kita secara serius ingin membenahi penataan kelembagaan penyelenggara pemilu, momentumnya itu saat ini,” jelas Titi.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi