Ini Alasan Perempuan Sulit Menjadi Kepala Daerah

kepala daerah perempuan mojok.co

Ilustrasi kepala daerah perempuan (Mojok.co)

MOJOK.COJumlah perempuan menduduki kursi eksekutif di daerah masih sedikit. Beberapa faktor perlu dipertimbangkan agar jumlahnya bisa terus meningkat. 

Melansir data dari Cakrawikara, rata-rata persentase pencalonan perempuan selama empat periode pilkada rentang tahun 2015, 2017, 2018, dan 2020 masih rendah, yakni 8,6 persen. Sementara rata-rata persentase keterpilihannya selama empat pilkada serentak itu 8,9 persen.

Pusat Riset Politik BRIN mencermati, angka partisipasi perempuan dalam pencalonan pilkada memang terus meningkat dari waktu ke waktu. Namun, kenaikan itu tidak menjamin jumlah perempuan yang dinyatakan memenuhi syarat bisa berkompetisi memperebutkan kursi pucuk pimpinan eksekutif.

Ada beberapa komponen yang bisa menjelaskan rendahnya angka perempuan menduduki jabatan eksekutif di daerah:

Basis dukungan

Basis dukungan berkaitan dengan siapa dan bagaimana latar belakang kandidat perempuan. Apakah kader partai, apakah memiliki keterikatan dengan orang besar, apakah calon didukung oleh masyarakat atau kelompok tertentu. Basis dukungan bisa menjadi mesin efektif untuk membantu kemenangan perempuan dalam pilkada.

Perempuan yang memiliki jaringan oligarki di daerahnya juga dapat dikategorikan sebagai basis dukungan. Tidak dipungkiri, perjalanan perempuan calon kepala daerah jauh lebih mulus apabila memiliki keterikatan dengan suatu dinasti politik. Riset Tim Politik Gender Pusat Penelitian Politik-LIPI pada 2017 mencermati, perempuan yang terpilih menjadi kepala daerah berkat basis dukungan ini biasanya lemah dalam mendorong demokratisasi lokal, termasuk memperjuangkan kepentingan perempuan di daerahnya.

Sementara perempuan yang mencalonkan diri dari jalur independen memerlukan jalan yang berat dan terjal, apalagi dengan adanya UU 44/2016. Beleid itu tentang syarat minimal dukungan bagi calon perseorangan yang harus mengacu pada persentase tertentu berdasarkan pada Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ini menyulitkan calon yang berangkat dari jalur perseorangan karena ia tidak didukung oleh afiliasi atau organisasi yang berpengaruh besar kepada masyarakat di mana ia menjadi bagian dari organisasi itu.

Proses rekrutmen dan kaderisasi

Komponen ini berkaitan dengan  kandidat perempuan yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik. Partai politik memainkan peran dominan dalam mempersiapkan kader-kadernya untuk menjadi anggota legislatif. Oleh karenanya, proses rekrutmen yang memperhatikan keadilan gender dan kaderisasi yang mampu menyiapkan perempuan menjadi pemimpin daerah berkualitas diperlukan.

Apabila partai tidak mampu menjalankan fungsi mengedepankan keadilan gender, maka yang terjadi justru seleksi internal partai yang mengesampingkan kandidat perempuan. Kandidat perempuan biasanya harus kalah terlebih dahulu menghadapi rekan laki-laki separtainya karena dianggap kurang memiliki kompetensi memimpin sebuah daerah.

Strategi kampanye dan keterkaitan dengan akar rumput

Pada akhirnya suara masyarakatlah yang dihitung dalam pemilihan umum. Di sini partai (jika diusung partai) atau tim sukses kandidat perempuan memainkan peran yang sangat penting. Mereka dapat membantu kandidat perempuan mengikatkan dirinya dengan para calon pemilih.

Tantangan kandidat perempuan ketika berkampanye tidaklah mudah. Isu-isu gender yang berhubungan dengan penerimaan budaya, agama, dan tradisi bisa muncul. Kandidat perempuan dihadapkan pada aspek penerimaan publik atas identitasnya sebagai perempuan.

Penerimaan terkait identitas-identitas perempuan tidak dapat disepelekan begitu saja. Seringkali identitas ini dijadikan alat yang digunakan oleh lawan politiknya untuk menggagalkan pencalonan perempuan. Konsekuensinya, perempuan harus memiliki basis organisasi yang dapat melakukan advokasi kepada masyarakat dan meyakinkan masyarakat untuk dapat memilihnya.

Hal-hal di atas mau tidak mau perlu dipertimbangkan. Apalagi di tengah era pemilihan langsung saat ini karena yang berlaku adalah mekanisme pasar melalui pilihan yang dijatuhkan oleh rakyat kepada calon-calon pemimpinnya. Peluang keterpilihan perempuan di era pemilihan langsung menjadi sangat dinamis karena preferensi rakyat sangat menentukan.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Amanatia Junda

BACA JUGA Suara Pemilih Pemula Bisa Menangkan Kandidat Perempuan dalam Pemilu

Exit mobile version