Apakah ‘Stres Pemilu’ Itu Nyata? Jangan Abaikan, Bisa Sebabkan Masalah Fisik dan Mental

stres pemilu mojok.co

Ilustrasi gangguan kesehatan mental (Mojok.co)

MOJOK.CO – Jelang Pemilu 2024, masyarakat di Indonesia sudah diwanti-wanti agar menjaga kesehatan fisik dan mental mereka, mengingat pemilihan serentak itu bakal sangat melelahkan.

Bagi para pemilih, kampanye, koar-koar debat politisi, dan laporan media bisa bikin mereka kelelahan (fatigue) karena keriuhan itu menganggu kehidupan sehari-hari. Baik masyarakat yang melek politik ataupun awam, dampaknya tetap sama.

Adapun bagi para simpatisan atau tim sukses politisi, pemilu bakal lebih melelahkan. Sebab, mereka punya harapan dan effort lebih besar ketimbang masyarakat biasa untuk bisa memenangkan jagoannya.

Sementara bagi politisi sendiri, pemilu rawan stres dan kecemasan (anxiety) mengingat ketidakpastian hasil yang bakal mereka dapatkan. Misalnya, perasaan ini pernah muncul pada politisi PSI Giring Ganesha menjelang Pemilu 2019 lalu.

“Saya pasrah. Mulas lah dari kemarin, semingguan kemarin sudah mulas, sempat kemarin kemarin agak stresnya tinggi, tapi beberapa semingguan ini malah lebih ikhlas, lebih pasrah,” kata Giring kala itu.

‘Stres pemilu’ itu nyata

Istilah election-stress disorder atau “stres pemilu” memang bukanlah diagnosis ilmiah. Namun, menurut psikiater Mayo Clinic Robert Bright, konsep ini nyata adanya.

“Kita merasakannya. Di tubuh kita, ketegangan di bahu kita, terkadang orang mengalami gangguan pencernaan atau sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, gangguang tidur atau mengalami mimpi buruk tentang pemilu,” jelas Bright.

Faktanya, di Amerika sendiri sebanyak 68 persen orang dewasa mengatakan bahwa Pilpres 2020 lalu merupakan sumber stres yang signifikan dalam hidup mereka.

Data ini berdasarkan pada survei American Psychological Association tahun lalu. Bahkan, angka ini mengalami lonjakan dari pemilu edisi sebelumnya pada 2016. Efek disrupsi media sosial menjadi salah satu faktor pendorongnya.

Pemilu sebabkan stres antisipatif

Sementara itu, penelitian terbaru dari North Carolina State University (NCSU) berjudul “Combatting Election Stress: Anticipatory Coping and Daily Self-Reported Physical Health”, menemukan bahwa stres dan kecemasan jelang pemilu bisa sebabkan risiko stres antisipatif yang membahayakan kesehatan.

Stres antisipatif sendiri merupakan peningkatan respons stres terhadap situasi yang sulit atau tidak terprediksi.

“Ini adalah penelitian pertama yang menunjukkan bahwa stres antisipatif yang berkaitan dengan pemilihan umum dapat membahayakan kesehatan kita,” kata profesor psikologi Shevaun Neupert, penulis penelitian tersebut, mengutip dari laman resmi ncsu.edu, Senin (10/4/2023).

Riset ini mengacu pada data yang dari 140 orang dewasa dari seluruh Amerika Serikat. Peserta mengisi survei online setiap hari selama 30 hari, minggu-minggu sebelum dan sesudah pemilihan umum.

“Kami menemukan bahwa peserta mengeluhkan kesehatan fisik yang lebih buruk pada hari-hari ketika mereka juga memiliki tingkat stres antisipatif yang tinggi,” jelas Neupert.

“Artinya, mereka diperkirakan akan mengalami stres terkait pemilu dalam 24 jam ke depan,” imbuhnya.

Kata Neupert, penelitian ini memang bergantung pada peserta studi yang melaporkan tentang kesehatan mereka. Namun, pendekatan yang digunakan adalah yang paling dapat diandalkan dan secara konsisten terbukti menjadi indikator objektif kesehatan fisik dan kesejahteraan seseorang.

Tenang, bisa diatasi, kok

Meski cukup menyiksa fisik dan batin selama 24 jam ke depan, kata Neupert, ada strategi yang dapat berguna untuk membantu menjaga kesehatan saat menghadapi stres ini. Solusi tersebut, ia namakan dengan “analisis masalah” (problem analysis).

Problem analysis, dalam hal ini, adalah ketika orang berpikir kritis tentang mengapa mereka yakin akan mengalami stres terkait pemilu selama 24 jam ke depan,” kata Neupert.

“Misalnya, jika mereka berpikir mereka akan berdebat tentang pemilu dengan seorang kenalan dalam 24 jam ke depan, mereka mungkin memikirkan tentang ‘mengapa saya harus bertengkar?’ atau ‘tentang apa pertengkaran ini?’. Pada dasarnya, problem analysis adalah terlibat secara mental dengan masalah apa pun yang sedang mereka antisipasi,” lanjutnya.

Kata Neupert, problem analysis dapat membantu orang memikirkan cara untuk menghindari pertengkaran yang sedang mereka antisipasi. Atau membantu memikirkan cara untuk setidaknya membuat pertengkaran tidak terlalu panas.

Ia menerangkan, strategi ini efektif untuk meredakan stres pemilu, khususnya pada hari-hari menjelang pemilihan saat stres antisipatif menghampiri.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi

BACA JUGA 3 Faktor Penyebab Elektabilitas Ganjar Kembali Melesat di Survei SMRC

Exit mobile version