MOJOK.CO – Membludaknya pendaftar CPNS menunjukan bahwa pekerjaan sebagai PNS ternyata masih diminati para Milenial. Om Haryo kali ini akan membahas sebenarnya jadi PNS di zaman sekarang tuh menjanjikan nggak sih secara finansial?
Dear Celengers,
Kemampuan menabung, investasi, dan melakukan konsumsi sangat tergantung dengan profesi kita. Dulu, orang berpikir bahwa kemampuan finansial PNS Indonesia tidaklah bagus, untuk tidak mengatakan daya belinya rendah. Tetapi lihat fenomena yang selalu terjadi saat lowongan jadi PNS dibuka. Jika milenial di luar sana sudah tidak menghiraukan untuk menjadi pegawai negeri, di Indonesia tetep antri mengingat remunerasinya bagus!
Beberapa waktu lalu, Om bertanya ke salah satu awak Mojok, “lho ini kok nggak ikut ujian CPNS, males? Nggak tertarik?”
Eh, lha kok jawaban anak milenial berlatar belakang pendidikan dari universitas bergengsi dan jurusan “mudah dapat pekerjaan tersebut” mengingatkan pada jawaban anak muda jaman Om lulus dulu. Bedanya, kalau anak ini pintar sementara teman Om termasuk spesies yang kalau ujian pun sebenarnya tidak akan mampu mengerjakan. Kalau pun nekat nyogok hanya uangnya yang akan diterima.
“Anu, saya pingin lama di Mojok. Di sini tuh enak banget, bisa belajar menulis dan tidur siang”
Demi toutatis! Kok ya bisa-bisanya milih bekerja di tempat yang membolehkan tidur siang.
Loh, tapi kalau dipikir ulang, itu alasan yang sangat logis. Untuk mempertahankan tagline mojok agar tetap “nakal dan banyak akal” seperti anak-anak, memang diperlukan tidur siang yang cukup. Bagi sementara orang, tidur siang memang sesuatu yang mewah. Kalau di dalam disiplin ilmu yang Om tekuni, tidur siang kalau dimoneterkan nilainya sama dengan harga kamar hotel. Loh kok mahal? Emang iya!
Bayangkan di kantor kalian, apalagi setelah makan siang dalam bentuk paket nasi, bakmi goreng, balado kentang dan gorengan. Ya Allah, kurang paripurna bagaimana coba? Full carbo, Bro! Begitu masuk kantor lagi kena semburan AC yang membius, apa trus semangat kerja lagi? Masa nggak ngantuk?
Kalau sudah begitu tidur pun perlu 1001 strategi: harus mlipir ke mushola pura-pura duduk tafakur (tapi liur netes), nyender di meja (bonus kejedot bangku), merem melek nggak jelas (tiba-tiba kejengkang), seolah berpikir sambil terpejam tapi (tau-tau ngorok). Dampak pertama, Kinerja melorot, kemudian bonus tidak turun dan akhirnya dipecat. Tragis, hanya karena masalah tidur.
Padahal kalau dia tau, kerja jadi PNS itu tergantung niat. Niatnya kerja keras dan tekun bisa, niatnya tidur dan do nothing lebih bisa lagi. Sebelum kita membahas lebih lanjut soal manfaat finansialnya, kita perlu memahami juga soal motivasi kerja berdasar geografi dan sejarah.
Profesi impian anak di Amerika berdasarkan survey tidak pernah seheroik cita-cita kalian yang ingin menjadi seperti Pak Habibie. Mereka menginginkan profesi yang dalam penglihatan mereka asik, menyenangkan dan memukau. Tidak heran kalau yang tertanam dalam benak mereka, jenis pekerjaan berikut akan sangat keren: penari, aktor, musisi, guru dan ilmuwan.
Begitu beranjak dewasa mereka segera tersadar bahwa keren itu belum tentu berbanding lurus dengan pendapatan. Mereka sadar bahwa untuk menjadi penari profesional berpenghasilan wah, sama sekali tidak mudah. Kemauan, tanpa didukung bakat dan kerja keras tidak akan pernah cukup. Sama sulitnya dengan menjadi aktor atau musisi yang laku di bisnis pertunjukan.
Ini jelas mengesampingkan idealisme. Benar bahwa bekerja memang tidak selamanya soal materi saja, tetapi juga bicara pencapaian-pencapaian yang ukurannya tidak selalu dalam bentuk uang. Ada banyak seniman yang mendedikasikan hidupnya untuk dunia seni pertunjukan. Terus berkarya dan asal bisa tidur siang saja sudah cukup. Hahahaha nggak lah.
Pada akhirnya mereka berada pada tahap realistis terhadap kebutuhan pasar tenaga kerja. Mereka memilih disiplin ilmu yang tingkat penganggurannya rendah dan penghasilannya bagus. Dasar pijakan mereka jelas, mengingat kredit pendidikan yang mereka ambil selama masa studi juga harus cepat dilunasi begitu mereka mendapatkan pekerjaan
Beberapa bidang pendidikan unggulan yang cepat diserap pasar tidak berbeda jauh dengan di Indonesia seperti teknik sipil, keuangan, dan teknik mesin. Di atas itu ada beberapa bidang pendidikan yang baik serapan dan penghasilannya secara rata-rata lebih tinggi: Ilmu aktuaria, Zoologi, teknik nuklir, biologi molekuler, kedokteran, farmasi dan matematika terapan.
Bagaimana di Indonesia? Saat masa kanak-kanak justru cita-citanya lebih wah daripada anak Amerika. Hanya ada sedikit atau mungkin malah dianggap penyimpangan jika anak-anak menginginkan pekerjaan-pekerjaan yang diimpikan oleh anak-anak Amerika.
“Besok kalau sudah gede cita-citamu jadi apa, Nak?”
Kalau tidak insinyur, ya dokter. Tidak ada perubahan fundamental sejak era Si Doel yang digadang babenya menjadi tukang insinyur hingga era Awkarin yang digadang jadi dokter. Umumnya, begitu menginginkan jadi penari, musisi atau pekerjaan yang terkait seni langsung dileskan matematika untuk mematikan dan mengubur impiannya.
Tidak heran kalau secara turun temurun jenis pekerjaan yang paling diinginkan anak muda negeri ini sebenarnya hanya mewakili hasrat orang tua yang terpendam. Simak saja urutannya: guru, pegawai bank dan jadi PNS. Klasik banget untuk tidak mengatakan kuno! Dalam bayangan orang tua, pegawai bank bermandikan uang dan sangat sejahtera. Sementara guru dan PNS mewakili perasan aman, tenteram, terkendali sepanjang jaman hehehe.
Pertanyaan pentingnya, benarkah PNS sebagai profesi dapat mewakili perasaan aman tenteram, terkendali sepanjang jaman?
Jawaban sebenarnya tidak sekedar aman, tetapi juga sejahtera. Secara umum, sudah bukan masanya membicarakan perihnya menjadi ASN. Kesejahteraan mereka melenting jauh jika dibandingkan dengan era Orde Baru. Single salary, yang berisikan gaji, tunjangan kinerja, tunjangan profesi dan yang masih terus digodo tunjangan kemahalan daerah sudah menyejahterakan mereka.
Ilustrasi saja untuk sarjana yang ingin menjadi guru berstatus PNS. Dengan mengacu pada aturan yang ada, seorang guru yang bersertifikat akan mendapatkan gaji dengan besaran 7 – 8,5 juta. Dengan catatan, itu di daerah dan guru dengan kualifikasi guru ahli pertama. Di Jakarta, tunjangan kinerjanya tinggi 2-3 kali lipat. Otomatis take home pay tersebut dapat melompat ke angka 14 juta per bulan.
Itu belum kalau mendapatkan “tunjangan kejut” seperti lebaran tahun 2018 yang dapat digunakan untuk menambal kebutuhan karena adanya inflasi musiman serta inflasi biaya pendidikan swasta. Jika dikelola dengan baik, gaji di bulan tersebut dapat 100% masuk tabungan. Kurang enak apa coba jadi PNS?
Secara umum, dengan besaran gaji yang berpedoman pada PP30-2015 ditambah dengan Perpres 37 Tahun 2015 tentang kinerja pegawai. Rentang take home pay (THP) pegawai pemerintah DKI Jakarta yang terendah dan tertinggi berada di kisaran 6,8jt – 122,9jt. Tidak berbeda jauh dari THP pegawai di lingkungan direktorat pajak yang berkisar 6,3jt – 133,3jt per bulan.
Jadi jangan heran kalau melihat PNS jaman sekarang wanginya bukan fanbo lagi, banyak perempuan PNS yang sudah beralih ke chanel dari bedak hingga parfumnya. Cowoknya juga muka-mukanya sudah tidak berminyak lagi seperti jaman orba. Sekarang relatif rapi, terpelajar dan bergawai mahal.
Terpenting, jadi PNS itu soal niat. Ada yang niatnya kerja kerja kerja, ada juga yang niatnya tidur tidur tidur. Kalau soal karir, terkadang tinggal cara bergaul dan kedekatan dengan atasan saja. Kalau performanya tidak bagus dan di bawah standar? Tetap aman, tenteram dan terkendali sepanjang jaman. Tidak akan dipecat selama tidak merugikan dan membahayakan negara.
Jadi salah kalau mengatakan jadi PNS itu tidak dapat tidur siang. Bisa banget! Loh tapi itu merugikan negara? Halah dikit aja ituu…