Ketika Backpacking Berubah Menjadi Beg-Packing

Bule-Ngamen-MOJOK.CO

MOJOK.COPerlukah kita meninjau kembali kebijakan bebas visa demi menekan terjadinya beg-packing?

Belakangan, linimasa di media sosial diramaikan dengan berita turis-turis asing yang mengaku kehabisan uang dan memilih untuk mengemis atau mengamen demi melanjutkan petualangan holiday-nya di Indonesia.

Sebenarnya, kabar ini bukanlah kabar baru. Namun, peristiwa ini kembali hot setelah dua orang WNA asal Selandia Baru diwartakan kehabisan ongkos. Rencananya, kedua WNA ini hendak menuju Cirebon dari Jakarta.

Dengan bantuan polisi, WNA ini dibawa ke Cirebon menaiki truk setelah ditemukan di tepi jalan akibat kehabisan ongkos di Gardu Tol Tanjung Duren Jakbar. Adalah Ipda Erwan yang membantu mereka, sebelum akhirnya dititipkan kepada si pengemudi truk.

Sebelumnya, pada bulan September 2017, dua bule asal Republik Ceko dan Slowakia mengalami hal yang sama dan mengaku tak bisa membayar hotel di Pekalongan.

Sebuah akun Twitter bernama @IvanRT beberapa hari lalu mengunggah sederet peristiwa serupa, di mana para turis asing tampak mengemis atau mengamen dengan dalih kehabisan ongkos.

Fenomena ini kemudian dikenal dengan nama beg-packing (plesetan dari bentuk asli backpacking) bukan tanpa alasan. Tepat seperti tindakan para turis asing, beg-packing berasal dari kata begging dan packing. Bukan hanya di Indonesia, para beg-packers ternyata bisa ditemukan di Thailand, Singapura, hingga Vietnam.

Sebenarnya, apa yang menjadi penyebab fenomena ini terjadi? Apakah ini merupakan dampak dari kebijakan bebas visa?

Kemungkinan ini ditepis oleh Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Agung Sampurno. Menurutnya, ketentuan memberikan visa bebas dan dampak yang ditimbulkan dari datangnya orang asing adalah hal terpisah. Dengan kata lain, tidaque ada korelasinya, my lov~

Tapi sesungguhnya, apakah setiap bule yang masuk melalui proses pengecekan?

“(Pengecekan) Itu wajib. Kita ada standar. Jadi dalam pemeriksaan ada document assessment dan passenger assessment. Uang yang dia bawa, kartu kredit yang dia punya, travel check juga (diperiksa),” tambah Agung.

Meski demikian, kebijakan bebas visa di Indonesia tentu berbeda kondisinya dengan para WNI saat ingin berkunjung ke negeri tetangga. Kalau you-you pernah main-main ke luar negeri, pasti ngeh dengan ketentuan yang mengharuskan kita menunjukkan tiket pulang dan pergi, itinerary, hingga nominal uang yang kita bawa (dengan jumlah minimal).

Kira-kira, beginilah gambaran keperluan kita untuk main-main ke negeri orang~

@IvanRT05: Ketika kita para warga negara Indonesia yang memiliki pekerjaan tetap, memiliki pendapatan tetap, tidak memiliki catatan kriminal, tidak mengidap penyakit menular berbahaya ingin liburan ke negara asal turis tersebut, kita harus mengumpulkan banyak dokumen untuk sebuah visa.

Dokumen-dokumen tersebut antara lain:

  1. Surat keterangan kerja/kuliah.
  2. Rekening koran, 3-6 bulan terakhir.
  3. Surat keterangan catatan kepolisian.
  4. Surat sponsor (kalau diundang).
  5. Surat izin kerja.
  6. Bukti penerbangan kembali ke negara asal, dan lainnya.

Disebutkan, ‘perjuangan’ WNI yang ingin berkunjung ke luar negeri ini ternyata tidak melulu sama perlakuannya dengan turis asing yang ingin masuk ke Indonesia.

@IvanRT05: Pada saat yang bersamaan, ada turis asing dari negara yang bebas visa wisata ke Indonesia, tidak perlu visa, tinggal ‘klak klik’ beli tiket lalu pergi menuju Indonesia. Mereka tidak perlu berkeringat mengurus visa, tidak perlu was-was menunggu keputusan visa.

Dengan adanya kebijakan bebas visa, fenomena ‘begpacker’ ini wajar saja terjadi. Mungkin seperti ini rinciannya:

-Bebas visa= turis asing tidak dicek dokumen keuangannya.

-Wisman= SEMUA turis asing, baik yang bermodal ataupun tidak termasuk yang berkeinginan mengemis.

-Jumlah wisman di Indonesia naik = termasuk para turis yang mungkin suatu saat ‘harus mengemis’ di Indonesia karena kehabisan modal. Seperti yang saya jabarkan di trit sebelumnya.

-Kalau mereka harus memohon visa, mungkin mereka bahkan ‘tidak diizinkan’ tiba di Indonesia.

-Untuk memohon visa wisata RI, para turis asing harus melampirkan rekening koran selama 3 bulan.

-Untuk mereka yang secara jelas dan gamblang tidak ‘memiliki modal’ yang cukup untuk liburan, visa wisata sebaiknya tidak diberikan SEBAGAIMANA hal tersebut berlaku untuk WNI juga.

Cuitan-cuitan di atas umumnya didukung oleh netizen yang turut kecewa melihat fenomena beg-packing.

@arisaja: Kebijakan bebas visa mending dikaji ulang. Buat apa bebas visa kalo gak ada reciprocity? Bebas visa buat narik wisatawan asing (yg berduit), tapi kalo yg datang kere kayak gitu ya rugi.

@BimaValentino: Situ yg keliling, sini yg pusing.

@ailrivsavitri: Pengen banget menghapus pemikiran ‘bule punya derajat lebih tinggi dari WNI’ banyak WNI ramah ke WNA tapi mereka bersikap sebaliknya ke WNI

Hmm hmm hmm~

Sepertinya, memang sudah saatnya pemerintah lebih memperhatikan fenomena ini karena terlalu sering berulang. Jika untuk mengunjungi negeri seberang saja kita harus berdebar-debar menanti visa, tidakkah sebaiknya hal ini diberlakukan juga pada turis asing?

Namun demikian, di lain sisi, kebijakan bebas visa memang dapat meningkatkan jumlah turis yang berwisata ke Indonesia.

Ah, perkara bule-bulean ini sungguh seperti memakan buah simalakama~

Exit mobile version