MOJOK.CO – Bagi masyarakat Wonogiri, Bus Purwo Widodo tak sekadar nama perusahaan otobus. Ia sudah seperti legenda karena telah mengaspal di jalanan selama lebih dari 40 tahun dan belum menunjukkan tanda ingin “pensiun”.
Saya teringat, pada kurun 2010-2015 lalu bus ini masih jadi andalan masyarakat yang ingin bepergian ke Wonogiri-Jogja atau sebaliknya. Tiap kali keberangkatan, nyaris tak ada kursi yang tersisa. Sebagian penumpang pun harus rela berdiri.
Kala itu, penumpang umum yang sebagian besar adalah pedagang dan para pekerja harus mengeluarkan tarif paling mahal Rp20 ribu untuk rute terjauh, yakni Baturetno (Wonogiri)-Jogja. Sementara saya, berbekal seragam sekolah, diberi harga khusus. Bermodal Rp5.000, saya sudah bisa sampai di Terminal Giwangan dan menyelesaikan misi “healing” di Kota Jogja.
Namun, terakhir kali saya menaiki bus Purwo Widodo pada akhir 2022 silam, ada banyak kursi kosong yang tersisa. Armadanya pun terlihat makin menua, meski masih sanggup mengarungi jalanan Wonogiri-Jogja.
Bus Purwo Widodo, busnya tukang bakso
PO Purwo Widodo pertama kali mengaspal pada 1981 silam. Pada periode tersebut, Wonogiri memang mendapat julukan “kota bus” karena ada banyak PO-PO yang bermunculan. Selain Purwo Widodo, ada PO Sedya Mulya, PO Gunung Mulya, hingga PO Raya yang lahir pada 1980-an.
Sebagai informasi, perusahaan ini dipimpin oleh seorang pengusaha yang kini menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Wonogiri bernama Sutarto. PO ini berkantor di Kecamatan Sidoharjo, Wonogiri, dan memiliki garasi di Pracimantoro, kecamatan yang terletak di bagian selatan Wonogiri.
Ketika pertama beroperasi, Purwo Widodo langsung membuka trayek antarkota antarprovinsi (AKAP) dengan jalur Wonogiri-Solo-Jakarta. Bus yang kala itu terkenal berkat motif gambar bunga tulip ini menggunakan sasis asal Swedia, VOLVO, di beberapa armadanya.
Ada satu julukan menarik yang disematkan pada bus Purwo Widodo. Saat itu, ia disebut sebagai “busnya tukang bakso”. Julukan ini tersemat karena bus tersebut memang menjadi andalan bagi para tukang bakso Wonogiri yang merantau ke Jabodetabek.
Seperti yang kita tahu, sejak ada pembangunan Waduk Gajah Mungkur pada 1985, banyak warga Wonogiri yang memilih merantau ke luar daerah. Salah satu pilihannya berjualan bakso ke ibu kota.
Sayangnya, armada AKAP Purwo Widodo harus berhenti mengaspal pada 2017 silam. Kini yang tersisa tinggal bus medium yang melayani rute Wonogiri-Jogja. Meski demikian, ia menjadi andalan karena jadi satu-satunya bus yang melayani rute perjalanan tersebut.
Baca halaman selanjutnya…
Primadona yang kini hidup segan, mati tak mau
Primadona yang kini hidup segan, mati tak mau
Pada medio 2000-an, Purwo Widodo menjadi primadona bagi masyarakat Wonogiri yang ingin bepergian ke Jogja maupun sebaliknya.
Jam keberangkatan yang berdekatan, serta tarif yang merakyat, menjadi alasan mengapa bus ini jadi andalan masyarakat. Penumpangnya sendiri berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pedagang pasar, para pekerja, siswa, dan mahasiswa.
Pada masa jayanya, dalam sehari Purwo Widodo bisa melayani 10 keberangkatan PP sejak pukul 4.30 WIB subuh hingga paling terakhir pukul 20.00 WIB.
Sayangnya, sejak pandemi Covid-19 menerjang, bus ini sempat berhenti beroperasi selama beberapa bulan. Ketika kondisi pandemi membaik, jam keberangkatan pun jauh berkurang menjadi hanya 4 kali dalam sehari. Bahkan, jumlah penumpang juga jauh menyusut karena sebagian masyarakat memilih memakai kendaraan pribadi.
Kendati demikian, bus ini menolak mati. Di jalanan sendiri, bus ini juga masih sering kita jumpai pada pagi dan malam hari, meski dalam kondisi kursi yang jarang terisi.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Cerita Penumpang Sugeng Rahayu: Aku Kurang Religius, tapi Selalu Ingat Tuhan Saat Naik Bus Ini
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News