MOJOK.CO – Kasus pinjaman online (pinjol) ilegal masih saja marak di Indonesia. Padahal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga September 2023 tercatat sudah memblokir 1.139 situs pinjol ilegal.
Kasus pinjol ilegal bahkan memunculkan kasus bunuh diri di Indonesia. Sejak 2019 hingga saat ini tercatat 29 kasus bunuh diri akibat pinjol ilegal.
Persoalan ini bukan tanpa sebab. Minimnya literasi keuangan masyarakat yang baru mencapai 49,5 persen jadi salah satu penyebabnya. Banyak korban tergiur berhutang di pinjol ilegal meski bunga pinjamannya sangat tinggi antara 1–4 persen per hari atau mencapai 120 persen dalam sebulan.
“Literasi keuangan [masyarakat] baru 49,5 persen pada akhir 2022 meski tingkat inklusi keuangan Indonesia saat ini sebesar 85 persen. Artinya, baru 49, 5 persen masyarakat yang memahami risiko produk jasa keuangan. Hal ini menyebabkan masih banyak pengaduan masyarakat terkait produk jasa keuangan, seperti pinjol dan investasi bodong,” ungkap Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Sentosa disela Bulan Inklusi Keuangan di Yogyakarta, Kamis (26/10/2023).
Pinjol ilegal karena terjadi gap literasi dan inklusi keuangan
Aman mengungkapkan, gap yang besar terjadi antara literasi dan inklusi keuangan masyarakat. Akibatnya hingga saat ini masih saja banyak aduan masyarakat yang jadi korban pinjol ilegal dan investasi bodong.
“Misalnya sejumlah petani di magelang yang tidak bisa menikmati hasil panennya karena sudah diijon atau menjual hasil pertanian kepada lkm (Lembaga Keuangan Mikro-red) ilegal saat masih ditanam,” jelasnya.
Menurut Aman, berbagai upaya mengatasi gap antara literasi dan inklusi keuangan perlu dilakukan. Diantaranya edukasi penggunaan produk keuangan yang legal sangat dibutuhkan selain upaya memblokir pinjol ilegal dan investasi bodong.
“Masyarakat perlu tahu manfaat dan resiko produk keuangan yang mereka butuhkan, jadi kalau menggunakan [produk keuangan] ya yang benar-benar dibutuhkan,” tandasnya.
Masih banyak masyarakat tak tersentuh
Aman menyebutkan, edukasi literasi dan inklusi keuangan sebenarnya sudah dilakukan secara masif. Salah satunya melalui FinExpo yang selalu diadakan setiap Oktober sejak 2016. Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong akses masyarakat terhadap produk jasa keuangan agar pemahaman masyarakat tentang keuangan meningkat.
“Namun, masih banyak masyarakat di pelosok negeri yang belum tersentuh oleh upaya-upaya tersebut,” tandasnya.
Perlu sinergi
Aman berharap, pelaku jasa keuangan dapat terus bersinergi untuk melakukan edukasi masyarakat di berbagai daerah. Kerjasama itu akan membantu masyarakat untuk memahami produk jasa keuangan secara tepat. “Sehingga masyarakat memanfaatkannya secara bijak untuk meningkatkan kesejahteraan mereka,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Gibran Cawapres Prabowo, MK Disebut Jadi Timses Pilpres
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News