Stasiun Manggarai, Mimpi Buruk Pengguna KRL yang Ternyata Punya Nilai Sejarah

Stasiun Manggarai, Mimpi Buruk yang Punya Nilai Sejarah MOJOK.CO

Stasiun Manggarai, Mimpi Buruk yang Punya Nilai Sejarah (https://heritage.kai.id/)

MOJOK.COStasiun Manggarai menjadi mimpi buruk bagi banyak pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line. Di balik itu, stasiun ini ternyata punya sejarah yang panjang. Bahkan, turut berperan dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.  

Bagi pengguna KRL Commuter Line, transit di Stasiun Manggarai adalah mimpi buruk. Padatnya Stasiun Manggarai menjadi yang paling banyak dikeluhkan oleh mereka naik-turun melalui stasiun ini. Cuplikan mimpi buruk itu pernah dituliskan oleh salah satu penulis Mojok dengan judul “Merasakan Tua di Jalan: Naik KRL Transit Manggarai Harus Bayar Pakai Mental Health”.

Setelah Stasiun Manggarai ditetapkan menjadi stasiun sentral pada April 2022, kondisinya tidak lebih baik. Stasiun Manggarai menjadi titik transit KRL Commuter Line jalur Jakarta Kota, Bogor, Tanah Abang, dan Bekasi. Kereta ini juga melayani Kereta Bandara Soekarno Hatta. Tidak heran apabila stasiun ini menjadi yang terpadat di Indonesia.

Di balik hiruk-pikuk Stasiun Manggarai, stasiun ini ternyata memiliki kisah yang panjang. Bahkan, Stasiun Manggarai menjadi saksi sejarah beberapa peristiwa penting. Salah satunya, menjadi titik keberangkatan pemindahan Ibu Kota Republik Indonesia sementara.

Setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 1945, sejumlah gejolak politik dan militer menerpa Indonesia. Pada waktu itu, beredar kabar NICA Belanda akan membunuh para pemimpin Indonesia. Mendengar kabar itu, pemimpin Indonesia harus berpindah-pindah tempat.

Situasi di Jakarta yang tidak lagi kondusif mendorong Soekarno memindahkan ibu kota negara secara sementara ke Yogyakarta. Pada 4 Januari 1946, Soekarno dan Bung Hatta berangkat ke Yogyakarta melalui Stasiun Manggarai. Persiapannya dilakukan secara rahasia.

Sebulan berselang, pada 1 November 1946, Panglima Besar Jenderal Soedirman singgah di stasiun ini. Ia ke Jakarta untuk menghadiri perundingan gencatan senjata. Rakyat Indonesia pun menyambut kedatangan Sang Panglima dan rombongan dengan sorak-sorai.

Baca halaman selanjutnya …
Sejarah Stasiun Manggarai

Sejarah Stasiun Manggarai

Kawasan Manggarai di Batavia (Jakarta) sudah ada sejak abad ke-17. Kawasan ini merupakan tempat tinggal dan pasar budak asal Manggarai dari Flores. Wilayahnya kemudian berkembang menjadi sebuah kampung.

Jalur kereta api yang melintasi wilayah ini awalnya dibangun oleh perusahaan swasta Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Lintasanya membentang dari Jakarta-Buitenzorg (Bogor). Tempat pemberhentian yang tersedia di jalur tersebut ada Stasiun Boekit Doeri (kini depo KRL).

Kemudian pada 1913, perusahaan kereta api negara Staatssporwegen (SS) menguasai jaringan kereta api di Jakarta. Setelahnya, SS melakukan penataan ulang jalur kereta api di Jakarta. Salah satunya yang terdampak adalah pembongkaran Stasiun Boekit Doeri eks-NISM. Sebagai gantinya, SS membangun Stasiun Manggarai.

Pembangunan stasiun ini berawal pada 1914. Pembangunan dipimpin oleh oleh arsitek Belanda bernama Ir. J. Van Gendt. Selain stasiun, dibangun juga Balai Yasa dan rumah-rumah dinas pegawai SS. Pada 1 Mei 1918 SS meresmikan Stasiun Manggarai.

Ketika peresmian, Stasiun Manggarai sebenarnya tidak dalam keadaan selesai seutuhnya. Arsitek merancang tiang peron stasiun ini berbahan baja. Namun, Perang Dunia I yang bergulir pada saat itu membuat pasokan baja Eropa tidak kunjung datang. Akibatnya, tiang penyangga stasiun hanya terbuat dari kayu jati pada saat itu.

Melihat sejarahnya yang panjang, Stasiun Manggarai  termasuk dalam bangunan cagar budaya yang terdaftar di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Bagunannya tercatat dengan nomor registrasi RNCB.19990112.04.000470. Adapun pencatatan itu berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.13/PW.007/MKP/05, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 011/M/1999, dan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 Tahun 1993.

Penulis: Kenia Intan
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Stasiun Ceper Klaten, Stasiun Tua yang Aktif Kembali setelah 10 Tahun Mati
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

 

Exit mobile version