MOJOK.CO – Ndalem Jayadipuran yang kini beralih jadi Kantor BPNB DIY adalah bangunan yang punya sejarah panjang. DI Gedung ini dulu Kongres Perempuan I di Indonesia terselenggara.
Di sekitaran Jalan Brigjen Katamso No. 139, Keparakan, Mergasan, Kota Jogja, terdapat bangunan dengan pagar warna hijau. Dari luar, bangunan ini sekilas tampak tak terlalu luas. Saat masuk ke area pekarangan pun, nuansa sejuk dan hening yang langsung menyapa.
Saat mulai berkeliling, ternyata mudah menjumpai keramaian. Mulai dari sekumpulan mahasiswa yang sedang nongkrong sambil diskusi, hingga sekelompok regu yang sedang berlatih menari. Bangunan ini adalah Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) DIY.
BPNB DIY sendiri merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang melaksanakan tugas pengkajian, perlindungan, pengembangan, fasilitasi, kemitraan, pendokumentasian, dan penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek tradisi, kepercayaan, kesenian, perfilman, kesejarahan di wilayah DIY. Beberapa program yang paling populer adalah perpustakaan dan bioskop keliling.
Namun, tahukah kamu bahwa bangunan kantor BPNB ini punya sejarah panjang? Bahkan pernah jadi lokasi pertemuan peristiwa bersejarah termasuk Kongres Perempuan Indonesia I.
Ndalem Jayadipuran berdiri sejak 150 tahun yang lalu
Kantor BPNB ini punya nama lain Ndalem Jayadipuran. Sebelumnya, gedung ini juga populer dengan penyebutan Ndalem Dipowinatan.
Menurut laman resmi Cagar Budaya Jogja, Ndalem Jayadipuran dibangun pada tahun 1847 oleh Raden Tumenggung Dipawinata, seorang abdi dalem Bupati Anom. Oleh karena itu, bangunan ini juga bernama “Dipowinatan”, sesuai tokoh yang membangunnya.
Pada 1911, Raden Tumenggung Dipawinata meninggal dunia. Raden Dipawinata II kemudian menggantikannya dan hak anggaduh tanah (hak adat yang diberikan pemerintah kesultanan) kembali ke Keraton Yogykarta.
Pada 1917, tanah dan bangunan Ndalem Dipowinatan dihadiahkan kepada KRT Jayadipura, yang pada waktu itu menjadi menantu Sri Sultan HB VII. Sejak saat itu, nama bangunannya berubah menjadi Ndalem Jayadipuran.
Arsitektur khas tradisional Jawa
Secara arsitektur, Ndalem Jayadipuran memiliki corak tradisional Jawa. Melansir laman kemendikbud.go.id, salah satunya terlihat dari bentuk atapnya. Bagian atap bangunan utama berbentuk limasan yang langsung menghadap ke selatan. Bentuk ini masih ada hingga sekarang.
Bahkan, bagian plafon masih menggunakan anyaman bambu. Tiang-tiang kayu dan lis kayu di atasnya pun masih asli. Hanya beberapa bagian kecil yang mengalami perubahan karena renovasi.
Pattern bangunannya juga mengikuti pola rumah tradisional Jawa, yang umumnya terdiri atas beberapa ruangan. Antara lain kuncungan, topengan, pendopo, pringgitan, dalem, sentong, gandok, gadri, dan bangunan pelengkap lainnya.
Pada bagian pendopo, yang selalu ramai orang, terdapat kuncungan dengan rete-rete. Atapnya berupa joglo, sedangkan pada bagian lantainya masih tegel kunci berwarna kuning yang merupakan ciri khas perkembangan bangunan tradisional Jawa.
Bagian pendopo inilah yang 150 tahun yang lalu menjadi lokasi Kongres Perempuan Indonesia I. Saat itu, selama empat hari, yakni pada 22-25 Desember 1928, kongres berlangsung.
Tercatat 1.000 orang dari 30 organisasi perempuan di 12 kota di Jawa dan Sumatra hadir. Mereka sama-sama membahas soal arah perjuangan hak-hak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan dan pernikahan, di bangunan yang hingga kini masih mempertahankan lantai tegel-nya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi