MOJOK.CO – Masyarakat Jogja geger dengan penemuan kerangka manusia dan kuda di proyek revitalisasi Pojok Beteng atau Jokteng. Ada. dugaan kerangka tersebut merupakan korban peristiwa Geger Sepehi.
Baru-baru ini, masyarakat Kota Jogja dihebohkan dengan penemuan kerangka manusia dan kuda di Jalan Suryamentaraman, Keraton, Senin (7/8/2023). Kerangka ini ditemukan dalam galian proyek revitalisasi benteng Keraton Jogja.
Rumor menyebut, bahwa kerangka manusia di area pojok beteng alias Jokteng ini merupakan korban Geger Sepehi. Peristiwa tersebut memang menjadi tragedi kelam yang memakan banyak korban jiwa sekitar 200 tahun yang lalu.
Lantas, bagaimana sejarah dari Jokteng itu sendiri, dan bagaimana bisa kerangka yang diduga korban Geger Sepehi itu berada di sana?
Mengenal Jokteng
Keraton Jogja memiliki dua lapis tembok pertahanan. Benteng bagian dalam yang mengelilingi Keraton disebut Cepuri, sementara bagian luar—yang lebih besar dan luas—disebut Baluwarti.
Menurut laman kratonjogja.id, Baluwarti sendiri pertama kali dibangun oleh Sri Sultan HB I dan diperbarui pada masa pemerintahan Sri Sultan HB II.
Salah satu yang menarik dari Baluwarti ini adalah bagian pojokkannya, yang jika kita amati terdapat bangunan yang dibuat menonjol keluar.
Ternyata, pada 1809 Sri Sultan HB II diketahui bikin bangunan tambahan pada tembok Baluwarti. Ada empat bangunan tambahan yang masing-masing berada di sisi timur, barat, utara, dan timur laut, yang membentuk pola segi lima.
Kemudian, pada ketiga sudutnya, dibangun lagi tempat penjagaan yang disebut “bastion”. Pada dinding antarbastion diberi semacam longkangan sebanyak sepuluh buah sebagai tempat memasang meriam. Lalu, bangunan inilah yang disebut “Jokteng”, akronim dari Pojok Beteng.
Halaman selanjutnya…
Di mana lokasinya?
Di mana lokasinya?
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, terdapat empat pojok benteng yang masing- masing menghadap ke arah mata angin. Pada sisi timur terdapat Jokteng Wetan, yang lokasinya berada di simpang empat antara Jalan Brigjen Katamso, Jalan Parangtritis, Jalan Mayjend Sutoyo, dan Jalan Kolonel Sugiono.
Adapun di sisi barat ada Jokteng Kulon. Ini lokasinya berada di simpang empat antara Jalan KH Wahid Hasyim, Jalan Bantul, Jalan Sugeng Jeroni, dan Jalan Letjen MT Haryono. Serta Jokteng Lor di sisi utara. Lokasinya berada di simpang tiga antara Jalan KH Wahid Hasyim dan Jalan H Agus Salim.
Sementara Jokteng Lor Wetan, adalah pojok beteng bagian timur laut Keraton Yogyakarta berada di simpang tiga antara Jalan Brigjen Katamso dan Jalan Ibu Ruswo. Bagian Jokteng Lor Wetan inilah yang diketahui sempat hancur karena peristiwa Perang Sepoy, atau yang oleh masyarakat umum disebut “Geger Sepehi”.
Geger Sepehi
Melansir laman resmi Dinas Kebudayaan Kota Jogja, Geger Sepehi merupakan peristiwa penyerangan tentara Inggris ke Keraton Jogja pada 19-20 Juni 1812. Kata “Sepoy” merujuk pada Brigade Sepoy, yakni warga India yang direkrut sebagai tentara Inggris. Pasukan inilah yang datang menyerbu Keraton.
Peristiwa ini bermula dari permintaan Sri Sultan HB II yang kemudian ditolak oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda yang baru, Thomas Stamford Raffles.
Sri Sultan HB II, awalnya ingin mengganti kedudukan putra mahkota Raden Mas Surojo (HB III) dengan Mangkudiningrat. Namun, permintaan ini ditolak Raffles karena Raden Mas Surojo dianggap “lebih ramah” kepada Inggris.
Namun, untuk menunjukkan kuasanya, Inggris pun menyerbu Keraton pagi-pagi buta. Menurut catatan sejarawan Peter Carey, akibat serangan ini ratusan mayat manusia dan kuda pun menumpuk; bergeletakkan di area Jokteng hingga ke alun-alun utara.
Dari gambaran itu, akhirnya beberapa pihak pun berspekulasi bahwa kerangka manusia dan kuda di Jokteng adalah salah satu dari korban peristiwa kelam tersebut.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi