Sejarah Jamu Jago: Legenda Jamu Vitalitas Pria yang Pernah Jadi “Duta” KB

Sejarah Jamu Jago: Legenda Obat Vitalitas Pria yang Pernah Jadi "Duta" KB MOJOK.CO

Iklan Jamu Jago zaman dulu. (Mojok.co)

MOJOK.COSiapa yang tak mengenal Jamu Jago, salah satu merek jamu herbal paling kondang di Indonesia saat ini. Selain ampuh buat menjaga kesehatan, Jamu Jago ternyata juga pernah menjadi obat kuat atau vitalitas pria andalan para lelaki selama masa Orde Baru. Bahkan, ia sempat menjadi “duta” Keluarga Berencana (KB).

Kalau kita mau menelusuri, Djamoe Tjap Potret Njonja Meneer atau Jamu Nyonya Meneer, boleh jadi merupakan merek jamu pertama yang ada di Indonesia. Ia sudah eksis sejak masa kolonial Hindia Belanda karena berdiri sejak 1848.

Namun, jika berbicara soal merek jamu yang masih bertahan hingga hari ini, Djamoe Tjap Djago atau Jamu Cap Jago (Jamu Jago) menjadi nama yang wajib kita sebut. 

Usianya memang 70 tahun lebih muda ketimbang Jamu Nyonya Meneer. Akan tetapi, ia masih eksis hingga sekarang di usianya yang ke-105 tahun. Sejarah panjangnya menjadi hal yang terus orang bicarakan hingga hari ini.

Lantas, bagaimana perjalanan merek jamu legendaris asli Wonogiri ini, dari awal merintis hingga menjadi kondang seperti sekarang? 

Dirintis oleh pasangan Tionghoa-Jawa asal Wonogiri

Pada 1918, Phoa Tjong Kwan (TK Suprana) bersama istrinya, Tjia Kiat Nio, mendirikan bisnis bernama “Djamoe Tjap Djago”. Saat awal pendiriannya, produk jamu hanya dijual di Wonogiri dan sekitarnya.

Kemampuan Phoa Tjong Kwan meracik aneka jamu disebut-sebut berasal dari ibunya, Phoa Ting Goan. 

Melansir laporan Majalah Tempo (1978), Phoa Ting Goan memang dikenal pandai meracik aneka ramuan. Dari tangannya, macam-macam akar tanaman, daun, dan tumbuhan lainnya bisa dia sulap menjadi berbagai macam obat herbal. Oleh karena kemampuannya itulah, ia mendapat julukan “Nyonya Dukun” di Wonogiri. 

Sementara ayah Phoa Tjong Kwan merupakan seorang kasir di kantor cukai candu. Pada masanya, ia mendapat julukan “Baba Tukang Uang” karena pandai “menghitung duit”.

Boleh dibilang, perpaduan skill membuat jamu dari ibunya dan kemampuan mengelola keuangan dari ayahnya bikin Phoa Tjong Kwan mantap dalam merintis bisnis ini. Adapun kata “Djago” yang mereka pilih sebagai merek berasal dari Tjia Kiat Nio yang punya julukan “Mak Jago”.

Bisnisnya cepat berkembang

Memang, Jamu Jago mendapat persaingan ketat dari merek lain, seperti Jamu Nyonya Meneer yang sudah lama eksis. Bahkan, sejak 1940-an, muncul lagi mereka Sidomuncul di Semarang yang makin mengetatkan persaingan di industri ini.

Namun, menurut laporan surat kabar De Locomotief edisi 22 Juni 1953–memperingati 35 tahun Jamu Jago–perusahaan ini jadi salah satu yang terbesar dan paling berkembang di masa itu.

Sejak awal 1950-an, jaringan penjual Jamu Jago sudah sudah terdapat hampir di seluruh Indonesia. Kelompok penjualnya bahkan mencapai 600 agen.

Dalam artikel tersebut, menyebut juga bahwa sejak 1950-an Jamu Jago telah membuat lebih dari 100 variasi jamu. Tiap bulannya, mereka bahkan bisa menjual lebih dari tiga ton kering jamu yang terdiri dari 700 riu saset.

Selain menjual produk ke pelosok negeri, Jamu Jago juga sudah mengekspor ke luar negeri, seperti New York, London, dan Amsterdam. Pabriknya pun juga sudah mengalami modernisasi, yang kata De Locomotief, sudah jauh berbeda ketimbang 30 tahun lalu.

Jadi “Duta KB”

Selain kondang, Jamu Jago juga jadi kebanggan pemerintah di era Orde Baru. Sejak 1974, Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bahkan menjadikan Jamu Jago sebagai “duta” KB.

Lucunya, pada saat itu ketika seseorang membeli Jamu Jago maka gratis satu buah kondom. Khususnya produk jamu untuk vitalitas lelaki.

Kata BKKBN waktu itu, saat Jamu Jago terjual maka alat kontrasepsi pun juga tersebar. Begitu juga dengan pesan pengendalian penduduknya. 

Hasilnya, sosialisasi KB melalui Jamu Jago memang cukup berhasil karena produk ini laku keras di pasaran.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA: Jamu Cekok Kerkop, Melegenda Sejak 1875 karena Mengandung Kesabaran

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version