MOJOK.CO – Presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta mendukung pencalonan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai kandidat peraih nobel perdamaian. Menurutnya kedua lembaga ini punya peran besar dalam menyuarakan perdamaian di Indonesia dan dunia.
“Dua organisasi ini sangat layak mendapatkan nobel perdamaian. Saya melihat sejak dahulu NU dan Muhammadiyah mempunyai peran yang sangat penting dalam menyuarakan perdamaian,” kata Ramos Horta saat memberikan keterangan pers usai melakukan kunjungan persahabatan di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jakarta, Rabu (20/7).
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang menerima kunjungan tersebut, mengapresiasi rencana pencalonan yang dilontarkan Presiden Timor Leste. Hal itu merupakan suatu kehormatan sekaligus momen yang luar biasa bagi NU sebagai organisasi Islam terbesar di dunia.
“Seperti yang kita tahu sebelumnya bahwa Presiden Ramos Horta telah mencalonkan NU untuk nobel perdamaian pada tahun lalu dan dia ingin mencalonkannya lagi. Ini merupakan suatu kehormatan bagi kami semua,” ucapnya.
Di samping itu, lanjut Gus Yahya, Presiden Ramos Horta juga mencalonkan PBNU untuk bergabung ke dalam Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) serta menjadi calon peraih Zayed Award for Human Fraternity. Zayed Award for Human Fraternity merupakan suatu penghargaan global independen yang mengakui individu ataupun organisasi berkontribusi besar bagi kemajuan manusia dan kehidupan yang damai.
Selain itu, Presiden Ramos Horta juga mengunjungi PP Muhammadiyah. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir juga menyampaikan terima kasihnya kepada Horta yang telah mengusulkan sebagai penerima Nobel Perdamaian.
“Presiden Timor Leste Ramos Horta termasuk tokoh yang mendukung kami (Muhammadiyah) bersama NU (Nadhlatul Ulama) untuk memperoleh Nobel Perdamaian,” katanya.
Sebelumya, pada tahun 2019 Univesitas Gadjah Mada pernah mengajukan NU-Muhammadiyah agar mendapat nominasi peraih Nobel Perdamaian. Proses pengumpulan berkas pendukung dilakukan oleh Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM.
Bagaimana kedua organisasi Islam dengan jutaan anggota ini didorong untuk mendapat penghargaan penting dunia sempat diceritakan oleh Wakil Sekjen PBNU, Najib Azca dalam sesi Putcast di kanal YouTube Mojokdotco.
Menurut Najib, dorongan untuk menominasikan NU-Muhammadiyah sebagai peraih Nobel Perdamaian berawal keresahan kader dua organisasi tersebut. Najib menilai terlalu banyak narasi-narasi negatif, terutama tentang agama yang beredar di masyarakat.
“Sebenarnya kita kan punya narasi positif, salah satunya kita punya dua ormas hebat yang mewarnai dunia,” ujar Najib dalam acara yang tayang pada Senin (11/7).
Pada 2018, Najib dan sejumlah rekan akhirnya membuat penelitian terkait kiprah NU-Muhammadiyah yang akhirnya dibukukan. Dari situ, ia melakukan pendekatan ke UGM agar bisa menominasikan dua ormas ini untuk meraih Nobel Perdamaian. Hingga akhirnya disepakati oleh UGM pada 2019.
“Islam selama ini kan identiknya dengan Timur Tengah. Islam Asia Tenggara kurang direken. Padahal jumlah anggota atau simpatisannya begitu banyak. Hasil berbagai survei, orang yang merasa jadi NU itu kan lebih dari 50 persen umat muslim Indonesia, Muhammadiyah juga besar. [simpatisan] NU saja mungkin lebih banyak jumlahnya ketimbang umat muslim di Timur Tengah,” ujarnya.
Penulis: Hammam Izzudin
Editor: Purnawan Setyo Adi