MOJOK.CO – Polisi mengamankan sebuah drone yang nekat terbang saat prosesi Grebeg Syawal 1444 H di Masjid Gedhe Kauman, Sabtu (22/04/2023). Ratusan warga dan wisatawan sendiri berebut gunungan yang tiga tahun ini absen digelar karena pandemi Covid-19.
Kraton Jogja kembali menggelar Garebeg Syawal 1444 H setelah tiga tahun absen akibat pandemi COVID-19, Sabtu (22/04/2023). Warga dan wisatawan tidak menyia-nyiakan momen ini untuk ngalap berkah atau mendapatkan berkah dari gunungan.
Ratusan warga dan wisatawan dari berbagai daerah berebut gunungan Garebeg Syawal di depan Masjid Gedhe Kauman. Padahal lima gunungan baru saja dibawa keluar dari Keraton untuk didoakan di masjid tersebut.
Dikawal sejumlah prajurit atau bregada Wirabraja, Dhaeng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero dan Nyutra, uba rampe lima gunungan habis hanya dalam hitungan menit.
“Lumayan dapat ketan, nunggu rebutan dari pagi,” ujar Tami, salah seorang warga asal Jalan Magelang di sela prosesi.
Perempuan 43 tahun tak pernah absen melihat grebeg. Karenanya setelah tiga tahun tak digelar, dia sangat antusias untuk ikut berebut gunungan sebagai simbol kemurahan rejeki dan kesehatan.
“Kalau dulu ada gajah saat grebeg, sekarang nggak ada,” ujarnya.
Sementara Penghageng II Kawedanan Reksa Suyasa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat KRT Kusumanegara mengungkapkan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat membuat tujuh gunungan Grebeg Syawal. Yakni tiga Gunungan Kakung, Gunungan Estri atau Wadon, Gunungan Gepak, Gunungan Dharat, dan Gunungan Pawuhan.
Gunungan grebeg ini merupakan pemberian Sri Sultan HB X kepada rakyatnya. Pembuatan gunungan sebagai simbol ucapan syukur kepada Sang Pencipta atas berkah hidup.
“Pemberian seorang Raja Sultan kepada rakyatnya atas perintah agama. Kalau isinya hasil bumi pertanian, jadi ada sayur mayur, ketan dan lainnya. Lambang syukur atas hidup dari Allah,” jelasnya.
Polisi amankan drone pengunjung grebeg
Sementara itu di sela prosesi Grebeg Syawal di Masjid Gedhe Kauman, Sat Brimob Polda DIY mengamankan satu drone yang milik pengunjung yang terbang saat prosesi grebeg. Penurunan paksa drone ini karena melanggar aturan terbang.
“Tindakan tadi kita amankan saja, kita sampaikan pemilik drone bahwasanya selama proses gunungan ada larangan menggunakan drone,” papar Kapolresta Yogyakarta, Kombes Pol Saiful Anwar.
Menurut Saiful, larangan terbang drone merupakan permintaan dari Kraton Jogja. Aturan tersebut berlaku untuk menghormati tradisi grebeg.
Aturan tersebut dikuatkan dengan penerbitan NOTAM B0754/23 NOTAMIN oleh Airnav Indonesia. Dalam aturan tersebut drone tidak boleh terbang dengan ketinggian 150 meter dari permukaan tanah pada 19 hingga 23 April 2023.
Tak hanya mengamankan drone, polisi pun mencari pemiliknya. Dari pengakuan pemilik, dia tidak mengetahui aturan larangan penerbangan drone tersebut dan beralasan ingin mendokumentasikan prosesi grebeg demi kepentingan pribadi.
Meski mengamankan, polisi hanya menegur pemilik drone dan mendata identitasnya. Polisi meminta pemilik drone untuk mematuhi aturan yang berlaku dan tidak mengulanginya kembali.
“Diamankan saja, lalu mendata pemiliknya siapa, kepentingannya apa. Ternyata warga Jogja tapi dari luar kota. Alasannya ketidaktahuan. Kalau sosialisasi sudah, melalui media sosial,” jelasnya.
Pakai drone karena tidak tahu ada larangan
Pemilik drone, Wicaksono Nugrohojati mengaku tidak mengetahui aturan larangan penerbangan drone selama Grebeg Syawal. Meski memiliki KTP di Kauman, dia tidak mendapatkan informasi adanya larangan tersebut karena bekerja di luar kota.
“Tadi pulang Salat Ied terus pengen mengambil kenangan [grebeg syawal], kapan lagi. Ternyata ada larangan itu, saya belum tahu, saya amatiran tidak tahu aturan itu,” akunya.
Sebelumnya Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti mengungkapkan larangan terbang drone memang berlaku selama musim libur Lebaran 2023. NOTAM dari 19 April 2023, tepatnya 00.00 WIB hingga 23 April 2023 pada pukul 23.59 WIB.
“Sebenarnya wilayah udara jogja hampir seluruhnya itu adalah kawasan no flight zone, restricted area dan kawasan militer. Ketika ada operasional pesawat baik berawak dan tidak berawak harus ada izin,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Menelusuri Sejarah Takjil Pertama, Berkah Gulai Kambing di Kauman Jogja dan tulisan menarik lainnya di kanal Liputan.