Pakar Tata Kota UGM: Tanah Kas Desa Bisa untuk Membangun Rumah Murah di Jogja

Pakar Tata Kota UGM: Tanah Kas Desa Bisa untuk Membangun Rumah Murah di Jogja. MOJOK.CO

Pakar tata kota dan permukiman UGM, Bakti Setiawan. (Yvesta Ayu/Mojok.co)

MOJOK.COPakar Tata Kota UGM, Bakti Setiawan memberi saran ke Pemda DIY untuk membangun rumah murah bagi warga Jogja dengan memanfaatkan tanah kas desa. Daripada hanya untuk komersialisasi, lebih baik lahan milik desa tersebut untuk permukiman warga.

“Perlu ada alternatif lain dengan memberikan rumah murah bagi warga dengan spirit kebersamaan dan gotong royong. Salah satu caranya berbagi lahan, karena lahan terbatas sehingga harus digunakan bersama, ya bisa dengan memanfaatkan tanak kas desa yang ada di desa,” ungkap Bakti, Minggu (07/05/2023).

Pemanfaatan tanah kas desa untuk perumahan murah

Bakti Setiawan menilai wacana dari Gubernur DIY, Sri Sultan HB X beberapa waktu lalu tentang pemanfaatan Sultan Ground (SG) atau tanah kasultanan untuk perumahan murah bagi warga Yogyakarta perlu ada tindak lanjut. Hal itu menyusul harga tanah yang sangat mahal dan tidak terbeli oleh warga Yogyakarta, khususnya warga masyarakat berpenghasilan rendah. 

Pemanfaatan tanah kas desa untuk kepentingan warga, menurut Bakti sangat memungkinkan. Apalagi selama ini banyak tanah kas desa di Yogyakarta yang untuk komersialisasi seperti menyewakan kepada pengembang atau investor.

Desa-desa lebih memilih menyewakan tanah kas desa ke pengembang atau investor karena keuntungan yang lebih besar. Bakti mencontohkan, di Sleman sewa tanah kas untuk lahan pertanian hanya sebesar Rp600 per meter per tahun. Jumlah ini jauh lebih kecil jika menyewa untuk tujuan komersial yakni seharga Rp8.000 per meter per tahun.

Padahal dari data REI Yogyakarta, masih ada backlog atau kekurangan rumah di Yogyakarta hingga 250.000 unit. BPS DIY bahkan mencatat pada 2021 lalu sebanyak 23,47 persen rumah tangga di DIY mendiami rumah bukan milik sendiri, misalnya sewa atau kontrak. Sementara di Kota Yogya masih terdapat 114,72 hektare masuk kategori kawasan kumuh ringan.

“Tanah kas desa di pinggiran Kota Jogja bahkan akhirnya lebih banyak untuk komersialisasi alih-alih untuk pertanian karena iming-iming pengembang yang lebih tinggi harga sewanya. Bila tidak ada pendampingan, tanah desa bisa lepas, apalagi bila masa sewanya 25 tahun misalnya,” tandasnya.

Intervensi dan invetarisasi

Karenanya selain komersialisasi, pemanfaatan tanah kas desa perlu diseimbangkan bagi kepentingan warganya. Salah satu caranya dengan menyediakan rumah murah di lahan milik desa. Tiap desa bisa menginventaris warga mereka yang membutuhkan rumah murah agar program tersebut tepat sasaran.

Dengan demikian kapitalisasi dan privatisasi lahan di Yogyakarta oleh pihak tertentu tidak semakin parah. Sebab bila membiarkannya, maka monopoli lahan terus berlanjut dan generasi ke depan akan sulit memiliki rumah di kota ini karena tak ada lagi yang tersisa.

“Ide Sultan perlu diperluas untuk menginventarisasi dan intervensi proses kapitalisme tanah. Tidak hanya untuk alokasi komersialisasi, tapi juga bagi kepentingan masyarakat lokal. Tiap desa ada alokasi tanah kas desa bagi warganya, kan bisa gampang untuk menyeleksi [warga yang membutuhkan] dibangun rusunawa,” ungkapnya.

Untuk merealisasikan pemanfaatan tanah tersebut, lanjut Bakti maka perlu adanya pemetaan. Banyak pihak bisa membantu Pemda DIY maupun desa dalam perencanaan pemanfaatan tanah kas desa.

Apalagi saat ini banyak desa yang belum punya masterplan pemanfaatan tanah kas desa. Mereka hanya fokus pada pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang (RPJMP) di wilayahnya.

“Karenanya dalam memanfaatkan tanah kas desa perlu pendampingan dengan sistem sustainable generation agar tidak membatasi kepemilikan lahan yang terbatas dan hanya dimiliki orang-orang tertentu hingga tujuh turunan,” imbuhnya.

Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Pengembang Salahgunakan Tanah Kas Desa Maguwoharjo untuk Hunian, Sri Sultan Minta Audit dan tulisan menarik lainnya di kanal Kilas.

Exit mobile version